Kamis, 10 November 2016

“Pola Perilaku Auditor”



Tugas Terstruktur:                                                                   Dosen Pengampu:
Akuntansi Keperilakuan dan Org                                           Andi Irfan, SE, M. Sc

“Pola Perilaku Auditor”

Disusun Oleh:

ADELIA

11373201051

JURUSAN AKUNTANSI/ VI/C
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami sampaikan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan ridho-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi.Makalah ini membahas kajian tentangPola Perilaku Auditor.
Selanjutnya, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan pengajaran dan arahan yang telah diberikan oleh Bapak Andi Irfan, SE., M.Sc. sebagai dosen pembimbing dalam mata kuliah ini, serta kepada teman-teman yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa penulisan pada makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Namun, dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan guna memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya dalam bidang Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi.Dan kami juga sangat mengharapkan kritikan dan masukannya demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih

Tim Penyusun

Pekanbaru, 18 Mei 2016



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Auditing merupakan suatu proses sistimatis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditor atau orang yang mengaudit harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti tersebut. Auditor juga harus memiliki sikap mental yang independen. Kompetensi orang-orang yang melaksanakan audit tidak akan ada nilainya jika mereka tidak independen dalam menumpulkan dan mengevaluasi bukti. Auditor mempunyai tanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh tingkat keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan yang diaudit telah bebas dari kesalahan penyajian yang material, baik disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Dalam SAS 1 (AU230) menyatakan tentang skeptisme profesional merupakan sikap yang penuh dengan pertanyaan di benak serta sikap penilaian kritis atas setiap bukti audit yang diperoleh. Auditor tidak boleh mengasumsikan manajemen tidak jujur, tetapi kemungkinan mereka tidak jujur harus tetap dipertimbangkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang auditor mempunyai batasan-batasan dalam proses audit. Auditor mempunyai tanggungjawab dan tujuan, dengan begitu proses audit berjalan dengan baik dan sesuai aturan atau standar auditing yang ada. Auditor perlu memiliki pola perilaku yang sesuai dengan profesinya karena seorang auditor juga manusia yang tidak mungkin terbebas dari kesalahan, yang mana profesinya mengharuskan ia mencari kesalahan penyajian pada laporan yang dibuat oleh manusia di dalam suatu organisasi misalnya, jika ada.
Dalam makalah ini akan membahas beberapa “Pola Perilaku Auditor” juga sifat auditing, cakupan auditing, stereotip auditor, aspek perilaku auditing, dan hubungan interpersonal auditor.

A.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan auditing?
2.      Bagaimana aspek perilaku dari auditing dan juga pola perilaku auditor?

B.       Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui maksud dari auditing.
2.    Untuk mengetahui bagaimana aspek perilaku dari auditing dan juga pola perilaku auditor.









BAB II
PEMBAHASAN
Pola Perilaku Auditor
Auditor menunjukkan sebagian besar perilaku manusia, tetapi sifat audit menimbulkan beberapa masalah perilaku unik.Sebelum ini dapat dipelajari secara efektif untuk meninjau sifat audit.
AUDITING DAN AUDITOR
Sifat Audit
Audit berasal dari bahasa latin yaitu audire yang artinya mendengar. Sedangkan menurut istilah artinya memeriksa bukti berdasarkan pada penilaiannya. Sedangkan hakikat dari audit adalah proses pembuktian oleh orang independen (impersial) terhadap suatu asersi manajemen dengan menggunakan judgment (pertimbangan) dan bukti yang membuktikan (avidential matter). Pengauditan adalah suatu kegiatan yang penting. Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara sukarela melakukan audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan. Audit dilakukan oleh auditor yang jati dirinya ialah manusia bukan robot.
CAKUPAN AUDIT
Audit adalah kegiatan yang dapat meresap.Dimana hal ini terjadi kepada kita yaitu dari lahir sampai mati, kita masing-masing mengalami lingkup audit. Di ilustrasikan sebagai berikut yaitu rumah sakit tempat kita dilahirkan mengalami audit konstan. Dimana data waktu kelahiran dan tempat, jenis kelamin kelahiran kita, pengukuran, keturunan, dokter yang hadir, dan data lainnya untuk dimasukkan dalam catatan permanen.Tidak hanya dirumah sakit tetapi ditempat-tempat lain juga.Sejumlah badan-badan pemerintah daerah mengkaji rumah sakit untuk memastikan bahwa dokumen tersebut apakah telah sesuai dengan aturan; untuk menjamin kepatuhan institusi dengan peraturan yang berlaku; dan auditor pemerintah menentukan apakah pembayaran pemerintah dari program subsidi, seperti bantuan kesehatan, memenuhi persyaratan hukum.
Auditing menjangkau setiap institusi dan organisasi. Unit pemerintah diaudit untuk menciptakan akuntabilitas dana publik dan kepatuhan pada undang-udang peraturan dan ketentuan administrasif. Perusahaan investasi bank danlembaga keuangan maupun institusi lainnya mengalami pemeriksaan (audit) rutin ataskepatuhan dan tujuan substantif.Karyawan diaudit untuk kepatuhan dengan aturan, pajak, gaji, presensi, absensi, pengunduran diri dan lain-lain.Pelatihan untuk karyawan, turnover karyawan, ketidakmampuan, kompensasi kerja, pembiayaan rencana pensiun, dan jaminan asuransi direview oleh auditor.Pencatatan dan aktivitas diuji untuk dikonfirmasikan dengan standar kesehatan dan keselamatan, batasan gaji minimal dan peraturan kerja lainnya.Tim akuntan publik menggali ke dalam semua segi operasi bisnis untuk mengetahui kesehatan keuangan suatu perusahaan.
Hidup pribadi kita secara konstan diaudit, misalnya saat mencari kerja, mendaftar sekolah, meminjam uang, bahkan ketika kita mati. Kebiasaan khusus, selera, dan bahkan opini kita dibuka, diuji secara detail, dan digunakan sebagai dasar sebuah laporan. Banyak audit yang dilakukan secara terbuka dan reviewnyadiketahui, tetapi,banyak juga audit yang dilakukan secara tersembunyi, sehingga kita tidak waspada bahwa kita sedang diaudit.
Audit adalah fakta hidup. Audit mencakup seluruh aktivitas publik dan privat dari seseorang maupun organisasi, dari buaian hingga liang lahat. Tidak ada yang luput.
Menurut siegel dan Marconi (1989) seharusnya auditor terlepas dari faktor-faktor personalitas dalam melakukan audit. Personalitas akan bisa menyebabkan kegagalan audit, sekaligus membawa resiko yang tinggi bagi auditor. Ada 2 tipe keprilakuan yang dihadapi oleh auditor:
1.      Auditor dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit.
2.      Auditor harus menyelaraskan dan sinergi dalam Pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses review didalamnya.
Stereotip Auditor
Audit dilaksanakan oleh auditor yang notabene adalah manusia, bukan robot.Auditor adalah manusia dengan segala kemampuan emosi dan karakter yang dimiliki.Orang sering salah paham mengenai auditor. Karakter auditor yang menusuk digambarkan oleh Elbert Hubbard, filsuf pada awal abad ke-20 sebagai berikut:
“Ciri khas auditor adalah laki-laki setengah bayajeli, intelijen, cerdas, dingin, pasif, non-committal; dangan mats seperti ikan kod, sopan dalam berinteraksi, tapi kadang kala tidak responsif, dingin; tenang dan terlalu sabar seperti tonggak beton atau gips kapur; manusia bersifat seperti batu, berhati seperti tonggak kapal, tanpa pesona, tanpa isi perut, hasrat, atau rasa humor. Untungnya mereka tidak pemah bereproduksi dan pada akhirnya semuanya pergi ke neraka.”

Pendapat Elbert Hubbard merupakan persepsi umum mengenai auditor dan menganggap proses auditing sebagai cerminan dari karakter tersebut. Auditor akan dihubungkan dengan persepsi kesempurnaan dan keadaan tak dapat berbuat kesalahan.
William Andrew Patton, Bapak Akuntansi Modem Amerika, menyimpulkan auditing terkait dengan kepastian, kemampuan untuk menghitung dan membuat peryataan apakah akun-akun yang disajikan akurat atau tidak akurat, apakah prosedur yang telah ditetapkan, yang dalamsesuai atau tidakdengan prinsip dan pelaksanaan auditnya tanpa ada suatu kesalahan yang berarti dan selalu membuat kesimpulan yang benar. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami public sering menilai auditor dari audit yang dilakukan. Jika auditing 100% akurat, maka dapat disimpulkan bahwa secara personal individu yang melakukan audit juga sempurna.
Akan tetapi tidak semua audit yang dilakukan tersebut sempurna, bisa jadi jauh dari akurat, kepatuhannya kepada GAAP menyimpang dari realitas ekonomi, dan proses pelaksanaannya tidak lengkap. Begitupun dengan auditor.Auditor tidak ada yang sempurna seperti manusia lainnya, mereka juga memiliki psikologis yang terkadang memainkan peran dalam pengambilan suatu kesimpulan sehingga mereka tidak memperkirakan konsekuensi yang mungkin timbul.

Aspek Perilaku Dari Auditing
Lingkup Auditing
Dalam pembahasan ini terdapat 2 tipe dasar audit akuntansi audit eksternal atau audit keuangan independen dan sebaliknya ialah audit internal atau auditoperasional. Lingkup dari audit keuangan biasanya terfokus pada asersi tentang "kewajaran" dari laporan keuangan. Untuk itu dibutuhkan kemampuan, pelatihan pendidikan, pengalamandan juga pertimbangan yang matang. Pada pembahasanini akan difokuskan padasiapa yang mengerjakan audit (biasanya akuntan public bersertifikat).
Terdapat perbedaan kecil antara akuntan publik bersertifikat, dan bukan akuntan public bersertifikat, karena masyarakat biasanya mengidentifikasi akuntanpublik bersertifikat dalam konteks kualitasnya. Pada pembahasan kali ini akan lebih berfokus pada perilaku auditor dibandingkan dengan proses perkerjaannya, serta menggunaken akuntan publik bersertifikat dan auditing sebagai kerangka referensinya.

Eliminasi Faktor Personalitas
Kita harus mengeliminasi faktor personalitas dari pertimbangkan kita mengenai generalisasi perilaku auditor, karena hal ini berada di luar lingkungan audit.Personalitas/kepribadian dapat berhubungan erat dengan kesalahan seorang auditor.Banyak alasan yang mempengaruhi ketidaksesuaian auditor.Namun demikian, satu hal yang jelas adalah hampir tidak ada kesalahan auditor terkait profesinya disebabkan oleh kurangnya kompetensi di dalam melakukan pekerjaanaudit. Ada 5 mendasarinya yaitu:
1.      Dewasa ini auditor pemula telah disiapkan secara baik secara akademis (lulusan bukan dari universitas biasanya tidak dapat memasuki profesi ini).
2.      Intensifnya penyaringan ketika melamar pekerjaan dan berbagai wawancara akan menyebabkan auditor yang baru bekerja merupakan bagian dari kelompok yang sangat terpilih.
3.      Auditor baru secara ekstensif mendapat pelatihan lagi dari kantomya.
4.      Auditor junior disupervisi secara ketat dan jarang ditempatkan pada situasi yang beresiko tinggi baik untuk pekerjaan auditnya atau kantor akuntan publiknya karena kurangnya kompetensi. Pengalaman sangat berpengaruh pada kematangan seorang auditor.
5.      Berlawanan dengan profesi lain yang terkait dengan masyarakat, tidak terIalu banyak pembuatan keputusan yang dilibatkan dalam auditing. Seorang auditor mungkin merasa pekerjaannya tidak menarik, membosankan, menjadi rutinitas. Hal ini tidak bermaksud untuk mengecilkan pengajaran akuntansi.

Dua Situasi yang Mempengaruhl Perilaku Auditor
Ada dua tipe situasi terkaitdengan perilaku yang memunculkan dilema  bagi auditor yaitu:
a.       Auditor dipengaruhi secara mendalam sering kali diluar sadarnya oleh persepsinya tentang lingkungan audit padasuatu saat (yang selalu berubah)dan dipengaruhi oleh opininya tentang orang-orang yang terlibat.
b.      Auditorsecarakonstan harus menata diri mereka sendiri terkait dengan banyaknya relasi interpersonal, misalnya relasi dengan kolega, dengan bawahan atau atasan, dan dengan klien.Dalam hal ini beberapa akanoverlap, dan yang lairnya akan sangat independen.
Pengaruh audit-Dampak pada Auditee 
Secara umum disimpulkan bahwa auditor mempunyai dampak pada perilaku audit.Perilaku berubah menjadi seperti apa yang diinginkan auditor. Pada area lain, akuntan menyatakan bahwa laporan audit merekaberpengaruh besar pada perilaku pembaca laporan keuangan seperti investor dan kreditor. Bukti ini tidak lengkap karena riset dewasa ini menunjukkan bahwalaporan audit hanya berpengaruh kecil. Bagaimana mereka akan bereaksiseringkali tidak dapat diprediksikan. Ringkasnya tampak bahwa auditing memilikibeberapa dampak pada perilaku audit, namun sedikit sekali jika ada pengaruhnyapada pihak eksternal organisasi yang diaudit.

Persepsi dan perilaku Auditor
Penilaian auditor tergantung pada persepsi dari sebuah situasi. Penghakiman, yang landasan profesional adalah produk dari beberapa faktor dari pendidikan, budaya dan sebagainya, tetapi unsur yang paling signifikan dan mengendalikan tampaknya pengalaman – rasa auditor dari ingatan setelah sebelumnya ditangani berhasil dengan situasi yang sama.
Judgment auditor sangat bergantung pada persepsi dari suatu situasi.Judgment yang merupakan bagian penting dari profesional, merupakan hasil dari berbagai faktor seperti pendidikan, budaya dan lainnya. Tetapi elemen yang paling signifikan dan mengontrolnya tampaknya adalah pengalaman sense auditor untuk kembali mengambarkan keputusan yang sebelumnya telah diambil dengan sukses pada situasi yang sama. Judgmentadalah perilaku yang paling berpengaruh oleh persepsi situasi.Faktor yang berpengaruh adalah materialitas dan keyakinan.

1.      Materialitas
Materialitas dalam audit mengacu pada apa yang penting, signifikan, atau utama, namun konsep tidak memiliki aturan untuk pengukurannya. Hal ini membuktikan sejumlah besar penelitian telah dikhususkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian auditor diduga materialitas. Penelitian ini difokuskan pada dua bidang luas: (1) apa yang mempengaruhi tingkat materialitas memiliki pada penilaian akhir dari apa yang material dan apa yang tidak dan (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saling terkait, bagaimana dan sampai sejauh mana pengaruh materialitas pada auditor perilaku diperkuat atau melemah? Penelitian telah menghasilkan beberapa kesimpulan umum.
Kesimpulan umum adalah bahwa perilaku auditor biasanya akan tergantung pada kesediaan auditor untuk menerima resiko yang salah pada masalah materialitas. Untuk sebagian besar, ini tergantung pada hasil masa lalu. Penelitian lain mencapai kesimpulan yang agak berbeda karena mereka mendekati masalah materialitas dengan ujung yang berbeda dalam pandangan. Umumnya, kekhawatiran itu lebih dengan proses pengambilan keputusan auditor dibandingkan dengan faktor-faktor tertentu.
Beberapa menyerang isu materialitas seolah-olah itu berbaring disebuah ordinal daripada skala nominal dan mengukur hasil secara bersama-yaitu, menangani skala dan hal-hal structural secara bersamaan. Yang lain mencari solusi dengan mengukur ambang penilaian atau, dalam beberapa kasus, dengan mendirikan minimum-maksimal. Cenderung menghasilkan pandangan consensus mengenai tindakan audit yang tepat. Pada gilirannya, ia berpendapat, hal ini harus mengarah pada auditor homogenitas pemikiran dan karenanya, setidaknya dalam organisasi audit.
Mungkin kita dapat memprediksi perilaku actual dengan jaminan, namun studi menunjukkan bahwa kita mungkin dapat menghindari tindakan auditor yang tidak diinginkan. Menurut pendapat kami, jika memang demikian, ini akan membuktikan lebih berguna daripada mengetahui cara yang tidak diinginkan auditor mungkin berperilaku. Sebuah kemampuan meniadakan tindakan yang tidak diinginkan dapat menumbuhkan control untuk paraprase pepatah tua : satu ons kemampuan pencegahan bernilai satu ton prediksi tak terkendali.
Dua unsur yang cukup membantu dalam hal ini: (1) komunikasi antara auditor mengenai pekerjaan yang harus dilakukan dan (2) mengurangi, sebanyak mungkin, kecendrungan auditor terhadap pekerjaan audit yang diperlukan pendek memotong melalui rasionalisasi yang tidak pantas. Sebagai contoh, jika alokasi waktu audit terlalu ketat, auditor dapat mengimbangi dengan rasionalisasi persepsi mereka mengenai masalah audit dengan mengubah penilaian mereka tentang apa yang harus dilakukan atau berapa banyak yang harus dilakukan untuk merugikan audit.Pertimbangan ini akan, menjadi jelas seperti yang kita beralih ke masalah persepsi auditor yang kita disebut sebagai pendapat (untuk alasan yang akan segera menjadi jelas)
2.      The Faith Syndrom
Satu persepsi kondisi yang dapat mengarah pada berubahnya perilaku auditor yaitu halo effect, efek yang positif tapi terkadang merupakan persepsi yang keliru tentang orang lain. Dalam auditing halo effect terjadi saat auditor memiliki banyak persepsi dan mengarah pada keyakinan bahwa kondisi audit tertentu, yang mungkin jadi bukan kasus yang sesungguhnya terjadi.
Mari kita beramsumsi bahwa auditor menyimpulkan bahwa sistem klien pengendalian internal yang kuat dank arena itu dapat diandalkan. Dengan demikian, prosedur auditor dan pengujian tidak perlu seluas akan diperlukan jika pengendalian internal yang lemah. Namun auditor mungkin tidak memiliki pengalaman tangan pertama yang sebenarnya dengan sistem pengendalian intern klien dan dengan demikian tidak ada dasar untuk kesimpulan dari kekuatan atau kelemahan; persepsi auditor sistem kelayakan mungkin didasarkan pada audit sebelumnya kesimpulan audit mungkin berdasarkan yang melakukan pekerjaan audit sebelumnya.
Jika auditor memiliki keyakinan pada orang-orang, efek halo diterapkan kepada mereka dan pekerjaan mereka.Status saat ini menjadi sangat dipengaruhi oleh iman auditor dalam satu atau lebih sesama auditor. Tanggapan ini tampaknya terutama berlaku audit yang dilakukan dibawah kendala waktu yang ketat. Persepsi kegiatan sebelum cenderung mempengaruhi penilaian audit yang saat ini, tetapi tingkat pengaruh tidak diketahui.



HUBUNGAN INTERPERSONAL AUDITOR
Hal ini tidak mungkin untuk memprediksi perilaku audit yang timbul dari persepsi lingkungan. Kita juga tidak bisa memprediksi perilaku yang muncul dari job’relationships antarpribadi auditor, apakah dengan auditor lain atau dengan personil klien. Tapi dalam kasus terakhir hubungan interpersonal, mungkin dikontrol.Lebih penting lagi, seperti yang kita lihat, dapat dikendalikan sendiri dengan kesadaran penuh dan rasional.
Orang mungkin menduga dari pernyataan ini bahwa kita akan mengusulkan bahwa auditor memiliki seorang psikiater pada setiap penugasan audit. Hal ini mungkin dapat membantu, tetapi biaya akan menjadi penghalang. Tidak hanya itu praktis, tapi psikiater profesional dan psikolog memiliki sedikit lebih sukses dalam memprediksi perilaku auditor tertentu dari orang lain. Jelas, hal ini yang diperlukan.
Kami yakin bahwa pemahaman diri adalah faktor yang dibutuhkan.Jika auditor bisa tahu diri dan latihan rasional pengendalian diri dari respons mereka, banyak masalah yang tampaknya tak teratasi prediksi handal perilaku lenyap.Jika respon auditor tak terduga dan tidak diinginkan dapat dihindari dengan komunikasi, perencanaan, dan auditor pemahaman diri, tetap hanya untuk membantu auditor membantu diri mereka sendiri secara sistematis.
Beberapa jalan yang tersedia bagi individu untuk analisis diri dan self-help. Kami akan membatasi diskusi kita ke dua metodologi. Salah satunya adalah diadopsi dari psikiatri, yang akan memasok landasan teoritis, dan yang lainnya, didirikan pada yang dasar teoritis, berikut program psikolog dikembangkan. Mari kita mulai dengan teknik kejiwaan dipopulerkan oleh Eric Berne.
Beberapa cara tersedia bagi individu untuk self-analysis dan self-help. Namun di sini hanya dibatasi 2 metode, yang satu diadaptasi dari psikiatri yang menyediakan dasar teoritis, dan yang satu lagi mengikuti program yang dibentuk oleh psikolog.
1. Transactional Analysis
Analisis transaksional merupakan terapi kelompok, yang tidak ditujukan untuk self-applied. Dila diterapkan pada diri sendiri mungkin hanya sedikit nilai praktiknya bagi pengendalien diri auditor, tapi konsepnva dapat diterapkan pada program terapi individual.Analisis transaksional ditemukan oleh Eric Beme.Dia mensitentesiskan temuan Wilder Penfield dan Harry Stack Sullivan. Kontribusi Penfield yang signifikanadalah temuan bahwa rincian kejadian masa lalu dan emosi yang menyertainya secara tak terpisah terekam dalam otak yang satu tidak diingat tanpa yang lain berkontribusi pada gagasan tentang hubungan interpersonal, yang iasebut sebagai transaksi.
Orang-orang melihat transaksi hubungan interpersonal dan emosi yang menyertainya sebagai penilaian refleksi persepsi tentang suatu kejadian dan perasaan yang berkaitan.Persepsi seseorang tentang kejadian dan emosi mungkin menyimpang dan menyebabkan sakit syaraf.Berne, yang menghubungkan pekerjaan Penfield dan Sullivan, menunjukkan bahwa karena rincian persepsi juga membebani secara emosional, maka masalah dapat diperlakukan sebagai suatu terapi jika seluruh elemen suatu transaksi diperjelas dan diuji secara rasional.Berne melihat kelompok sebagai suatu elemen yang dibutuhkan untuk membuat hal ini dapat terlaksana.Hanya melalui membagi ketelibatan transaksi yang relevan dapat diidentifikasi dan mereka membaurkan analisis, perintah dantemuan.
Namun sebelumnya orang yang tergabung dalam kelompok membutuhkan dua komponen agar kelompok terapi menjadi efektif.Hal  pertama yang dibutuhkan adalah menyederhanakan bahasa bahasa psikiatri mempermudah jagoan-jagoan profesional yang kompleks danmembuatnya bisa dipahami oleh semua. Hal yang kedua dibutuhkan adalah  lebih signifikan.
Bagi Berne kelompok terapi adalah suatu bentuk intraksi yang melibatkan permainan peran.Untuk memfasilitasi hal ini, peran-peran tersebut perlu diidentifikasi dengan baik dan dipahami oleh seluruh anggota kelompok.Berne menemukan bahwa halini membantu menghubungkan transaksi atas tiga peran mendasaranak-anak,orang tua, dan orang dewasa.Hal ini memberikan pedoman bagi sesi terapikelompok. Pendekatan analisis transaksional berperan dalam memecahkan masalahperilaku, namun perlu ditekankan bahwa Pendekatan ini membutuhkanproseskelompok Hal ini secara praktik merupakan kelemahan bagi penugasan audit yang dibutuhkan adalah self-analysis yang efektif bagi fungsi auditor
sebagai seorang individu.
2. Rational-Emotive Therapy 
Pendekatan ini merupakan salah satu alat analisis yang ditemukan olehpsikolog Albert Ellis. Ada 4 alasan utama yang mendasari mengapa RET lebihcenderung dapat diterapkan, yaitu:
a.       RET dirancang untuk self-applied. Setelah mengetahui secara singkatsistem ini, tidak diperlukan lagi terapi eksternal. Hal ini tidak sajaberartiakan lebih murahdibanding teknik terapi lain, namun juga dapat diterapkanuntuk sesi pelatihan internal yang diaplikasikan bagi individu.
b.      RET berorientasi pada pekerjaan dantidak memakai bahasa yang sulitdipahami
c.       RET merupakan 1 dari beberapa teknik terapi yang berada di bawahnaungan para psikolog dan psikiatris
d.      Auditor bangga dengan pekerjaannya yang menggunakan logika danrasionalitas. Dan karena pada dasarnya RET merupakan teknik analisisdengan menggunakan rasio, maka keduanya dianggap mempunyaikecocokan.
Menurut Goleman (2007) untuk menjadi auditor yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan menjunjung tinggi etika profesinya, kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20%, sedangkan 80% dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kecerdasan yang lain, salah satunya adalah kecerdasan emosional.
Lima komponen untuk membentuk kecerdasan emosional seorang auditor adalah :
1.      Mengenali emosi diri
2.      Mengelola emosi
3.      Memotivasi diri sendiri
4.      Mengenali emosi orang lain
5.      Membina hubungan dengan orang lain
SKEMA RET
Untuk mengatasi keperilakuan sebagai upaya meningkatkan kualitas pertimbangan, Shannon dan steven dalam siegel dan Marconi (1989) mengusulkan suatu terapi apa yang disebut dengan rational emotive therapy (RET)
Tujuan RET adalah untuk mencapai suatu keadaan emosional dari netralitas untuk menghilangkan sebanyak mungkin perasaan negative yang tidak diinginkan.Ini bertumpu pada gagasan bahwa seseorang mungkin bisa lebih dekat untuk memecahkan masalah dalam suasana pemikiran yang dibandingkan ketika seseorang mendekati suatu permasalahan dalam keadaan marah, gelisah, atau depresi.
RET menekankan urutan: (1) sebuah pemicu terjadi peristiwa atau kejadian, (2) pemikiran atas peristiwa tersebut; dan (3) perasaan tentang hasil dari peristiwa. Seringkali, saat kita dewasa, proses berpikir dianaikan, dan kita bereaksi secara emosional hampir secara otomatis. Misalnya, jika seseorang “membuntutin” Anda dalam lalu lintas atau memotong didepan Anda sejalan, kemarahan dapat mengakibatkan tanpa pikiran sadar.Ini, contoh mungkin tidak membangkitkan Anda tetapi ada banyak peristiwa yang mengiritasi. RET berusaha pertama yang memiliki Anda mempertimbangkan dengan hati-hati pikiran Anda tentang kejadian apa pikiran menciptakan apa yang emosi. Selanjutnya, pikiran dievaluasi dengan menanyakan diri sendiri:
1.      Apakah pemikiran kita didasarkan pda fakta yang obyektif dan bukan didasarkan pada opini subjektif? FAKTA?
2.      Jika tindakan diambil, apakah hal itu akan menghasilkan tercapainyatujuan kita lebih cepat? TUJUAN?
3.      Jika tindakan diambil, apakah hal itu mencegah terjadiinya konflik yangtidak diinginkan dengan pihak lain? KONFLIK?
4.      Jika tindakan diambil, apakah hal itu akan membantu pada perlindungandiri sendiri? PERLINDUNGAN DIRI?
5.      Apakah tindakan itu mewyebabkan perasaan saya, menjadi lebihbaik?PERASAAN YANG DIINGINKAN?
Setelah evaluasi ini selesai, perasaan seseorang tentang suatu kejadian akan netral, tidak lagi memiliki perasaan negatif.RET menghubungkan suatu kejadian dengan emosi yang menyertainya dengan tujuan mengubah emosi yang mungkin bersifat destruktif menjadiemosi yang netral. Ketika netralitas terjadi, kejadian dan respon terhadap suatu transaksidapat diperlakukan secara rasional.Setelah pelatihan, proses ini dapat dilakukan oleh individu tanpa bantuan atau kehadiran fisik seorang terapis.Kita mungkin menganggap RET sangat sederhana dan mudah diterapkan. Namun untuk penerapan awal hal ini membutuhkan bimbingan dan perlu banyak.
Praktik sebelum hal ini menunjukkan potensi optimalnya. Agar dapat efektif secara optimal RET perlu diulang-ulang, sehingga proses analitis dan responnya menjadi lebih otomatis. Dengan RET tidak berarti bahwa hasilnya selalu positif baik bagi auditor, kantor akuntan publiknya maupun bagi kliennya. Meski demikian RET sangat menekankan pada pengendalian diri sesuatu yang dibutuhkan oleh auditor sebagai profesional. Auditor adalah manusia dengansegala emosinya. Sebagai manusia, auditor adalah subjek dari kelemahan, namun ada alasan mengapa dapat percaya bahwa hasil yang baik dapat diperoleh dari diterapkannya RET secara hati-hati oleh auditor yang Kompeten agar dapat menghindar dari hasil yang tidak diinginkan.
FENOMENA KELOMPOK DALAM PENGAUDITAN
Dalam lingkungan kompetitif, kantor akuntan public (KAP) harus secara teratur memonitoring praktik-praktik terbaik yang menjamin profesionalisme karyawan secara efektif dan efisien. Ivancevich dan mattesson (2002) menyebutkan yang dimaksud dengan kelompok adalah 2 orang atau lebih berinteraksi mencapai suatu tujuan tertentu. Ada 2 tipe kelompok yaitu:
  1. Kelompok formal terdiri dari perintah, tugas, dan tim.
  2. Kelompok non formal terdiri dari kelompok kepentingan dan pertemanan.
Dalam konteks pengambilan keputusan, kelompok biasanya memerlukan waktu lebih panjang. Akan tetapi dengan adanya individu yang spesialis dan ahli maka ini akan memberikan manfaat dalam membuat keputusan yang lebih baik. Ivancevich dan mettosson (2002) juga mengatakan untuk mencapai hasil yang terbaik maka anggota kelompok harus mengembangkan kreativitas sebagai suatu proses dialogis, yaitu anggota kelompok menghasilkan cerita atau ide-ide yang berguna untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Beberapa studi juga menemukan bahwa kelompok lebih baik dari individu dalam hal mengidentifikasi potensi terjadinya kesalahan dalam laporan keuangan tetapi tidak lebih baik ketika mengevaluasi kesalahan itu sendiri. Beberapa tugas audit yang membutuhkan proses keputusan kelompok adalah:
  1. Mengidentifikasi resiko intern, resiko kecurangan, dan faktor-faktor resiko pengendalian selama mengembangkan perencanaan audit.
  2. Mengidentifikasi isu-isu going concern (keberlangsungan) perusahaan,
  3. Mengidentifikasi isu-isu yang relevan dalam memilih bentuk-bentuk yang tep[at dari opini audit.
  4. Mengidentifikasi isu-isu yang relevan dengan catatan atas laporan keuangan.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Auditor menunjukkan sebagian besar perilaku manusia, tetapi sifat audit menimbulkan beberapa masalah perilaku unik.Audit berasal dari bahasa latin yaitu audire yang artinya mendengar. Sedangkan menurut istilah artinya memeriksa bukti berdasarkan pada penilaiannya. Sedangkan hakikat dari audit adalah proses pembuktian oleh orang independen (impersial) terhadap suatu asersi manajemen dengan menggunakan judgment (pertimbangan) dan bukti yang membuktikan (avidential matter).
Ada 2 tipe keprilakuan yang dihadapi oleh auditor, yaitu auditor dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit, dan auditor harus menyelaraskan dan sinergi dalam Pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses.
Dalam pembahasan ini terdapat 2 tipe dasar audit akuntansi audit eksternal atau audit keuangan independen dan sebaliknya ialah audit internal atau auditoperasional. Lingkup dari audit keuangan biasanya terfokus pada asersi tentang "kewajaran" dari laporan keuangan. Ada dua tipe situasi terkaitdengan perilaku yang memunculkan dilema  bagi auditor, yaitu auditor dipengaruhi secara mendalam sering kali diluar sadarnya oleh persepsinya tentang lingkungan audit pada suatu saat (yang selalu berubah) dan dipengaruhi oleh opininya tentang orang-orang yang terlibat, auditorsecarakonstan harus menata diri mereka sendiri terkait dengan banyaknya relasi interpersonal, misalnya relasi dengan kolega, dengan bawahan atau atasan, dan dengan klien.
Penilaian auditor tergantung pada persepsi dari sebuah situasi.Judgmentadalah perilaku yang paling berpengaruh oleh persepsi situasi.Faktor yang berpengaruh adalah materialitas dan keyakinan.Beberapa caratersedia bagi individu untuk self-analysis dan self-help (hubungan interpersonal auditor). Namun di sini hanya dibatasi 2 metode, yang satu diadaptasi dari psikiatri yang menyediakan dasar teoritis, dan yang satu lagi mengikuti program yang dibentuk oleh psikolog, yaitu transactional analysis dan rational emotve therapy.
Dalam lingkungan kompetitif, kantor akuntan public (KAP) harus secara teratur memonitoring praktik-praktik terbaik yang menjamin profesionalisme karyawan secara efektif dan efisien. Ada 2 tipe kelompok yaitu, kelompok formal terdiri dari perintah, tugas, dan tim dan kelompok non formal terdiri dari kelompok kepentingan dan pertemanan.







                                                                                          






Pertanyaan:
1.      Apa sebenarnya yang menyebabkan seorang auditor hanya memiliki keyakinan yang memadai dan bukan keyakinan penuh atau mutlak dalam proses auditingnya?
2.      Apa saja yang bisa mendukung operasi audit?
3.      Sebutkan dan jelaskan lima komponen untuk membentuk kecerdasan emosional seorang auditor!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar