Jumat, 25 November 2016

MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SISTEM

MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SISTEM BAB I PENDAHULUAN 1. LATARBELAKANG Dalam suatu manajemen terdapat suatu perencanaan yang dijadikan suatu tujuan organisasi. Perencanaan itu sendiri merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan menjadi proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan. Perencanaan itu sendiri, terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan. Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya. Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar). Pendekatan kedua disebut dengan management by objective (MBO). Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan yang kedua yaitu Management By Objective (MBO) akan kami paparkan dalam makalah ini. 1. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud Management By Objective (MBO) 2. Bagaimana tahap pelaksanaan MBO? 3. Bagaimana MBO yang Efektif itu? 4. Bagaimana MBO dalam pendekatan sistem ? 5. Apa saja kelebihan MBO? 6. Apa saja kelemahan MBO? BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Management By Objective (MBO) Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran. Pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management pada tahun 1954. Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran (goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review), sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan pemerintahan. Management by Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang berorientasi pada pencapaian sasaran kerja. Secara umum esensi sistem MBO, terletak pada penetapan tujuan-tujuan umum oleh para manajer dan bawahan yang bekerja bersama, penentuan bidang utama setiap individu yang hasilnya dirumuskan secara jelas dalam bentuk hasil-hasil (sasaran) yang dapat diukur dan diharapkan, dan ukuran penggunaan ukuran-ukuran tersebut sebagai satuan pedoman pengoperasian satuan-satuan kerja serta penilaian masing penilaian sumbangan masing-masing anggota. Pada metode MBO, setiap individu karyawan memiliki sasaran kerjanya masing-masing, yang bersesuaian dengan sasaran kerja unitnya untuk satu periode kerja. Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir periode mengacu pada realisasi sasaran kerja. MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan perencanaan. 1. Tahap Pelaksanaan MBO 1. Tahap Persiapan, yaitu tahap menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan. 2. Tahap Penyusunan, tahap ini menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh instansi. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah atau hambatan serta kemudahan-kemudahan. 3. Tahap Pelaksanaan, yaitu tahap dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. 4. Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, pada tahap ini bertujuan agar tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik melalui kegiatan keseluruhan dalam perusahaan. 3. MBO Yang Efektif MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut: a. Kesepakatan pada Program. Pada setiap organisasi, diperlukan keterikatan para manajer dalam pencapaian tujuan organisasi pada proses MBO agar program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan tujuan-tujuan dan kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju tujuan tersebut. Tidak ada jalan pintas yang mudah, bila sasaran telah ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala, tujuan itu tidak mungkin akan tercapai. b. Penetapan Sasaran Tingkat Atas Program perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer tertinggi yang menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi yang lain. Sasaran harus dinyatakan dengan istilah yang khusus dan dapat diukur, misalnya peningkatan lima persen dalam penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan dalam biaya-biaya eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara demikian, para manajer dan bawahan akan mempunyai pengertian yang lebih jelas tentang apa yang diharapkan oleh pimpinan teratas untuk dicapai, dan mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan mereka itu berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran organisasi. c. Sasaran Individual Dalam progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan dengan jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya manajer subunit A akan bertanggung jawab atas peningkatan 15% dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari penetapan tujuan dengan menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk membantu para pegawai agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk dicapai. Hal ini membantu setiap rencana individual secara efektif untuk mencapai sasaran yang ditargetkan. Sasaran untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara individu dengan atasannya. Dalam konsultasi bersama tersebut, para bawahan membantu para manajer mengembangkan tujuan yang realitas karena mereka mengetahui dengan baik apa yang mampu mereka capai. Para manajer membantu para bawahannya untuk meningkatkan pandangan mereka terhadap tujuan yang lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk membantu mereka dalam mengatasi rintangan serta kepercayaan pada kemampuan para bawahan. d. Partisipasi Peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Para manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui sepenuhnya tentang kendala di mana bawahan mereka harus bekerja. Para bawahan kemungkinan memilih tujuan yang tidak sejalan dengan sasaran organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para manajer dan bawahan dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran itu akan tercapai. e. Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana Begitu sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai kebijakan yang luas untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan tersebut. Dalam kendala yang normal dari kebijakan organisasi, para manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan program-program untuk mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung mereka. Dari berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan sarana dan kebijakan yang diberikan oleh organisasi, maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan dengan program MBO atau otonomi dalam pelaksanaan rencana. Akan tetapi pegawai juga tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya, juga harus menyangkut pada peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari program MBO tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai bawahan. f. Pengkajian Kembali Untuk Kerja Para manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka memutuskan masalah-masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan masing-masing untuk memecahkannya. Bila perlu tujuan-tujuan itu dapat dimodifikasi untuk periode peninjauan kembali yang akan datang. Agar adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk kerja yang dapat diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada berusaha untuk menilai bagaimana giatnya seseorang di lapangan, seorang manajer seharusnya menekankan hasil penjualan nyata yang dicapai dan sebagai pengetahuan terinci mengenai pelanggannya. Sistem MBO Program-program MBO sangat bervariasi, banyak dirancang untuk digunakan dalam suatu kelompok kerja, tetapi banyak juga digunakan untuk keseluruhan organisasi. Metode-metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan para manajer dalam program MBO akan berbeda. Berikut ini adalah unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO: a) Komitmen pada program. Program MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer disetiap tingkatan organisasi terhadap pencapaian tujuan pribadi dan organisasi serta proses MBO. b) Penetapan tujuan manejemen puncak. Program-program perencanaan efektif dimulai dengan para manajer puncak yang menetapkan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi lainnya. c) Tujuan-tujuan perseorangan. Setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksudnya adalah untuk membantu para karyawan memahami secara jelas apa yang diharapkan agar dapat tercapai. d) Partisipasi. Derajat partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan sangat bervariasi. Sebagai pedoman umum, semakin besar partisipasi bawahan, semakin besar kemungkinan tujuan akan tercapai. e) Otonomi dalam implementasi rencana. Setelah tujuan ditetapka dan di setujui, individu mempunyai keluasan dalam memilih peralatan untuk pencapaian tujuan. Manajer bebas mengimplementasikan dan mengembangkan program-program pencapaian tujuan tanpa campur tangan atasan langsung dengan batasan-batasan organisasi. f) Peninjauan kembali prestasi. Manajer dan bawahan bertemu secara periodik untuk meninjau kembali kemajuan terhadap tujuan. 4. MBO Dalam Pendekatan Sistem Dalam sistem dikenal istilah pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu proses pemecahan masalah yang mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan, 2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan masalah. Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) dapat memberikan gagasan mengenai prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan. Penerapan MBO dalam tingkat sekolah misalnya, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana strategis sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO seperti: a. Menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah b. Menganalisis apakah hasil akhir itu berkaitan dengan tujuan sekolah c. Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan d. Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran e. Menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran f. Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan g. Lakukan monitoring dan buat laporan. 5. Kelebihan MBO Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-keuntungan utama dari program MBO antara lain: a) program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. b) program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan sasaran dan waktu yang ditargetkan. c) program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan d) program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi e) progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini memungkinkan usaha dipusatkan di mana usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan, tetapi berdasarkan sebaik mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah membantu menetapkannya. Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan keberhasilan. Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada organisasi. Karena karena semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan tujuan, maka sasaran dan tujuan oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang bertambah baik sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa kesatuan yang meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai. 5. Kelemahan MBO MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh para manajer. Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang dilaksanakan dengan tepat. Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila program itu tidak berhasil, yaitu: 1. Gaya dan dukungan pimpinan Bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat melaksanakan program MBO. 2. Adaptasi dan perubahan MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah menyebabkan kegagalan program tersebut. 3. Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill) Penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan 4. Uraian tugas (job description) Penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat. 5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan Penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu. 6. Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran Frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini. 7. Konflik antara kreativitas dan MBO Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran. BAB III PENUTUP Kesimpulan Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran.MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan perencanaan. Tahap Pelaksanaan MBO terdiri dari:tahap Persiapan,tahap penyusunan,tahap Pelaksanaan,tahap Pengendalian,monitor, evaluasi dan Penyesuaian. MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:Kesepakatan pada Program, Penetapan Sasaran Tingkat Atas,Sasaran Individual,Partisipasi,Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana,Pengkajian Kembali Untuk Kerja. unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO: Komitmen pada program,Penetapan tujuan manejemen puncak,Tujuan-tujuan perseorangan,Partisipasi,Otonomi dalam implementasi rencana,Peninjauan kembali prestasi. MBO Dalam Pendekatan Sistem mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan, 2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan masalah. Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) dapat memberikan gagasan mengenai prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan. ▼ Januari (4)  MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SIS...  Makalah Pola Kebijakan Pendidikan di Jepang “Peran Pendidikan MultikuPengertian Flowchart dan Simbolnya Bagan alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukan hasil (flow) didalam program atau prosedur sistem secara logika. Bagan alir digunakan terutama untuk alat bantu komunikasi dan untuk dokumentasi[1]. Flowcart adalah bagan-bagan yang mempunyai arus yang menggambarkan langkah-langkah penyelsaian suatu masalah. Flowcart merupakan cara penyajian dari suatu algoritma[2]. Pedoman dalam menggambar suatu bagan alir, analis sistem atau pemrograman sebagai berikut; a. Bagan alir sebaiknya digambar dari atas ke bawah dan mulai dari bagian kiri dari suatu halaman. b. Kegiatan didalam bagan alir harus ditunjukan dengan jelas. c. Harus ditunjukan darimana kegiatan akan dimulai dan dimana akan berakhirnya. d. Masing-masing kegiatan didalam bagan alir sebaiknya digunakan suatu kata yang mewakili suatu pekerjaan, misalnya;“persiapkan” dokumen “hitung” gaji. e. Masing-masing kegiatan didalam bagan alir harus didalm urutan yang semestinya. f. Kegiatan yang terpotong dan akan disambung ketempat lain harus ditunjukan dengan jelas menggunakan symbol penghubung. g. Gunakanlah symbol-simbol bagan alir yang standar. Ada 5 macam menurut jogiyanto bagan alir diantranya; a. Bagan alir sistem (sistems flowchart) Bagan alir sistem (system flowchart) merupakan bagan yang menunjukkan arus pekerjaan secara keseluruan dari sistem. Bagan menjelaskan urutan-urutan dari prosedure-prosedure yang ada dalam sistem. Bagan alir sistem menunjukan apa yang dikerjakan sistem. Bagan alir sistem digambar dengan simbol-simbol yang tampak sebagai berikut : gambar flowchart sistem b. Bagan alir dokumen (document flowchart) Bagan alir dokumen (document flowchart) atau disebut bagan alir formulir (form flowchart) atau paperwork flowchart merupakan bagan alir yang menunjukan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-tembusannya. Bagan alir dokumen ini menggunakan simbol-simbol yang sama dengan yang digunakan di dalam bagan alir sistem. c. Bagan alir skematik (schematic flowchart) Bagan alir skematik (schematic flowchart) merupakan bagan alir yang mirip dengan bagan alir sistem, yaitu untuk menggambarkan prosedur di dalam sistem. Perbedaannya adalah bagan alir skematik menggunakan simbol-simbol bagan alir sistem , juga menggunakan gambar - gambar komputer dan peralatan lainnya yang digunakan. Maksud penggunaan gambar-gambar ini adalah untuk memudahkan komunikasi kepada orang yang kurang paham dengan simbol-simbol bagan alir. d. Bagan alir program (program flowchart) Bagan alir program (program flowchart) merupakan bagan yang menjelaskan secara rinci langkah-langkah dari proses program. Bagan alir program dibuat dengan menggunakan simbol-simbol sebagai berikut ini. gambar flowchart program e. Bagan alir proses (process flowchart) Bagan alir proses (process flowchart) merupakan bagan alir yang banyak digunakan teknik industri. Bagan alir juga berguna bagi anilis sistem untuk menggambarkan proses dalam suatu prosedure. Bagan alir proses menggunakan lima buah simbol tersendiri. EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM MEMBELI Sebelumnya, saya telah membahas mengenai “evaluasi alternatif sebelum mlakukan pembelian” terhadap konsumen. Judul tulisan kali ini adalah merupakan salah satu tahap dalam melakukan pengambilan keputusan dalam pmbelian. Evaluasi alternatif adalah suatu tahap dalam pengambilan keputusan dalam pembelian dengan sebelumnya mengetahui barang apa yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan dan selanjutnya mempertimbangkannya. Adapun evaluasi yang diterapkan oleh pembeli adalah : 1. Harga Harga adalah nilai dari suatu barang. Tentunya nilai suatu barang dapat menunjukkan kualitas serta harga dari barang itu sendiri. Barang berkualitas bagus, akan memiliki harga yang relatif mahal. 2. Brand atau nama Merek Nama merek biasanya merupakan tujuan dari perusahaan untuk mengenalan suatu produk mereka. Nama merek juga mencerminkan tujuan atau maksud dari kegunaan produk iu tersebut. 3. Negara Asal Negara asal yang dimaksud adalah dari mana produk tersebut dibuat. Contohnya Swiss, negara tersebut terkenal akan produk jamnya yang kualitasnya tidak diragukan lagi. 4. Saliensi kriteria evaluasi Konsep ini mencerminkan bahwa kriteria evaluasi kerap berbeda pengaruhnya bagi konsumen dan produk yang berbeda juga. Sering pula konsumen beraanggapan bahwa harga pada suatu produk adalah hal yang penting, tetapi tidak untuk produk yang lain.produk yang salient yang benar-benar mempengaruhi proses evaluasi disebut juga atribut determinan. 5. Nilai Tambah Nilai tambah dari suatu produk itu bisa meliputi kualitas, daya guna yang panjang, dan kegunaan atau manfaat lainnya. Tulisan ini saya buat dengan menggunakan sumber dari: http://www.wattpad.com/4248605-pengertian-perilaku-konsumen-evaluasi-alternatif 1. gambar flowchart proses ltural Dalam Menumbuhkan ... MEMPERBAIKI KEPUTUSAN Berbagai keterbatasan memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian dalam implementasi kegiatan. Akibatnya, masalah yang hendak diselesaikan belum juga dapat dipecahkan melalui alternative yang telah diambil. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keputusan yang telah diambil adalah sebagai berikut: • Penggunaan aturan terhadap alternative keputusan • Pengujian terhadap berbagai alternative keputusan • Pengambilan keputusan secara tim atau berkelompok KETERBATASAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN Sekalipun keputusan yang diambil dalam setiap masalah yang dihadapi selalu diupayakan melalui proses sleksi yang cukup ketat dan sistematis. Akan tetapi berbagai keputusan yang diambil tidak memiliki kelemahan, bahkan dapat dikatakan dalam berbagai kasus memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasn-keterbatasan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan umum dalam Pengambilan Keputusan Salah satu keterbatasan yang dalam pengambilan keputusan yang rasional adalah diakibatkan olehkesalahan umum yang biasa terjadi, yang biasa dikenal “bias”. Bias ini dapat disebabkan karena pengambil keputusan terlalu melakukan generalisasi atau situasi yang dihadapi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor emosi yang terlibat, dan sebagainya. 2. Keterbatasan Rasionalitas Factor rasio memiliki berbagai keterbatasan ketika apa yang mungkin dapat diperoleh dan dimiliki oleh pengambil keputusan tidak sejalan dengan kemampuan dari pengambilan keputusan itu sendiri. Diantara faktor penyebab keterbatasan rasionalitas adalah sumber daya yang terbatas, informasi yang berlebh, keterbatasan ingatan, dan masalah keahlian. 3. Factor Lingkungan Yang Berisiko Risiko adalah salah satu faktor dalam setiap pengambilan keputusan dan kegiatan yang kita kerjakan. Sekalipun kita telah meminimalisir, tak jarang terjadi risiko yang terjadi diluar perkiraan kita, terlebih jika dikaitkan dengan faktor lingkungan yang bersifat makro dan diluar kendali perusahaan. Hal ini dapat mendorong keputusan yang diambil sering kali tidak sesuai dengan implementasi dan pencapaian tujuan yang diharapkan. EVALUASI ALTERNATIF Pengevaluasian alternatif meliputi pengukuran nilai-nilai masing-masing alternatif. Penilaian alternative meliputi pengujian konsekuensi (baik positif dan negatif). Pembuatan peringkat alternatif yang telah dianggap dapat diterima. Pembuatan peringkat alternatif-alternatif dimungkinkan dengan menggunakan keuntungan dan kerugian. Anda harus mempertimbangkan apakah mereka yang bertanggungjawab menerapkanya atau mereka yang akan dipengaruhinya akan menerima alternative tersebut atau tidak. Evaluasi hendaknya ini meliputi penilaian resiko dan kerugian dari setiap arah tindakan alternatif. Kepastian adalah lingkungan pembuatan keputusan dimana anda mengetahui segala sesuatu yang perlu anda ketahui. Pada dasarnya anda mempunyai informasi yang sempurna. Anda juga mengetahui hasil yang mungkin. Risiko adalah lingkungan yang ditandai dengan kemampuan untuk menentukan tingkat resiko terhadap setiap setiap hasil alternative. Dalam lingkungan pembuatan resiko, anda dapat menggunakan probalitas. Misalnya, anada dapat memakai pengalaman masa lalu untuk menetukan tingkat kemungkinan jumlah barang yang ditolak dalam kondisi tertentu disuatu perusahaan pabrik. Sebagian besar keputusan anada cenderung dibuat dalam lingkungan seperti ini. Ketidakpastian adalah lingkungan pembuatan keputusan dimana anda tidak benar-benar yakin pada hasil alternative.   PROPOSAL KEWIRAUSAHAAN Diberdayakan oleh Blogger.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar