Tugas
Terstruktur: Dosen Pengampu:
Akuntansi
Keperilakuan dan Org Andi Irfan, SE, M. Sc
“Pola Perilaku Auditor”
Disusun Oleh:
ADELIA
11373201051
JURUSAN AKUNTANSI/ VI/C
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016
KATA
PENGANTAR
Puji serta syukur kami sampaikan
kepada ALLAH SWT atas rahmat dan ridho-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan
sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi.Makalah
ini membahas kajian tentangPola Perilaku Auditor.
Selanjutnya, kami menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan pengajaran dan arahan yang telah
diberikan oleh Bapak Andi Irfan, SE., M.Sc. sebagai dosen pembimbing dalam mata
kuliah ini, serta kepada teman-teman yang telah membantu kami sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa penulisan pada makalah ini masih jauh dari
kata sempurna.Namun, dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan guna memberikan
tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya dalam bidang Akuntansi
Keperilakuan dan Organisasi.Dan kami juga sangat
mengharapkan kritikan dan masukannya demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih
Tim Penyusun
Pekanbaru, 18 Mei 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Auditing merupakan
suatu proses sistimatis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditor atau orang
yang mengaudit harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang
digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang
akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti
tersebut. Auditor juga harus memiliki sikap mental yang independen. Kompetensi
orang-orang yang melaksanakan audit tidak akan ada nilainya jika mereka tidak
independen dalam menumpulkan dan mengevaluasi bukti. Auditor mempunyai
tanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
tingkat keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan yang diaudit telah bebas
dari kesalahan penyajian yang material, baik disebabkan oleh kekeliruan maupun
kecurangan.
Dalam SAS 1 (AU230)
menyatakan tentang skeptisme profesional merupakan sikap yang penuh dengan
pertanyaan di benak serta sikap penilaian kritis atas setiap bukti audit yang
diperoleh. Auditor tidak boleh mengasumsikan manajemen tidak jujur, tetapi
kemungkinan mereka tidak jujur harus tetap dipertimbangkan.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa seorang auditor mempunyai batasan-batasan dalam proses
audit. Auditor mempunyai tanggungjawab dan tujuan, dengan begitu proses audit
berjalan dengan baik dan sesuai aturan atau standar auditing yang ada. Auditor
perlu memiliki pola perilaku yang sesuai dengan profesinya karena seorang
auditor juga manusia yang tidak mungkin terbebas dari kesalahan, yang mana
profesinya mengharuskan ia mencari kesalahan penyajian pada laporan yang dibuat
oleh manusia di dalam suatu organisasi misalnya, jika ada.
Dalam makalah ini
akan membahas beberapa “Pola Perilaku
Auditor” juga sifat auditing, cakupan auditing, stereotip auditor, aspek
perilaku auditing, dan hubungan interpersonal auditor.
A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan auditing?
2. Bagaimana aspek perilaku
dari auditing dan juga pola perilaku auditor?
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui
maksud dari auditing.
2. Untuk mengetahui
bagaimana aspek perilaku dari auditing dan juga pola perilaku auditor.
BAB II
PEMBAHASAN
Pola Perilaku Auditor
Auditor menunjukkan sebagian besar
perilaku manusia, tetapi sifat audit menimbulkan beberapa masalah perilaku
unik.Sebelum ini dapat dipelajari secara efektif untuk meninjau sifat audit.
AUDITING DAN AUDITOR
Sifat Audit
Audit berasal dari bahasa latin
yaitu audire yang artinya mendengar. Sedangkan menurut istilah artinya
memeriksa bukti berdasarkan pada penilaiannya. Sedangkan hakikat dari audit
adalah proses pembuktian oleh orang independen (impersial) terhadap suatu
asersi manajemen dengan menggunakan judgment (pertimbangan) dan bukti yang
membuktikan (avidential matter). Pengauditan adalah suatu kegiatan yang
penting. Setiap organisasi atau perusahaan selayaknya secara sukarela melakukan
audit untuk memberikan umpan balik atas kinerja yang telah dilakukan. Audit dilakukan
oleh auditor yang jati dirinya ialah manusia bukan robot.
CAKUPAN AUDIT
Audit adalah kegiatan yang dapat
meresap.Dimana hal ini terjadi kepada kita yaitu dari lahir sampai mati, kita
masing-masing mengalami lingkup audit. Di ilustrasikan sebagai berikut yaitu
rumah sakit tempat kita dilahirkan mengalami audit konstan. Dimana data waktu
kelahiran dan tempat, jenis kelamin kelahiran kita, pengukuran, keturunan,
dokter yang hadir, dan data lainnya untuk dimasukkan dalam catatan
permanen.Tidak hanya dirumah sakit tetapi ditempat-tempat lain juga.Sejumlah
badan-badan pemerintah daerah mengkaji rumah sakit untuk memastikan bahwa
dokumen tersebut apakah telah sesuai dengan aturan; untuk menjamin kepatuhan
institusi dengan peraturan yang berlaku; dan auditor pemerintah menentukan
apakah pembayaran pemerintah dari program subsidi, seperti bantuan kesehatan,
memenuhi persyaratan hukum.
Auditing menjangkau setiap institusi
dan organisasi. Unit pemerintah diaudit untuk menciptakan akuntabilitas dana
publik dan kepatuhan pada undang-udang peraturan dan ketentuan administrasif.
Perusahaan investasi bank danlembaga keuangan maupun institusi lainnya
mengalami pemeriksaan (audit) rutin ataskepatuhan dan tujuan
substantif.Karyawan diaudit untuk kepatuhan dengan aturan, pajak, gaji, presensi,
absensi, pengunduran diri dan lain-lain.Pelatihan untuk karyawan, turnover
karyawan, ketidakmampuan, kompensasi kerja, pembiayaan rencana pensiun, dan
jaminan asuransi direview oleh auditor.Pencatatan dan aktivitas diuji untuk dikonfirmasikan
dengan standar kesehatan dan keselamatan, batasan gaji minimal dan peraturan
kerja lainnya.Tim akuntan publik menggali ke dalam semua segi operasi bisnis
untuk mengetahui kesehatan keuangan suatu perusahaan.
Hidup pribadi kita secara konstan
diaudit, misalnya saat mencari kerja, mendaftar sekolah, meminjam uang, bahkan
ketika kita mati. Kebiasaan khusus, selera, dan bahkan opini kita dibuka, diuji
secara detail, dan digunakan sebagai dasar sebuah laporan. Banyak audit yang
dilakukan secara terbuka dan reviewnyadiketahui, tetapi,banyak juga audit yang
dilakukan secara tersembunyi, sehingga kita tidak waspada bahwa kita sedang
diaudit.
Audit adalah fakta hidup. Audit
mencakup seluruh aktivitas publik dan privat dari seseorang maupun organisasi,
dari buaian hingga liang lahat. Tidak ada yang luput.
Menurut siegel dan Marconi (1989)
seharusnya auditor terlepas dari faktor-faktor personalitas dalam melakukan
audit. Personalitas akan bisa menyebabkan kegagalan audit, sekaligus membawa
resiko yang tinggi bagi auditor. Ada 2 tipe keprilakuan yang dihadapi oleh
auditor:
1.
Auditor
dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap lingkungan audit.
2.
Auditor
harus menyelaraskan dan sinergi dalam Pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya
adalah pekerjaan kelompok, sehingga perlu ada proses review didalamnya.
Stereotip Auditor
Audit
dilaksanakan oleh auditor yang notabene adalah manusia, bukan robot.Auditor
adalah manusia dengan segala kemampuan emosi dan karakter yang dimiliki.Orang
sering salah paham mengenai auditor. Karakter auditor yang menusuk digambarkan
oleh Elbert Hubbard, filsuf pada awal abad ke-20 sebagai berikut:
“Ciri khas auditor adalah laki-laki setengah bayajeli,
intelijen, cerdas, dingin, pasif, non-committal; dangan mats seperti ikan kod,
sopan dalam berinteraksi, tapi kadang kala tidak responsif, dingin; tenang dan
terlalu sabar seperti tonggak beton atau gips kapur; manusia bersifat seperti
batu, berhati seperti tonggak kapal, tanpa pesona, tanpa isi perut, hasrat,
atau rasa humor. Untungnya mereka tidak pemah bereproduksi dan pada akhirnya
semuanya pergi ke neraka.”
Pendapat
Elbert Hubbard merupakan persepsi umum mengenai auditor dan menganggap proses
auditing sebagai cerminan dari karakter tersebut. Auditor akan dihubungkan
dengan persepsi kesempurnaan dan keadaan tak dapat berbuat kesalahan.
William
Andrew Patton, Bapak Akuntansi Modem Amerika, menyimpulkan auditing terkait
dengan kepastian, kemampuan untuk menghitung dan membuat peryataan apakah
akun-akun yang disajikan akurat atau tidak akurat, apakah prosedur yang telah
ditetapkan, yang dalamsesuai atau tidakdengan prinsip dan pelaksanaan auditnya
tanpa ada suatu kesalahan yang berarti dan selalu membuat kesimpulan yang
benar. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami public sering menilai auditor
dari audit yang dilakukan. Jika auditing 100% akurat, maka dapat disimpulkan
bahwa secara personal individu yang melakukan audit juga sempurna.
Akan
tetapi tidak semua audit yang dilakukan tersebut sempurna, bisa jadi jauh dari
akurat, kepatuhannya kepada GAAP menyimpang dari realitas ekonomi, dan proses
pelaksanaannya tidak lengkap. Begitupun dengan auditor.Auditor tidak ada yang
sempurna seperti manusia lainnya, mereka juga memiliki psikologis yang
terkadang memainkan peran dalam pengambilan suatu kesimpulan sehingga mereka
tidak memperkirakan konsekuensi yang mungkin timbul.
Aspek Perilaku Dari Auditing
Lingkup Auditing
Dalam
pembahasan ini terdapat 2 tipe dasar audit akuntansi audit eksternal atau audit
keuangan independen dan sebaliknya ialah audit internal atau auditoperasional.
Lingkup dari audit keuangan biasanya terfokus pada asersi tentang "kewajaran"
dari laporan keuangan. Untuk itu dibutuhkan kemampuan, pelatihan pendidikan,
pengalamandan juga pertimbangan yang matang. Pada pembahasanini akan difokuskan
padasiapa yang mengerjakan audit (biasanya akuntan public bersertifikat).
Terdapat
perbedaan kecil antara akuntan publik bersertifikat, dan bukan akuntan public
bersertifikat, karena masyarakat biasanya mengidentifikasi akuntanpublik
bersertifikat dalam konteks kualitasnya. Pada pembahasan kali ini akan lebih
berfokus pada perilaku auditor dibandingkan dengan proses perkerjaannya, serta
menggunaken akuntan publik bersertifikat dan auditing sebagai kerangka
referensinya.
Eliminasi Faktor Personalitas
Kita
harus mengeliminasi faktor personalitas dari pertimbangkan kita mengenai
generalisasi perilaku auditor, karena hal ini berada di luar lingkungan audit.Personalitas/kepribadian
dapat berhubungan erat dengan kesalahan seorang auditor.Banyak alasan yang
mempengaruhi ketidaksesuaian auditor.Namun demikian, satu hal yang jelas adalah
hampir tidak ada kesalahan auditor terkait profesinya disebabkan oleh kurangnya
kompetensi di dalam melakukan pekerjaanaudit. Ada 5 mendasarinya yaitu:
1.
Dewasa ini auditor pemula telah disiapkan secara baik secara
akademis (lulusan bukan dari universitas biasanya tidak dapat memasuki profesi
ini).
2.
Intensifnya penyaringan ketika melamar pekerjaan dan berbagai
wawancara akan menyebabkan auditor yang baru bekerja merupakan bagian dari
kelompok yang sangat terpilih.
3.
Auditor baru secara ekstensif mendapat pelatihan lagi dari
kantomya.
4.
Auditor junior disupervisi secara ketat dan jarang ditempatkan
pada situasi yang beresiko tinggi baik untuk pekerjaan auditnya atau kantor
akuntan publiknya karena kurangnya kompetensi. Pengalaman sangat berpengaruh
pada kematangan seorang auditor.
5.
Berlawanan dengan profesi lain yang terkait dengan masyarakat,
tidak terIalu banyak pembuatan keputusan yang dilibatkan dalam auditing.
Seorang auditor mungkin merasa pekerjaannya tidak menarik, membosankan, menjadi
rutinitas. Hal ini tidak bermaksud untuk mengecilkan pengajaran akuntansi.
Dua Situasi yang Mempengaruhl Perilaku Auditor
Ada dua tipe situasi terkaitdengan perilaku yang
memunculkan dilema bagi auditor yaitu:
a.
Auditor dipengaruhi secara mendalam sering kali diluar sadarnya
oleh persepsinya tentang lingkungan audit padasuatu saat (yang selalu berubah)dan
dipengaruhi oleh opininya tentang orang-orang yang terlibat.
b.
Auditorsecarakonstan harus menata diri mereka sendiri terkait
dengan banyaknya relasi interpersonal, misalnya relasi dengan kolega, dengan
bawahan atau atasan, dan dengan klien.Dalam hal ini beberapa akanoverlap,
dan yang lairnya akan sangat independen.
Pengaruh audit-Dampak pada Auditee
Secara
umum disimpulkan bahwa auditor mempunyai dampak pada perilaku audit.Perilaku
berubah menjadi seperti apa yang diinginkan auditor. Pada area lain, akuntan
menyatakan bahwa laporan audit merekaberpengaruh besar pada perilaku pembaca
laporan keuangan seperti investor dan kreditor. Bukti ini tidak lengkap karena
riset dewasa ini menunjukkan bahwalaporan audit hanya berpengaruh kecil.
Bagaimana mereka akan bereaksiseringkali tidak dapat diprediksikan. Ringkasnya
tampak bahwa auditing memilikibeberapa dampak pada perilaku audit, namun
sedikit sekali jika ada pengaruhnyapada pihak eksternal organisasi yang
diaudit.
Persepsi dan perilaku Auditor
Penilaian
auditor tergantung pada persepsi dari sebuah situasi. Penghakiman, yang
landasan profesional adalah produk dari beberapa faktor dari pendidikan, budaya
dan sebagainya, tetapi unsur yang paling signifikan dan mengendalikan tampaknya
pengalaman – rasa auditor dari ingatan setelah sebelumnya ditangani berhasil
dengan situasi yang sama.
Judgment
auditor
sangat bergantung pada persepsi dari suatu situasi.Judgment yang
merupakan bagian penting dari profesional, merupakan hasil dari berbagai faktor
seperti pendidikan, budaya dan lainnya. Tetapi elemen yang paling signifikan
dan mengontrolnya tampaknya adalah pengalaman sense auditor untuk kembali
mengambarkan keputusan yang sebelumnya telah diambil dengan sukses pada situasi
yang sama. Judgmentadalah perilaku yang paling berpengaruh oleh persepsi
situasi.Faktor yang berpengaruh adalah materialitas dan keyakinan.
1.
Materialitas
Materialitas
dalam audit mengacu pada apa yang penting, signifikan, atau utama, namun konsep
tidak memiliki aturan untuk pengukurannya. Hal ini membuktikan sejumlah besar penelitian
telah dikhususkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penilaian auditor diduga materialitas. Penelitian ini difokuskan pada dua
bidang luas: (1) apa yang mempengaruhi tingkat materialitas memiliki pada
penilaian akhir dari apa yang material dan apa yang tidak dan (2) menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang saling terkait, bagaimana dan sampai sejauh mana
pengaruh materialitas pada auditor perilaku diperkuat atau melemah? Penelitian
telah menghasilkan beberapa kesimpulan umum.
Kesimpulan
umum adalah bahwa perilaku auditor biasanya akan tergantung pada kesediaan
auditor untuk menerima resiko yang salah pada masalah materialitas. Untuk
sebagian besar, ini tergantung pada hasil masa lalu. Penelitian lain mencapai
kesimpulan yang agak berbeda karena mereka mendekati masalah materialitas
dengan ujung yang berbeda dalam pandangan. Umumnya, kekhawatiran itu lebih
dengan proses pengambilan keputusan auditor dibandingkan dengan faktor-faktor
tertentu.
Beberapa
menyerang isu materialitas seolah-olah itu berbaring disebuah ordinal daripada
skala nominal dan mengukur hasil secara bersama-yaitu, menangani skala dan
hal-hal structural secara bersamaan. Yang lain mencari solusi dengan mengukur
ambang penilaian atau, dalam beberapa kasus, dengan mendirikan
minimum-maksimal. Cenderung menghasilkan pandangan consensus mengenai tindakan
audit yang tepat. Pada gilirannya, ia berpendapat, hal ini harus mengarah pada
auditor homogenitas pemikiran dan karenanya, setidaknya dalam organisasi audit.
Mungkin
kita dapat memprediksi perilaku actual dengan jaminan, namun studi menunjukkan
bahwa kita mungkin dapat menghindari tindakan auditor yang tidak diinginkan.
Menurut pendapat kami, jika memang demikian, ini akan membuktikan lebih berguna
daripada mengetahui cara yang tidak diinginkan auditor mungkin berperilaku.
Sebuah kemampuan meniadakan tindakan yang tidak diinginkan dapat menumbuhkan
control untuk paraprase pepatah tua : satu ons kemampuan pencegahan bernilai
satu ton prediksi tak terkendali.
Dua
unsur yang cukup membantu dalam hal ini: (1) komunikasi antara auditor mengenai
pekerjaan yang harus dilakukan dan (2) mengurangi, sebanyak mungkin,
kecendrungan auditor terhadap pekerjaan audit yang diperlukan pendek memotong
melalui rasionalisasi yang tidak pantas. Sebagai contoh, jika alokasi waktu
audit terlalu ketat, auditor dapat mengimbangi dengan rasionalisasi persepsi
mereka mengenai masalah audit dengan mengubah penilaian mereka tentang apa yang
harus dilakukan atau berapa banyak yang harus dilakukan untuk merugikan
audit.Pertimbangan ini akan, menjadi jelas seperti yang kita beralih ke masalah
persepsi auditor yang kita disebut sebagai pendapat (untuk alasan yang akan segera
menjadi jelas)
2.
The Faith Syndrom
Satu
persepsi kondisi yang dapat mengarah pada berubahnya perilaku auditor yaitu halo
effect, efek yang positif tapi terkadang merupakan persepsi yang keliru
tentang orang lain. Dalam auditing halo effect terjadi saat auditor memiliki
banyak persepsi dan mengarah pada keyakinan bahwa kondisi audit tertentu, yang
mungkin jadi bukan kasus yang sesungguhnya terjadi.
Mari
kita beramsumsi bahwa auditor menyimpulkan bahwa sistem klien pengendalian
internal yang kuat dank arena itu dapat diandalkan. Dengan demikian, prosedur
auditor dan pengujian tidak perlu seluas akan diperlukan jika pengendalian
internal yang lemah. Namun auditor mungkin tidak memiliki pengalaman tangan
pertama yang sebenarnya dengan sistem pengendalian intern klien dan dengan
demikian tidak ada dasar untuk kesimpulan dari kekuatan atau kelemahan;
persepsi auditor sistem kelayakan mungkin didasarkan pada audit sebelumnya
kesimpulan audit mungkin berdasarkan yang melakukan pekerjaan audit sebelumnya.
Jika
auditor memiliki keyakinan pada orang-orang, efek halo diterapkan kepada mereka
dan pekerjaan mereka.Status saat ini menjadi sangat dipengaruhi oleh iman auditor
dalam satu atau lebih sesama auditor. Tanggapan ini tampaknya terutama berlaku
audit yang dilakukan dibawah kendala waktu yang ketat. Persepsi kegiatan
sebelum cenderung mempengaruhi penilaian audit yang saat ini, tetapi tingkat
pengaruh tidak diketahui.
HUBUNGAN INTERPERSONAL AUDITOR
Hal
ini tidak mungkin untuk memprediksi perilaku audit yang timbul dari persepsi
lingkungan. Kita juga tidak bisa memprediksi perilaku yang muncul dari
job’relationships antarpribadi auditor, apakah dengan auditor lain atau dengan
personil klien. Tapi dalam kasus terakhir hubungan interpersonal, mungkin
dikontrol.Lebih penting lagi, seperti yang kita lihat, dapat dikendalikan
sendiri dengan kesadaran penuh dan rasional.
Orang
mungkin menduga dari pernyataan ini bahwa kita akan mengusulkan bahwa auditor
memiliki seorang psikiater pada setiap penugasan audit. Hal ini mungkin dapat
membantu, tetapi biaya akan menjadi penghalang. Tidak hanya itu praktis, tapi
psikiater profesional dan psikolog memiliki sedikit lebih sukses dalam
memprediksi perilaku auditor tertentu dari orang lain. Jelas, hal ini yang
diperlukan.
Kami
yakin bahwa pemahaman diri adalah faktor yang dibutuhkan.Jika auditor bisa tahu
diri dan latihan rasional pengendalian diri dari respons mereka, banyak masalah
yang tampaknya tak teratasi prediksi handal perilaku lenyap.Jika respon auditor
tak terduga dan tidak diinginkan dapat dihindari dengan komunikasi,
perencanaan, dan auditor pemahaman diri, tetap hanya untuk membantu auditor
membantu diri mereka sendiri secara sistematis.
Beberapa
jalan yang tersedia bagi individu untuk analisis diri dan self-help. Kami akan
membatasi diskusi kita ke dua metodologi. Salah satunya adalah diadopsi dari
psikiatri, yang akan memasok landasan teoritis, dan yang lainnya, didirikan
pada yang dasar teoritis, berikut program psikolog dikembangkan. Mari kita
mulai dengan teknik kejiwaan dipopulerkan oleh Eric Berne.
Beberapa
cara tersedia bagi individu untuk self-analysis dan self-help. Namun di sini
hanya dibatasi 2 metode, yang satu diadaptasi dari psikiatri yang menyediakan
dasar teoritis, dan yang satu lagi mengikuti program yang dibentuk oleh
psikolog.
1. Transactional Analysis
Analisis
transaksional merupakan terapi kelompok, yang tidak ditujukan untuk
self-applied. Dila diterapkan pada diri sendiri mungkin hanya sedikit nilai
praktiknya bagi pengendalien diri auditor, tapi konsepnva dapat diterapkan pada
program terapi individual.Analisis transaksional ditemukan oleh Eric Beme.Dia
mensitentesiskan temuan Wilder Penfield dan Harry Stack Sullivan. Kontribusi
Penfield yang signifikanadalah temuan bahwa rincian kejadian masa lalu dan
emosi yang menyertainya secara tak terpisah terekam dalam otak yang satu tidak
diingat tanpa yang lain berkontribusi pada gagasan tentang hubungan interpersonal,
yang iasebut sebagai transaksi.
Orang-orang
melihat transaksi hubungan interpersonal dan emosi yang menyertainya sebagai
penilaian refleksi persepsi tentang suatu kejadian dan perasaan yang
berkaitan.Persepsi seseorang tentang kejadian dan emosi mungkin menyimpang dan
menyebabkan sakit syaraf.Berne, yang menghubungkan pekerjaan Penfield dan Sullivan,
menunjukkan bahwa karena rincian persepsi juga membebani secara emosional, maka
masalah dapat diperlakukan sebagai suatu terapi jika seluruh elemen suatu
transaksi diperjelas dan diuji secara rasional.Berne melihat kelompok sebagai
suatu elemen yang dibutuhkan untuk membuat hal ini dapat terlaksana.Hanya
melalui membagi ketelibatan transaksi yang relevan dapat diidentifikasi dan
mereka membaurkan analisis, perintah dantemuan.
Namun
sebelumnya orang yang tergabung dalam kelompok membutuhkan dua komponen agar
kelompok terapi menjadi efektif.Hal
pertama yang dibutuhkan adalah menyederhanakan bahasa bahasa psikiatri
mempermudah jagoan-jagoan profesional yang kompleks danmembuatnya bisa dipahami
oleh semua. Hal yang kedua dibutuhkan adalah
lebih signifikan.
Bagi
Berne kelompok terapi adalah suatu bentuk intraksi yang melibatkan permainan
peran.Untuk memfasilitasi hal ini, peran-peran tersebut perlu diidentifikasi
dengan baik dan dipahami oleh seluruh anggota kelompok.Berne menemukan bahwa
halini membantu menghubungkan transaksi atas tiga peran mendasaranak-anak,orang
tua, dan orang dewasa.Hal ini memberikan pedoman bagi sesi terapikelompok.
Pendekatan analisis transaksional berperan dalam memecahkan masalahperilaku,
namun perlu ditekankan bahwa Pendekatan ini membutuhkanproseskelompok Hal ini
secara praktik merupakan kelemahan bagi penugasan audit yang dibutuhkan adalah
self-analysis yang efektif bagi fungsi auditor
2. Rational-Emotive Therapy
Pendekatan ini merupakan salah satu alat analisis yang
ditemukan olehpsikolog Albert Ellis. Ada 4 alasan utama yang mendasari mengapa
RET lebihcenderung dapat diterapkan, yaitu:
a.
RET dirancang untuk self-applied. Setelah mengetahui secara
singkatsistem ini, tidak diperlukan lagi terapi eksternal. Hal ini tidak
sajaberartiakan lebih murahdibanding teknik terapi lain, namun juga dapat
diterapkanuntuk sesi pelatihan internal yang diaplikasikan bagi individu.
b.
RET berorientasi pada pekerjaan dantidak memakai bahasa yang sulitdipahami
c.
RET merupakan 1 dari beberapa teknik terapi yang berada di
bawahnaungan para psikolog dan psikiatris
d.
Auditor bangga dengan pekerjaannya yang menggunakan logika
danrasionalitas. Dan karena pada dasarnya RET merupakan teknik analisisdengan menggunakan
rasio, maka keduanya dianggap mempunyaikecocokan.
Menurut Goleman (2007) untuk menjadi
auditor yang mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan menjunjung tinggi
etika profesinya, kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20%, sedangkan 80%
dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kecerdasan yang lain, salah satunya adalah
kecerdasan emosional.
Lima komponen untuk membentuk
kecerdasan emosional seorang auditor adalah :
1.
Mengenali
emosi diri
2.
Mengelola
emosi
3.
Memotivasi
diri sendiri
4.
Mengenali
emosi orang lain
5.
Membina
hubungan dengan orang lain
SKEMA RET
Untuk mengatasi keperilakuan sebagai
upaya meningkatkan kualitas pertimbangan, Shannon dan steven dalam siegel dan
Marconi (1989) mengusulkan suatu terapi apa yang disebut dengan rational
emotive therapy (RET)
Tujuan RET adalah untuk mencapai
suatu keadaan emosional dari netralitas untuk menghilangkan sebanyak mungkin
perasaan negative yang tidak diinginkan.Ini bertumpu pada gagasan bahwa
seseorang mungkin bisa lebih dekat untuk memecahkan masalah dalam suasana pemikiran
yang dibandingkan ketika seseorang mendekati suatu permasalahan dalam keadaan
marah, gelisah, atau depresi.
RET menekankan urutan: (1) sebuah
pemicu terjadi peristiwa atau kejadian, (2) pemikiran atas peristiwa tersebut;
dan (3) perasaan tentang hasil dari peristiwa. Seringkali, saat kita dewasa,
proses berpikir dianaikan, dan kita bereaksi secara emosional hampir secara
otomatis. Misalnya, jika seseorang “membuntutin” Anda dalam lalu lintas atau
memotong didepan Anda sejalan, kemarahan dapat mengakibatkan tanpa pikiran
sadar.Ini, contoh mungkin tidak membangkitkan Anda tetapi ada banyak peristiwa
yang mengiritasi. RET berusaha pertama yang memiliki Anda mempertimbangkan
dengan hati-hati pikiran Anda tentang kejadian apa pikiran menciptakan apa yang
emosi. Selanjutnya, pikiran dievaluasi dengan menanyakan diri sendiri:
1.
Apakah pemikiran kita didasarkan pda fakta yang obyektif dan bukan
didasarkan pada opini subjektif? FAKTA?
2.
Jika tindakan diambil, apakah hal itu akan menghasilkan
tercapainyatujuan kita lebih cepat? TUJUAN?
3.
Jika tindakan diambil, apakah hal itu mencegah terjadiinya konflik
yangtidak diinginkan dengan pihak lain? KONFLIK?
4.
Jika tindakan diambil, apakah hal itu akan membantu pada
perlindungandiri sendiri? PERLINDUNGAN DIRI?
5.
Apakah tindakan itu mewyebabkan perasaan saya, menjadi
lebihbaik?PERASAAN YANG DIINGINKAN?
Setelah
evaluasi ini selesai, perasaan seseorang tentang suatu kejadian akan netral,
tidak lagi memiliki perasaan negatif.RET menghubungkan suatu kejadian dengan
emosi yang menyertainya dengan tujuan mengubah emosi yang mungkin bersifat
destruktif menjadiemosi yang netral. Ketika netralitas terjadi, kejadian dan
respon terhadap suatu transaksidapat diperlakukan secara rasional.Setelah
pelatihan, proses ini dapat dilakukan oleh individu tanpa bantuan atau
kehadiran fisik seorang terapis.Kita mungkin menganggap RET sangat sederhana
dan mudah diterapkan. Namun untuk penerapan awal hal ini membutuhkan bimbingan
dan perlu banyak.
Praktik
sebelum hal ini menunjukkan potensi optimalnya. Agar dapat efektif secara
optimal RET perlu diulang-ulang, sehingga proses analitis dan responnya menjadi
lebih otomatis. Dengan RET tidak berarti bahwa hasilnya selalu positif baik
bagi auditor, kantor akuntan publiknya maupun bagi kliennya. Meski demikian RET
sangat menekankan pada pengendalian diri sesuatu yang dibutuhkan oleh auditor
sebagai profesional. Auditor adalah manusia dengansegala emosinya. Sebagai
manusia, auditor adalah subjek dari kelemahan, namun ada alasan mengapa dapat
percaya bahwa hasil yang baik dapat diperoleh dari diterapkannya RET secara
hati-hati oleh auditor yang Kompeten agar dapat menghindar dari hasil yang
tidak diinginkan.
FENOMENA KELOMPOK DALAM PENGAUDITAN
Dalam lingkungan kompetitif, kantor
akuntan public (KAP) harus secara teratur memonitoring praktik-praktik terbaik
yang menjamin profesionalisme karyawan secara efektif dan efisien. Ivancevich
dan mattesson (2002) menyebutkan yang dimaksud dengan kelompok adalah 2 orang
atau lebih berinteraksi mencapai suatu tujuan tertentu. Ada 2 tipe kelompok
yaitu:
- Kelompok formal terdiri dari perintah, tugas, dan tim.
- Kelompok non formal terdiri dari kelompok kepentingan dan pertemanan.
Dalam konteks pengambilan keputusan,
kelompok biasanya memerlukan waktu lebih panjang. Akan tetapi dengan adanya
individu yang spesialis dan ahli maka ini akan memberikan manfaat dalam membuat
keputusan yang lebih baik. Ivancevich dan mettosson (2002) juga mengatakan
untuk mencapai hasil yang terbaik maka anggota kelompok harus mengembangkan
kreativitas sebagai suatu proses dialogis, yaitu anggota kelompok menghasilkan
cerita atau ide-ide yang berguna untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Beberapa studi juga menemukan bahwa
kelompok lebih baik dari individu dalam hal mengidentifikasi potensi terjadinya
kesalahan dalam laporan keuangan tetapi tidak lebih baik ketika mengevaluasi
kesalahan itu sendiri. Beberapa tugas audit yang membutuhkan proses keputusan
kelompok adalah:
- Mengidentifikasi resiko intern, resiko kecurangan, dan faktor-faktor resiko pengendalian selama mengembangkan perencanaan audit.
- Mengidentifikasi isu-isu going concern (keberlangsungan) perusahaan,
- Mengidentifikasi isu-isu yang relevan dalam memilih bentuk-bentuk yang tep[at dari opini audit.
- Mengidentifikasi isu-isu yang relevan dengan catatan atas laporan keuangan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Auditor
menunjukkan sebagian besar perilaku manusia, tetapi sifat audit menimbulkan
beberapa masalah perilaku unik.Audit berasal dari bahasa latin yaitu audire
yang artinya mendengar. Sedangkan menurut istilah artinya memeriksa bukti
berdasarkan pada penilaiannya. Sedangkan hakikat dari audit adalah proses
pembuktian oleh orang independen (impersial) terhadap suatu asersi manajemen
dengan menggunakan judgment (pertimbangan) dan bukti yang membuktikan
(avidential matter).
Ada 2 tipe
keprilakuan yang dihadapi oleh auditor, yaitu auditor dipengaruhi oleh persepsi
mereka terhadap lingkungan audit, dan auditor harus menyelaraskan dan sinergi
dalam Pekerjaan mereka, karena audit hakikatnya adalah pekerjaan kelompok,
sehingga perlu ada proses.
Dalam pembahasan ini terdapat 2 tipe dasar audit
akuntansi audit eksternal atau audit keuangan independen dan sebaliknya ialah
audit internal atau auditoperasional. Lingkup dari audit keuangan biasanya
terfokus pada asersi tentang "kewajaran" dari laporan keuangan. Ada
dua tipe situasi terkaitdengan perilaku yang memunculkan dilema bagi auditor, yaitu auditor dipengaruhi
secara mendalam sering kali diluar sadarnya oleh persepsinya tentang lingkungan
audit pada suatu saat (yang selalu berubah) dan dipengaruhi oleh opininya
tentang orang-orang yang terlibat, auditorsecarakonstan harus menata diri
mereka sendiri terkait dengan banyaknya relasi interpersonal, misalnya relasi
dengan kolega, dengan bawahan atau atasan, dan dengan klien.
Penilaian auditor tergantung pada persepsi dari sebuah
situasi.Judgmentadalah perilaku yang paling berpengaruh oleh persepsi
situasi.Faktor yang berpengaruh adalah materialitas dan keyakinan.Beberapa
caratersedia bagi individu untuk self-analysis dan self-help (hubungan interpersonal
auditor). Namun di sini hanya dibatasi 2 metode, yang satu diadaptasi dari
psikiatri yang menyediakan dasar teoritis, dan yang satu lagi mengikuti program
yang dibentuk oleh psikolog, yaitu transactional analysis dan rational emotve
therapy.
Dalam
lingkungan kompetitif, kantor akuntan public (KAP) harus secara teratur
memonitoring praktik-praktik terbaik yang menjamin profesionalisme karyawan
secara efektif dan efisien. Ada 2 tipe kelompok yaitu, kelompok formal terdiri
dari perintah, tugas, dan tim dan kelompok non formal terdiri dari kelompok
kepentingan dan pertemanan.
Pertanyaan:
1. Apa sebenarnya yang
menyebabkan seorang auditor hanya memiliki keyakinan yang memadai dan bukan
keyakinan penuh atau mutlak dalam proses auditingnya?
2. Apa saja yang bisa
mendukung operasi audit?
3. Sebutkan dan
jelaskan lima komponen untuk membentuk kecerdasan emosional seorang auditor!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar