Kamis, 10 November 2016

“Dimensi Perilaku dalam Pengendalian Internal”



Tugas Terstruktur:                                                              Dosen Pengampu:
Akuntansi Keperilakuan dan Org                                  Andi Irfan, SE, M. Sc

“Dimensi Perilaku dalam Pengendalian Internal”

Disusun Oleh:
SARAH EKA PUTRI HD
(11373200486)
SARI KHAIRUN NISSA
(11373201531)
YUNI IVA MILDIANA
(11373202162)

JURUSAN AKUNTANSI/ VI/C
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami sampaikan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan ridho-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi. Makalah ini membahas kajian tentang Dimensi Perilaku dalam Pengendalian Internal.
Selanjutnya, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan pengajaran dan arahan yang telah diberikan oleh Bapak Andi Irfan, SE., M.Sc. sebagai dosen pembimbing dalam mata kuliah ini, serta kepada teman-teman yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa penulisan pada makalah ini masih jauh dari kata sempurna.  Namun, dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan guna memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya dalam bidang Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi. Dan kami juga sangat mengharapkan kritikan dan masukannya demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih

Tim Penyusun

Pekanbaru, 15 Mei 2016



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian  internal  merupakan  suatu  cara  untuk  mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya organisasi. Pengendalian internal  yang efektif dapat mengurangi adanya suatu perilaku tidak etis. Pengendalian internal yang efektif dapat membuat peluang untuk melakukan suatu perilaku tidak etis menjadi tertutup. Oleh karena itu, perilaku tidak etis dapat dicegah dengan sistem pengendalian internal yang baik dan efektif.
Sistem  pengendalian  internal merupakan  proses  yang  dijalankan  untuk memberikan keyakinan  memadai  tentang  pencapaian  keandalan  laporan keuangan,  kepatuhan  terhadap  hukum,  dan  efektivitas dan efesiensi operasi. Sistem pengendalian yang efektif diharapkan dapat  mengurangi  adanya  perilaku  tidak  etis  yang dilakukan  manajemen  untuk memaksimalkan kepentingan pribadi. Selain mengurangi adanya perilaku tidak etis, sistem pengendalian internal diharapkan  mampu  mengurangi  adanya  tindakan  menyimpang  yang  dilakukan oleh manajemen. Manajemen cenderung melakukan tindakan menyimpang untuk memaksimalkan  keuntungan  pribadi. Salah  satu  contoh  tindakan  menyimpang yaitu kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.
Membangun dan memelihara sistem yang efektif pengendalian intern adalah tanggung jawab penting dari manajemen, tetapi istilah "pengendalian intern" sebenarnya diciptakan dan didefinisikan oleh auditor. Auditor memusatkan perhatian mereka pada pengendalian yang digunakan dalam organisasi yang diaudit karena mereka menyadari bahwa jenis dan lingkup pengujian yang mereka butuhkan untuk melakukan dalam hubungannya dengan audit harus bervariasi dengan efektivitas pengendalian organisasi gunakan untuk memastikan keakuratan data-data akuntansi.
1.2 Rumusan Masalah
  1. apa yang dimaksud dengan pengendalian internal.
  2. bagaimana manfaat pengendalian internal bagi perusahaan.
  3. apa saja hal-hal bentuk dari tipe-tipe pengendalian internal perusahaan.
  4. situasi apa saja yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal.
1.3 Tujuan
  1. untuk mengetahui tentang pengendalian internal.
  2. untuk mengetahui manfaat pengendalian internal bagi perusahaan.
  3. untuk mengetahui bentuk-bentuk dari tipe pengendalian internal.
  4. untuk mengetahui situasi yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal.







BAB II
PEMBAHASAN
DIMENSI PERILAKU DALAM PENGENDALIAN INTERNAL
2.1     Definisi Dan Lingkup Pengendalian Internal
Pertama kali pengendalian internal didefinisikan tahun 1949 oleh komite American Institute of Accountants sebagai berikut: 
Pengendalian internal terdiri dari rencana organisasi dan seluruh metode koordinasi dan pengukur yang diadopsi didalam suatu bisnis untuk mengamankan asetnya mengecek keakurasian dan reliabilitas data akuntansinya mendorong efisiensi operasional dan mendukung dipatuhinya kebijaksanaan manajemen. Definisi ini mungkin lebih luas. Dalam hal ini diakui bahwa suatu "sistem" pengendalian internal lebih luas daripada hal-hal yang berkaitan langsung dengan fungsi departemen akuntansi dan keuangan. Sistem seperti ini mencakup pengendalian budgetair, standard costs, laporan operasional periodik, analisis statistik dan diseminasinya, program pelatihan yang didisain untuk karyawan memenuhi tanggung jawabnya, dan staf auditor internal untuk memberikan jaminan tambahan pada manajemen tentang kecukupan prosedur.
Tahun 1958, suatu komite baru dalam American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) mencoba untuk mengklarifikasi definisi pengendalian internal, yaitu:
Pengendalian internal dalam pengertian yang luas meliputi:
a.       Pengendalian akuntansi terdiri dari perencanaan organisasi dan seluruh metode dan prosedur yang berhubungan langsung dengan keamanan aset dan keandalan pencatatan keuangan. Pengendalian ini termasuk "pengendalian sistem otorisasi dan persetujuan, pemisahan tugas berkaitan dengan operasi atau pengamanan aset, pengendalian fisik atas aset, dan audit internal.
b.      Pengendalian administratif terdiri dari perencanaan organisasi dan "seluruh metode dan prosedur yang berhubungan langsung dengan efisien operasional dan dipatuhinya kebijakan manajerial dan biasanya berhubungan tidak langsung dengan pencatatan keuangan. Pengendalian ini termasuk pengendalian seperti analisis statistik, time and motion studies, laporan kinerja, program pelatihan karyawan dan pengendalian kualitas.
Revisi dan klasifikasi tahun 1958 tentang pendefisian pengendalian  internal kemudian membatasi lingkup auditor hanya pada pengendalian akuntansi. Meski demikian, setelah revisi 1958 masih ada kemungkinan untuk menginterpretasikan secara luas "mengamankan aset dan keandalan pencatatan keuangan," dan hal ini kemudian menyebabkan auditor harus menguji beberapa atau seluruh prosedur pembuatan keputusan manajemen. Sebagai konsekuensinya pada tahun 1972 komite AICPA menerbitkan interpretasi yang membatasi auditor pada: (1) mengamankan aset dari kerugian yang muncul karena kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja dalam memproses transaksi dan menangani aset yang berkaitan, dan (2) keandalan pencatatan keuangan bagi tujuan pelaporan eksternal.
Securities and Exchange Commission (SEC) mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut:
Pengendalian internal terdiri dari perencanaan organisasi, prosedur dan pencatatan yarg memperhatikan keamanan aset dan keandalan pencatatan keuangan dan konsekuensinya didisain untuk menyediakan jaminan yang beralasan (reasonable) bahwa:
  1. Transaksi dilakukan sesuai dengan otorisasi manajemen baik otorisasi umum maupun spesifik,
  2. Transaksi dicatat (1) untuk memungkinkan penyiapan laporan  keuangan yang sesuai dengan generally accepted accounting principles (GAAP)/prinsip akuntansi berterima umum (PABU) atau kriteria lain yang dapat diterapkan pada laporan tersebut, dan (2) untuk memelihara akuntabilitas atas aset.
  3. Akses  atas aset diizinkan hanya bila ada otorisasi manajemen
  4. Pencatatan akuntabilitas atas aset dibandingkan dengan aset yang ada pada interval yang reasonable dan bila terjadi perbedaan dilakukan tindakan yang dibutuhkan.
Intemational Federation of Accountant (IFAC) yang pada tahun 1981 beranggotakan 80 badan akuntansi dari 59 negara yang berbeda memilih definisi yang lebih luas. Sistem pengendalian internal adalah perencanaan orgarisasi dan seluruh sistem koordinasi, keuangan dan lainnya, yang dibentuk oleh manajemen entitas untuk membantu pencapaian tujuan manajemen untuk menjamin bisnis yang tertib dan efisien, termasuk dipatuhinya kebijakan manajemen, keamanan aset, pencegahan atau pendeteksian kecurangan dan kesalahan, keakuratan dan kelengkapan catatan akuntansi, dan penyiapan informasi keuangan yang andal secara tepat waktu.
Siti Aisah (2010) menjelaskan dalam skripsi bahwa, pengendalian   intern   adalah suatu   proses   yang   dijalankan   oleh   dewan komisaris,  manajemen  dan  personal  lain  entitas  yang  didesain  untuk  memberikan gambaran keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan laporan, efektivitas dan efisiensi  operasi,  dan  kepatuhan  terhadap  hukum  dan  peraturan  yang  berlaku.

2.1.1        Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Ada lima unsur-unsur dalam pengendalian internal perusahaan, yaitu:
a.       Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Terdiri dari kebijakan, tindakan, dan prosedur yang mencerminkan sifat menyeluruh manajemen puncak, direktur pelaksana, komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap pentingnya pengendalian oleh satuan usaha tersebut. Faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian internal suatu perusahaan meliputi, falsafah manajemen dan gaya operasional manajemen.
b.      Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
Adalah kebijakan dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen dalam lingkungan pengendalian untuk memberikan cukup kepastian bahwa sasaran perusahaan dapat tercapai.
c.       Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko pencapaian tujuan entitas sudah dilaksanakan.
d.      Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
System informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi system akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi berdampak pada kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal. Komunikasi menyangkut penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual yang berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.
e.       Pemantauan (Monitoring)
Pemantuan adalalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.

2.2  Manfaat Pengendalian Internal
Dari berbagai definisi di atas, tampak bahwa permasalahan pengendalian internal merupakan masalah perilaku. Artinya permasalahan pengendalian internal disebabkan oleh risiko bahwa personal yang seharusnya bertanggungjawab dalam organisasi melakukan tindakan tidak diinginkan atau mereka gagal melakukan tindakan yang diinginkan. Oleh karenanya, pengendalian internal menjadi penting bagi organisasi karena kemampuannya untuk (1) mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau tidak dilakukannya suatu perilaku yang diinginkan, dan (2) mengurangi biaya akibat terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku yang tidak dilakukan.
Karena permasalahan pengendalian internal merupakan masalah perilaku, maka pemahaman tentang bagaimana dan mengapa pengendalian internal dapat berjalan perlu dilakukan dalam konteks perilaku, psikologi, (bukan akuntansi atau ekonomi) yang mungkin merupakan dasar disiplin ilmu yang paling penting yang mendasari teori dan praktik pengendalian internal. Fakta penting tentang pengendalian internal ini seringkali tidak dinyatakan dalam dokumen pengendalian internal, dan dokumen tersebut lebih banyak berorientasi pada aspek teknis dan prosedural.
Pada beberapa orang yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan harapan organisasi, terdapat kendala tidak dapat melakukan tugas secara sempuma karena adanya keterbatasan kemampuan. Misalnya tugas yang diberikan mereka sangatlah kompleks sehingga mereka tidak dapat mengingat informasi penting, atau menjadi bingung dengan detil yang dihadapi. Karyawan juga mungkin tidak dapat melakukan tugas dengan sempuma karena keterbatasan pengetahuan mereka yang terjadi ketika karyawan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana melakukannya. Misalnya, memberi tugas pada orang yang tidak terlatih untuk menyiapkan laporan keuangan, atau melakukan rekonsiliasi bank, akan menyebabkan orang tersebut memiliki probabilitas sukses yang sangat kecil.
Ketiga keterbatasan tersebut akan mungkin ada, baik pada tingkat rendah atau tinggi, pada seluruh orang yang dipercaya organisasi. Sebagai konsekuensinya, penting bagi manajer untuk memiliki suatu system pengendalian internal yang kuat dan efektif; jika peluang untuk melakukan ketidakberesan (irregularities) ada. cepat atau lambat kesalahan dan ketidakberesan akan terjadi dan cost yang dikeluarkan akan signifikan. Lebih jauh lagi, tipe pengendalian yang digunakan harus tergantung pada pengetahuan atau asumsi tentang tipe perilaku menyimpang yang mungkin terjadi, dan bagaimana tipe pengendalian akan mempengaruhi perilaku para pihak yang terlibat.
2.3  Tipe-Tipe Pengendalian Internal
Banyak cara untuk mengklasifikasikan pengendalian intemal, misalnya pengklasifikasian yang tergantung pada tujuannya. Artinya, apakah pengendalian tersebut bertujuan untuk mencegah atau untuk mendeteksi perilaku yang tidak diinginkan. Pembedaan ini penting dilakukan karena ketika pengendalian yang mencegah terjadinya kesalahan dan ketidakberesan dapat dilakukan secara efektif, maka pengendalian ini sangat powerful karena tidak ada cost yang harus dikeluarkan akibat terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian internal dengan tipe pendeteksian berbeda dengan tipe pencegahan karena tipe pendeteksian terjadi setelah terjadinya perilaku. Karenanya tipe ini dapat efektif jika deteksi dilakukan secara tepat waktu dan jika hasilnya dapat mengkoreksi efek dari tindakan menyimpang. Hasil pengendalian internal dari tipe deteksi harus membuat individu tidak lagi berniat untuk melakukan tindakan serupa.
Cara lain untuk mengklasifikasikan pengendalian adalah dikaitkan dengan spesifikasi maksud atau tujuan pengendalian (specificity of intent). Beberapa pengendalian internal didisain untuk mencapai tujuan pengendalian yang spesifik. Bentuk ini disebut dengan pengendalian khusus/spesifik (specific controls) atau pengendalian primer dan pengendalian aplikasi pengendalian spesifik diterapkan pada proses transaksi dan dalam menangani aset yang berpotensi memunculkan terjadinya satu atau lebih tipe kesalahan atau ketidakberesan.
Tipe lain disebut dengan pengendalian umum (general controls), atau pengendalian sekunder sebagaimana diistilahkan oleh John Willingham dan Douglas Carmichael (1979), dan Gary Holstrum (1984). Pengendalian umum bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengendalian internal yang baik dan buruk, mendukung dan menjamin berfungsinya pengendalian spesifik pembedaan antara pengendalian umum dan spesifik menjadi penting karena auditor memeriksa pengendalian khusus pada seluruh tugas penting sebelum mereka menyatakan bahwa sistem pengendalian internal adalah efektif, kecuali pada kondisi yang tidak biasa.
Kedua cara pengklasifikasian pengendalian internal ini dapat dibentuk dalam matriks, sebagai berikut:
Purpose
Prevention           Detection
1
2
3
4

Specificity                                Specific
of Intent                                        
General


Sel 1: Spesifik/Pencegahen
1.      Pembatasan akses (baik secara fisik maupun administratif) pada area
2.      penyimpanan aset yang bernilai atau catatan yang sensitif. Pemisahan tugas, terutama untuk tugas-tugas yang sensitif.
3.      Validasi data sebelum dimasukkan.


Sel 2: Spesifik/Pendeteksian
1.      Rekonsiliasi penghitungan persediaan secara periodik dengan catatan persediaan
2.      Formulir bernomor urut tercetak (prenumbered forms)
3.      Rekonsiliasi jumlah dokumen yang ada di laporan dengan jumlah dokumen yang ada pada departemen asal.

Sel 3: Umum/Pencegahan
1.      Kebijakan perekrutan dan pelatihan secara efektif.
2.      Perencanaan organisasi secara efektif.
3.      Code of conduct.

Sel 4: Umum/Pendeteksian
1.      Supervise personal secara ketat.
2.      Penggunaan staf audit internal.
3.      Pembandingan laporan finansial secara periodik.
2.4 Situasi yang Mempengaruhi Pemilihan Tipe Pengendalian Internal
Pilihan atas pengendalian bergantung pada empat faktor yaitu:
1.      Tipe kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities) yang dihadapi. Hal ini akan beragam tergantung tipe aset yang dimiliki perusahaan dan tipe transaksi yang terjadi. Misainya risiko hilangnya persediaan bukan merupakan hal yang signifikan pada perusahaan jasa, yang memiliki persediaan dalam jumlah sedikit. Komputerisasi sistem akuntansi menyebabkan perubahan besar dalam jumlah dan tipe orang yang memiliki akses pada catatan keuangan, dan perubahan ini memunculkan risiko.
2.       Cost yang harus ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih kesalahan atau ketidakberesan, kontrol yang ketat harus dilakukan pada transaksi atau aset yang penting.
3.      Kecenderungan terjadinya masing-masing tipe kesalahan dan ketidakberesan. Hal ini akan beragam misalnya:
a.       Tipe orang dalam aktivitas dikontrol. Risiko terjadinya kesalahan pada orang yang terlatih baik dan berpengalaman lebih rendah daripada orang yang tidak berpengalaman.
b.      Tingkat kemudahan penjualan aset. Bisnis yang berhubungan dengan kas memiliki risiko yang tinggi.
c.       Kompleksitas aktivitas yang dikontrol. Proses yang sangat kompleks akan mengakibatkan kurangnya pemahaman pada sebagian orang yang mengerjakan aktivitas tersebut.
d.      Struktur organisasi. Sangatlah sulit bagi manajemen puncak untuk selalu memantau seluruh aktivitas pada organiasi yang sangat terdesentralisasi.
e.       Filosofi manajemen. Lingkungan kerja yang tertekan akan cenderung mendorong karyawan memanipulasi data untuk mencapai target. Hal ini juga akan memunculkan perilaku disfungsional seperti pencurian.
4.      Cost dan potensi efektivitas dari masing-masing tipe "pengendalian yang dapat digunakan. Seperti benda ekonomis lain, pengendalian internal dapat diimplementaskan bila potensi manfaatnya lebih besar dari pada cost-nya.
2.5  Permasalahan Dalam Pengendalian Internal
Kasus 1: Pencurian Persediaan
Pada akhir tahun fiskal 1982, auditor suatu perusahaan manufaktur penghasil kertas, melakukan penghitungan fisik atas persediaan di gudang. Pada salah satu gudang, hasil penghitungan fisik menunjukkan adanya kekurangan jumlah persediaan sebesar kira-kira $ 120,000 dibandingkan dengan catatan persediaan perusahaan yang menggunakan metode perpetual. Staf auditor internal perusahaan kemudian diminta untuk menginvestigasi hal tersebut. Auditor internal menyatakan bahwa hilangnya persediaan tampaknya karena pencurian dan mereka mendata personal yang diduga mencuri persediaan kertas. Kasus tersebut akhirnya terselesaikan ketika kepala bagian produksi mengaku setelah dikonfrontasikan dengan bukti. Dia mengakui bahwa dia mencuri persediaan dengan cara bekerjasama dengan salah seorang bagian truk yang mengangkut persediaan. Pencurian ini telah dilakukan bertahun-tahun, dan pada tahun 1982 dilakukan pada jumlah yang lebih besar karena meningkatnya kebutuhan financial para pencuri tersebut.
Solusi Untuk Contoh Kasus 1
Kasus pertama melibatkan pencurian persediaan. Pencegahan secara absolut dari tipe masalah ini tidak dapat dilakukan, kecuali akses terhadap persediaan harus dibatasi pada satu karyawan yang terpercaya. Perusahaan dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk meningkatkan kontrol atas persediaan:
1.      Kepala bagian produksi yang terlibat pencurian harus diganti oleh orang yang lebih terpercaya.
2.      Prosedur baru diperlukan untuk kepala bagian pengangkutan yaitu penghitungan kuantitas persediaan yang diangkut masing-masing truk dan penandatanganan dokumen pengangkutan yang mengindikasikan persetujuan antara kuantitas yang tercantum dalam dokumen dan penghitungannya. Prosedur ini didisain untuk menyediakan deteksi yang tepat bila terjadi perpindahan persediaan dari truk. Kepala bagian pengangkutan juga perlu diingatkan bahwa pengangkutan yang tidak diotorisasi tidak diperbolehkan.
3.      Penghitungan persediaan dijadwalkan lebih sering. Penghitungan persediaan yang penting perlu dijadwalkan lebih sering sehingga bila terjadi permasalahan dapat segera terdeteksi secepat  mungkin. Beberapa bentuk persediaan cukup dihitung secara tahunan, namun staf auditor internal perlu diberi instruksi untuk melakukan pemeriksaan mendadak untuk membandingkan penghitungan kuantitas fisik dengan catatan persediaan secara perpetual.
Kasus 2: Manipulasi Data
Pada tahun 1979, suatu perusahaan yang bangga atas pertumbuhan laba yang menaik terjadi konsisten selama sepuluh tahun, mengungkapkan bahwa para manajer pada beberapa divisi perusahaan telah berkonspirasi untuk mentransfer income antar beberapa tahun fiscal. Skema transfer income telah dimulai sejak 1974 ketika beberapa manajer berupaya mengurangi profit mereka untuk menghindar dari berlebihnya batas rasio gaji dan kontrol harga pada saat itu. Tetapi skema kemudian berlanjut setelah kontrol harga dan gaji berlalu karena manajer menyadari bahwa mereka dapat menabung profit dan menggunakan hal tersebut sebagai pelindung mereka yang dapat menjamin mereka mencapai target laba tahunan.
Para manajer melakukan transfer income tersebut yang totalnya mencapai jutaan dollar melalui sejumlah prosedur, antara lain:
1.      Melebihi pembayaran untuk vendor dan menerima potongan harga pada tahun depan.
2.      Meminta dan mempermahal faktur untuk jasa yang baru digunakan pada tahun yang akan dating.
3.      Memperendah nilai persediaan untuk mengantisipasi penurunan harga.
4.      Mengundur pengiriman dokumen
Tim investigator ekstemal menyimpulkan bahwa beberapa kondisi kerja tertentu di perusahaan turut memberi kontribusi pada muncul dan berlanjutnya praktik transfer income. Pertama, karena adanya kesenjangan komunikasi antara kantor pusat dengan divisi-divisi operasi. Perusahaan sangat terdesentralisasi dan yang penting adalah kepala divisi keuangan dan akuntansi bertanggung jawab langsung pada chief executive officer (CEO) perusahaan. Hal ini berarti hanya terjadi kontak yang relatif sedikit antara staf Keuangan di dalam divisi dengan kantor pusat. Faktor kedua adalah organisasi beroperasi atas dasar filosofi meritocratic; yaitu hanya orang-orang yang mencapai hasil yang diinginkan sajalah yang pantas mendapatkan reward. Tetapi kantor pusat kadang-kadang memberi perintah dan menyusun standar finansial tanpa mempertimbangkan apakah pencapaian target mungkin dilakukan. Hal ini seringkali menyebabkan manajemen operasi tertekan. Faktor ketiga adalah rencana insentif manajemen perusahaan. Perencanaan ini sangatlah baik, menjanjikan reward hingga 40 persen gaji, namun hanya menekankan pada hasil operasi jangka pendek (satu tahun). Ada juga ketentuan cutoff batas atas bahwa tidak ada bonus yang dibayarkan pada income tahunan yang lebih besar dari target yang telah ditetapkan. Investor merasa bahwa masing-masing faktor iai meningkatkan motivasi manajer untuk mentransfer income antar periode.
Solusi Untuk Contoh Kasus 2
Tahap-tahap yang ketat perlu diambil untuk menjamin bahwa permasalahan terhenti dan tak akan terjadi lagi. Beberapa tahap didisain untuk memperkuat system pengendalian internal, dan tahap lain didisain untuk memperbaiki lingkungan kerja untuk mengurangi motivasi manajer memanipulasi data. Tahap-tahap ini meliputi:
1.      Code of conduct perusahaan perlu direvisi dan diperkuat dan perlu ditekankan pada seluruh karyawan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini tidak akan ditolerir.
2.      Perekrutan pejabat baru dan pemberian tanggung jawab bagi seluruh fungsi diperusahaan terkait akuntansi keuangan, pengendalian dan pelaporan ekstemal.
3.      Seluruh kebijakan, praktik, prosedur dan pengendalian yang ada dievaluasi untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan yang ada (dalam kasus ini adalah Foreign Corrupt Practices Act) dan praktik bisnis yang baik. Langkah selanjutnya perlu diambil bila ditemukan defisiensi.
4.      Manual kebijakan akuntansi perlu disusun sebagai alat untuk membentuk, mendokumentasikan, dan memperbaharui keseragaman kebijakan dan prosedur akuntansi. Manual ini termasuk keseragaman deskripsi akun, kebijakan akuntansi yang mendefinisikan kriteria waktu, penilaian dan pencatatan akuntansi; daftar format dan waktu pengungkapan informasi finansial yang ditentukan peraturan; kebijakan tentang standar minimum. prosedur dan sistem akuntansi; dan daftar batas otoritas personal dalam transaksi yang telah diotorisasi. Manual ini bertujuan untuk menjamin bahwa seluruh divisi memiliki sistem akuntansi yang memenuhi paling tidak standar minimum, dan para pengguna laporan keuangan memahami karakteristik data yang disajikan.
5.      Program yang sedang berjalan ditujukan untuk memonitor kepatuhan pada kebijakan dan prosedur, dan untuk menjamin bahwa kebijakan dan prosedur tersebut efektif sepanjang waktu.
6.      Disusun kebijakan baru yang mendorong perpindahan personal antara departemen keuangan pada kantor pusat dan divisi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontak personal antara dua kelompok ini dan mengurangi kesenjangan komunikasi.
7.      Fungsi auditor internal perusahaan diperkuat, dan garis laporan diubah sehingga fungsi ini bertanggung jawab langsung pada komite audit.
8.      Review terhadap perencanaan insentif manajemen perlu dilakukan untuk menentukan bagaimana memberlakukan insentif sambil mengurangi motivasi untuk praktik transfer income. Beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan antara lain pemberian award berdasarkan kinerja korporat (bukan divisi), kinerja jangka panjang, atau kinerja diukur dalam indikator nonfinansial.
BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
      Pengendalian internal merupakan suatu perencanaan organisasi, prosedur, dan pencatatan yang dilakukan untuk mengamankan aset perusahaan (organisasi) agar tidak terjadi kesalahan dalam melaporkan aset tersebut untuk memperoleh keyakinan yang memadai dalam memberikan laporan perusahaan dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan tertib dan efisien. Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengendalian internal, ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam pengendalian internal, yaitu lingkungan pengendalian, prosedur pengendalian, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Adapun manfaat yang diperoleh dari pengendalian internalini adalah pertama, untuk mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau tidak dilakukannya suatu perilaku yang diinginkan, dan kedua mengurangi biaya akibat terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku yang tidak dilakukan. Adapun tipe-tipe dari pengendalian internal dapat diklasifikasikan dengan tipe pendeteksian, pencegahan, dan tipe pengendalian umum atau tipe pengendalian sekunder. Situasi yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal meliputi, tipe kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities) yang dihadapi, cost yang harus ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih kesalahan atau ketidakberesan, kontrol yang ketat harus dilakukan pada transaksi atau aset yang penting, penghitungan persediaan dijadwalkan lebih sering, dan cost dan potensi efektivitas dari masing-masing tipe "pengendalian yang dapat digunakan.



DAFTAR PUSTAKA

Pertanyaan:
1.      Terkadang perusahaan hampir berada di tingkat ketiadaan pengendalian, di mana hal tersebut dinilai bahwa adanya kekurangan pengendalian. Bagaimana bisa terjadi kekurangan pengendalian di dalam suatu perusahaan?
2.      Jelaskan presepsi menurut anda apa itu pengertian lingkungan internal dan sebutkan tujuan analisis lingkungan internal!
3.      Jelaskan perbedaan tipe pengendalian pendeteksian dengan tipe pengendalian pencegahan, beserta contoh nya!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar