saling sharing berbagai ilmu ekonomi khususnya akuntansi, semoga bermanfaat yaa teman-teman dan salam kenal. jangan lupa follow instagram adel_adelia21
Kamis, 17 November 2016
KONSEP DAN PERSPEKTIF DALAM ILMU KEPRILAKUAN
Tugas Kelompok Dosen Pengajar
Akuntansi Keprilakuan Andi Irfan SE,M.Sc,Ak
KONSEP DAN PERSPEKTIF DALAM ILMU KEPRILAKUAN
Di susun Oleh ;
Adelia
Indriani
Islah Ulyana
JURUSAN AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami hadirkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” konsep dan perspektif dalam ilmu ekonomi “ ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen matakuliah perbankkan syariah sebagai bahan pembelajaran.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami peroleh dari buku panduan dan internet yang berkaitan dengan Perbankan Syariah.Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Perbankan Syariah atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat di selesaikannya makalah ini.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pasar Modal Indonesia, khususnya bagi kami.Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Pekanbaru, 21 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang 5
I.2. Rumusan Masalah 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sikap 7
2.2. Teori terkait dengan sikap 10
2.3 Motivasi. 14
2.4 Teori Kontemporer Motivasi. 18
2.5.Persepsi 22
2.6.nilai 24
2.7 Pembelajaran. 25
2.8 Kepribadian 26
2.9 Emosi. 26
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 29
3.2. Saran 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial. Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor - aktor yang saling mempengaruhi satu sama lainn
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sikap dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
2. Bagaimana Teori terkait dengan sikap?
3. Bagaimana Motivasi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
4. Bagaimana teori Kontemporer dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
5. Bagaimana Persepsi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
6. Bagaimana Nilai dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
7. Bagaimana Pembelajaran dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
8. Bagaimana Kepribadian dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
9. Bagaimana Emosi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sikap
2.1.1 Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Definisi sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan dalam menjawab atau merespon dan bukan dalam menaggapi dirinya sendiri. Sikap bukanlah perilaku, tetapi sikap menghasilkan suatu kesiapsiagaan untuk tindakan yang mengarah pada perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan wahana dalam bimbingan perilaku.
Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan. Hal ini diketahui dengan memandang tiga komponen sikap, yaitu pengertian ( cognition ) , pengaruh ( affect )dan perilaku ( behavior ). Sikap diperoleh melalui pengalaman pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok sosial.
2.1.2 Komponen Sikap
Sikap disusun oleh komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri dari gagasan, persepsi, dan kepercayaan seseorang mengenai penolakan sikap. Komponen emosional atau afektif mengacu pada perasaan seseorang yang mengarah pada objek sikap. Hal positif yang dirasakan meliputi kegemaran, rasa hormat, atau pengenalan jiwa terhadap orang lain. Perasaan negatif meliputi rasa tidak suka, takut, atau rasa jijik. Mislanya, seseorang menikmati bekerja dengan komputer atau komputer membuat orang tersebut gelisa dan kaku. Komponen perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap objrk sikap. Contoh, seseorang bisa mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa perusahaan ini menyimpan data di komputer, maka ia akan segera meninggalkannya; orang tersebut juga bisa mengatakan bahwa ketika paket software yang baru sudah tersedia, ia belajar bagimana menggunakannya.
2.1.3 Konsep Terdekat Sikap
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognetif dari sikap. Kepercayaan mungkin berdasarkan pada bukti ilmiah, berdasarkan prasangka atau berdasarkan intuisi. Apakah seseorang percaya atau tidak terhadap suatu fakta tertentu tidak memengaruhi potensi dari kepercayaan untuk membentuk sikap atau memengaruhi perilaku. Orang akan bertindak sebagai pemikir tunggal yang energik terhadap kepercayaan sebagaimana halnya terdapat kepercayaan ilmiah.
2. Opini
Opini didefinisikan sebagai sinonim dari sikap dan kepercayaan. Pada awalnya, opini dipandang sebagai konsep terdekat dengan sikap. Seperti kepercayaan, opini terkait dengan komponen kognitif dari sikap dan terkait dengan cara seseorang mempertimbangkan atau menevalusi suatu objek.
3. Nilai
Nilai merupakan tujuan hidup yang penting sekaligus standar perilaku. Nilai merupakan pijakan yang paling dalam dan sentiment dasar di mana orang-orang mengorientasikan dirinya menuju tujuan yang lebih tinggi dan di mana mereka membedakan sesuatu yang terbaik.
4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan ketidakbimbingan, respon, otomatis, dan pengulangan pola dari respon perilak. Kebiasaan berbeda dengan sikap, sikap bukan merupakan perilaku.
2.1.4 Fungsi Sikap
Sikap memiliki empat fungsi utama, yaitu pemahaman, kebutuhan akan kepuasan, ego yang definitive, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi membantu seseorang dalam memberikan arti atau memahami situasi atau peristiwa baru. Sikap mengizinkan seseorang menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai situasi tersebut.
Sikap juga berfungsi sebagai suatu hal yang bermanfaat atau pemuasan kebutuhan. Misalnya, manusia cenderung membentuk sikap positif terhadap objek dalam menentukan sikap positif terhadap objek dalam menentukan sikap negatif. Selain itu, kebutuhan mereka juga mengarah pada objek tujuan yang mereka butuhkan. Sikap melayani fungsi defensif ego ( ego defensive fuction ) dengan melakukan pengembangan atau pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau dunianya. Akhirnya, sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
2.1.5 Sikap dan Konsistensi
Riset umumnya telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional dan konsiten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengembalikan individu itu ke keadaan seimbang terus digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun perilaku atau mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai penyimpangan tersebut.
2.1.6 Formasi Sikap dan Perubahan
Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada subtitusi sikap baru bagi seseorang yang telah ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter factor psikologis, pribadi dan factor sosial. Factor psikologis dan genetic dapat menciptakan suatu kecenderungan yang mengarah pada pengembangan sikap tertentu.
Hal pokok paling fundamental mengenai cara sikap yang dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman yang tidak menyenangkan maupun menyenangkan dengan objek tersebut, pengalaman yang traumatis, frekuensi atau berulangnya kejadian pada objek-objek tertentu, dan perkembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup baru, seperti memiliki kendaraan roda dua atau mobil.
2.2 Teori Terkait dengan Sikap
2.2.1 Teori Perubahan Sikap
Setiap hari, manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui pesan yang di rancang khusus untuk hal tersebut. Teori perubahan sikap dapat membantu memprediksi pendekatan yang paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.
Perlu diingat bahwa sikap dapat berubah tanpa dibentuk. Mislanya, jika seseorang terpapar informasi baru mengenai suatu objek, perubahan sikap dapat saja dihasilakn. Sebagai contoh, seorang karyawan setia yang bertugas di bagian keuangan persahaan perna melakukan penggelapan dana beberapa tahun lalu. Kejadian tersebut mengubahnya menjadi cenderung bekerja bagi dirinya sendiri di perusahaan tersebut.
2.2.2 Teori Penguatan dan Tanggapan Stimulus
Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana orang menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulang jika tanggapan tersebut dihargai dan dikuatkan. Teori-teori ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan tanggapan.
2.2.3 Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil dari perubahan mengenai bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam mempercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika manusia tersebut ingin memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah usaha untuk menyebabkan suatu perubahan utama dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Namun, sedikit perubahan dalam sikap masih dimungkinkan, jika orang mengetahui batasan dari perubahan yang dapat diterima.
Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh komunikator. Jika komunikator memposisikan terlalu jauh dari jangakar internal, hasil yang dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikator semakin dekat dengan jangkar internal, maka asimilasi dapar dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrim. Jadi, orang tersebut akan mengevalusi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.
2.2.4 Konsistensi dan Teori Perselisihan
Teori ini menekankan pada pentingnya kepercayaan dan gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai hal yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya kearah yang lebih baik.
Teori inkonsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur-unsur teori. Teori disonansi ada ketika seseorang mengamati dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan. Secara psikologis, perselisihan merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara menghindari itu.
2.2.5 Teori Disonansi Kognitif
Pada tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori disonansi kognitif. Teori ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang di persepsikan seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai akibatnya seseorang akan mencoba untuk menguranginya.
Disonansi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi. Oleh karena itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini. Festinger mengatakan hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu terhadap unsur-unsur itu, dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi.
Jika unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting, maka tekanan untuk mengoreksi ketidakseimbangan itu akan rendah. Tingkatan pengaruh yang diyakini dimiliki individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada bagaimana mereka bereaksi terhadap disonansi tersebut. Jika mereka mempersepsikan disonansi itu sebagai suatu akibat yang tidak bisa dikendalikan, maka mereka tidak memiliki pilihan. Hal ini akan membuat mereka menjadi reseptif terhadap perubahan sikap. Imbalan juga memengaruhi tingkat sampai sejauh apa seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Imbalan tinggi yang menyertai disonansi tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam dalam disonansi itu. Imbalan itu berfungsi mengurangi disonansi dengan meningkatkan sisi konsistensi dan individu tersebut.
2.2.6 Teori Persepsi Diri
Teori ini menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Dengan kata lain, teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap dibentuk setelah perilaku menjadi guna menawarkan sikap yang konsistensi dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap hanya akan berubah setelah perilaku berubah. Teori fungsional terhadap perubahan sikap mayakini bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap, manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif. Motivasi juga berkaitan dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini.
Motivasi adalah suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena efektivitas organisasional bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan untuk dibentuk. Manajer akuntan keperilakuan harus memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapakan dalam rangka memenuhi tujuan organisasi.
2.3.2 Teori Motivasi dan Aplikasinya
Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para manajer. Oleh karena itu, motivasi merupakan salah satu pokok pembahasan yang penting dalam manajemen. Sistem pengendalian akuntansi mensyaratkan adanya suatu pemahaman tentang bagaimana individu-individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teori ini telah dibenarkan secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri pernyataan bahwa motivasi adalah masalah lengkap yang tidak dapat diatasi oleh satu teori pun.
2.3.3 Teori Motivasi Awal
Tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam mengembangkan konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesefik dirumuskan selama kurun waktu ini meskipun ketiga teori tersebut telah diserang denga keras dan saat ini validitasnya dipertanyakan. Ketiga teori ini adalah teori hirearki ( anak tangga ) kebutuhan, teori X dan Y, serta teori motivasi higiene. Kita mengetahui teori-teori bersifat awal, setiknya karena dua alasan: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.
2.3.4 Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Maslow mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai beranekaragam kebutuhan yang dapat memengaruhi perilaku mereka. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan ini ke dalam beberapa kelompok yang pengaruhnya berbeda-beda. Secara ringkas, lima hirearki kebutuhan manusia oleh Maslow dijabarkan sebagai berikut.
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik, seperti kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar dan haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan kenyamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan, atau pemecatan.
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk menggunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai dengan dirinya.
2.3.5 Teori X dan Teori Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor. Pandangannya mengenai manusia menyimpulkan bahwa manusia memiliki dasar negatif yang diberi tanda dengan teori x, dan yang lain positif, yang ditandai dengan teori y. setelah memandang cara manajer menangani karyawan, Mcgroger menyimpulkan bahwa pandangan seseorang manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan manajer cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahannya menurut pengendalian-pengendalian tersebut.
2.3.6 Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990-an. Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor, yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi. Dalam teori prestasi, terdapat banyak kekakuan. Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa terdapat tiga karakteristik berikut dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atau suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri dari pada bekerja dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih orang yang lebih kompeten dari pada sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut, McClelland menemukan bahwa uang tidak terlalu penting peranannya dalam meningkatkan prestasi kerja bagi mereka yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
2.3.7 Teori Dua Faktor
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg mengajukan suatu teori motivasi yang dibagi ke dalam beberapa faktor. Faktor-faktor ini meliputi kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan, hubungan perseorangan, keamanan kerja, dan gaji. Faktor motivasi meliputi prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi dan tanggung jawab. Semuanya bertujuan meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan motivasi.
Selain itu, Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukan terhadap 200 responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan kepuasan dan motivasi. Berikut kedua faktor tersebut.
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik, yang apabila tidak ada penyebab terjadinya ketidakpuasan diantara para karyawan. Kondisi ini disebut faktor penyebab ketidakpuasan atau factor hygiene karena kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja intrinsik, yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Namun, jika kondisi atau faktor tidak ada, maka hal tersebut tidak akan menyebabkan ketidakpuasan.
2.4 Teori Kontemporer Motivasi
2.4.1 Teori Keadilan
Teori keadilan dipublikasikan pertama kali oleh adam pada tahun 1963. Dalam teori keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu adalah jika orang tersebut membandingkannya dengan lingkungan lainnya. Secara umum, teori keadilan merupakan bentuk dasar dari konsep hubungan pertukaran sosial.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran motivasi yang merugikan satu sama lain. Jika para individu merasa kualitas dari suatu kejadian adalah tidak layak, maka ketidakpuasan akan menimbulkan kemarahan dan frustasi atas kejadian tersebut. Jika meraka merasa kulitas dari suatu kejadian adalah tidak baik atau tidak baik atau tidak menguntungkan , maka hal tersebut akan menghasilkan perasaan bersalah. Teori ini menggambarkan kenyataan bahwa pembayaran-pembayaran relatif tidak mutlak menjadi perhitungan yang mempunyai pengaruh kuat.
2.4.2 Teori ERG
Teori ERG menganggap kebutuhan manusia memiliki tiga hirearki kebutuhan yaitu, kebutuhan akan eksistensi, dan kebutuhan akan pertumbuhan. Teori ini mengandung suatu dimensi frustasi regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen seorang individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut terpenuhi. Teori ERG menyangkal dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat pertumbuhan dari urutan yang labih tinggi terhalang, maka timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan kebutuhannya di tingkat lebih rendah.
Teori ERG berargumen seperti Maslow bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan dengan tingkatan yang lebih tinggi. Namun, kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus halangan, di mana mencoba memuaskan kebutuhan dengan tingkat yang lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap pemuasan akan kebutuhan dengan tingkat lebih rendah.
2.4.3 Teori Harapan
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi. Teori ini dikembanghkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Teori harapan disebut juga teori valensi atau instrumentalis. Ide dasar dari teori ini adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel kunci dalam teori harapan adalah usaha, hasil, harapan, instrument-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara prestasi dan imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan keinginan eseorang terhadap hasil tetentu.
2.4.4 Teori Penguatan
Teori penguatan memiliki konsep dasar berikut.
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur seperti jumlah yang dapat diproduksi, kualitas produksi,dll
2. Kontijensi penguatan berkaitan dengan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan.
3. Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan dengan pemberian penguatan, maka semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku.
2.4.5 Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke (1986). Teori ini menguraikan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan prestasi kerja. Konsep dasar dari teori ini adalah karyawan yang memahami tujuan akan terpengaruh perilaku kerjanya.
2.4.6 Toeri Antribusi
Teori ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab prilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa prilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu factor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan ekternal, yaitu factor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan.
Dalam riset keprilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel tempat pengendalian. Variabel tersebut terdiri atas 2 komponen, yaitu tempat pengendalian internal dan eksternal. Tempat pengendalian internal adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa dia mampu memengaperuhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya. Sedangkan tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kendalinya.
2.4.7 Peran-peran Penentu Antribusi
Dalam menentukan penyebab prilaku secara internal atau eksternal, terdapat 3 peran prilaku :
1. Perbedaan
Perbedaan mengacu pada apakah seorang individu bertindak sama dalam berbagai keadaan.
2. Konsensus
Konsensus mempertimbangkan bagaimana prilaku seseorang individu dibandingkan dengan individu lain pada situasi yang sama. Jika setiap orang yang dihadapkan pada situasi yang sama menanggapi situasi tersebut dengan cara yang sama, kita dapat mengatakan prilaku tersebut menunjukkan consensus. Ketika consensus tinggi, satu antribusi eksternal diberikan terhadap perilaku seseorang. Namun, jika prilaku seseorang berbeda dengan orang lain maka dapat disimpulkan penyebab prilaku individu adalah internal.
3. Konsistensi
Seorang pengamat melihat konsistensi pada saatu tindakan yang diulangi sepanjang waktu.
2.4.8 Teori Agensi
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakn teori agensi mendasarkan memikirannya atas perbedaan informasi antara atasan untuk dan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi yang memngaruhi penggunaan sistem akuntansi. Teori ini didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, principal (pemilik atau manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manager yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien.
2.4.8 Pendekatan Dyadic
Pendekatan dyadic menyatakan ada dua pihak yaitu atasan dan bawahan yang berperan dalam proses evaluasi kerja. Pendekatan tersebut juga mengakui bahwa atasan kemungkinan tidak memperlakukan seluruh bawahannya secara sama. Pendekatan ini dikembangkan oleh Danserau et al pada tahun 1975, Danserau menyatakan pendekatan ini tepat untuk menganalisi hubungan antara atasan dan bawahan karena mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.
2.5 Persepsi
2.5.1 Pengertian Persepsi
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar perspsi mereka mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan keadaan sebenarnya. Kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Definisi persepsi yang formal adalah proses dimana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan rangsangan kedalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti.
Menurut KBBI (1995) persepsi sebagai tanggapan langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sementara itu, dalan lingkup yang lebih luas persepsi merupakan suatu proses yang melibatkn pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukkan oleh panca indra.
Dari beberapa definisi diatasfaktor dalam diri seseorang dapat disimpulkan bahawa persepsi setiap individu mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan dua faktor, yaitu (aspek kognitif ) dan faktor dunia luar (aspek stimulus fisual). Secara implisit, Robins (1996) mengatakan bahwa persepsi suatu individu sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama. Menurutnya, fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor yang apabila digambarkan tampak seperti gambar diatas.
2.5.2 Rangsangan Fisik Versus Kecenderungan Individu
Orang-orang merasakan dunia dengan cara yang berbeda karena persepsi bergantung pada rangsangan fisik dan kecenderungan individu tersebut. Rangsangan fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan seperti penglihatan dan sentuhan. Kecenderungan individu meliputi alasa, kebutuan, sikap, pelajaran dari masalalu, dan harapan. 4 faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah keakraban, perasaan, arti penting, dan emosi.
2.5.3 Pilihan, Organisasi, dan Penafsiran Rangsangan
Persepsi sebagaimana diatas, adalah proses dalam pemilihan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsangan. Manusia hanya mampu merasakan sesuatu yang kecil dan membagi semua rangsangan tersebut kearah yang diarahkan olehnya.
Pilihan untuk merasakan sesuatu secara khas tergantung pada rangsangan yang dialami, harapan dan alasan dari individu bersangkutan. Sifat dasar rangsanga meliputi hal-hal seperti faktor atribusi fisik dan desain serta bertentangan dengan rangsangan lainnya.
2.5.4 Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan
Para akuntan prilaku dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak aktifitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kerja. Resiko selalu ada dalam pengambilan keputusan bisnis. Para manager dalam membuat keputusan dipengaruhi oleh resiko yang mereka rasakan dan tingkat toleransi mereka terhadap resiko. Kesalahan persepsi seringkali disebabkan oleh permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Kesalahan persepsi juga dapat mendorong kearah ketegangan hubungan natra pribadi karyawan.
2.5.5 Persepsi Orang: Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Persepsi manusia terhadap orang lain berbeda dari persepsi manusia terhadap objek mati, seperti meja, mesin, karena manusia menrik kesimpulan mengenai tindakan orang lain tersebut, sesuatu yang tidak dilakukan oleh objek mati. Namun, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada 3 faktor yaitu kekhususan (ketersendirian), consensus (jika semua orang menghadapi suatu situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama), konsistensi.
2.6 Nilai
2.6.1 Arti Penting Nilai
Nilai dinyatakan penting karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dank arena nilai memengaruhi persepsi manusia.
2.6.2 Nilai Dan Dilema Etika
Cara yang baik dan ideal dalam mengatasi dilemma adalah mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang ada, selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yang menjadi kekhawatiran didalamnya. Kesempatan dapat dilihat sebagai suatu standar etika yang diharapkan, dimana dapat dilihat setiap perubahan perilaku didalam organisasi itu sendiri serta setiap perubahan prilaku yang diharapkan dari yang lainnya.
2.6.3 Nilai-Nilai Sepanjang Budaya
Sejak dini, anak-anak diamerika diajarkan mengenai nilai-nilai individualisme dan keunikan. Sebaliknya, anak-anak jepang diajarkan menjadi pemain tim, bekerja dalam kelompok, dan harus saling menyesuaikan diri. Praktik-praktik sosialisasi yang berbeda ini mencerminkan budaya yang berbeda dan tidaklah mengherankan jika menghasilkan tipe karyawa yang berlainan.
2.7 Pembelajaran
2.7.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana prilaku baru diperlukan. Pembelajaran terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangan dalam merespon situasi. Kombinasi dari motivasi pengalaman, dan pengulangan dalamn merespon situasi ini terjadi dalam 3 bentuk : pengaruh keadaan klasik, pengaruih keadaan operant, dan pembelajaran sosial.
2.8 Kepribadian
2.8.1 Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah intisari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat konsisten dan kronis. Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah penting kerena memungkinkan untuk memprediksi perilaku.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan prilaku. Pengujian prilaku ditentukan oleh banyaknya efektifitas dalam tekanan pekerjaan, siapa yang akan menanggapi kritikan dengan baik, siapa yang bekerja dengan baik, semuanya itu merupakan bentuk pemahaman atas kepribadian.
2.8.2 Penentuan Kepribadian
Kepribadian seseorang terbentuk dari faktor keturunan dan lingkungan yang diperlunak oleh kondisi situasi.
2.8.3 Kepribadian Dan Budaya Nasional
Terdapat kepastian bahwa tidak ada jenis kepribadian umum untuk satu Negara tertentu. Namun, budaya Negara harus memengaruhi karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya. Terdapat bukti bahwa budaya berbeda dalam istilah dari hubungan orang-orang untuk lingkungan mereka.
2.9 Emosi
2.9.1 Pengertian Emosi
Emosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Emosi berbeda dari suasana hati (moods) yaitu merasakan kecenderungan yang kurang intens dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan kontekstual. Emosi merupakan reaksi terhadap suatu objek, dan akhirnya tidak bertahan pada ciri kepribadian.
Gambar dibawah ini menunjukkan enam emosi yang dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu kontinum. Semakin dua emosi dekat satu sama lain sering dianggap sama, sementara perbedaan antar kebahagiaan dan rasa jijik jarang membingungkan. Ingatlah bahwa faktor-faktor budaya juga dapat memengaruhi interpretasi dari ekspresi fasial.
2.9.2 Memilih Emosi : Emosi Para Pekerja
Seseorang terkadang harus mengatur emosinya. Tampilan emosi sedikit banyaknya diatur oleh norma-norma tempat kerja dan tuntutan dari keadaan tertentu. Contoh menangis umumnya dipandang sebagai suatu yang tidak pantas ditempat kerja, tangisan akan kebih dapat diterima jika seseorang baru diberi tau soal kematian keluarga terdekat.
2.9.3 Emosi Tenaga Kerja
Emosi tenaga kerja mengacu pada kebutuhan bahwa karyawan mengungkapkan emosi tertentu ditempat kerja (gairah atau kegembiraan)guna memaksimalkkan produktifitas organisasi. Awalnya, konsep emosional tenaga kerja dikembangkan dalam hubungannya dengan jasa pekerjaan. Saat ini, konsep emosi tenaga kerja tampak relevan hampir setiap pekerjaan.
2.9.4 Inteligensi Emosional
Inteligensi emosional mengacu pada berbagai keterampilan nonkognitif, kemampuan, serta kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam tuntutan lingkungan dan tekanan. Hal ini disusun dari 5 dimensi :
1. Kesadaran diri
2. Manajemen diri
3. Motivasi diri
4. Empati
5. Keterampilan sosial
Inteligensi emosional berbeda dengan emosi tenaga kerja karena emosi tenaga kerja merupakan satu kebutuhan pekerjaan (tuntutan untuk senyum), dan dipengaruhi oleh ciri kepribadian. Seseorang dengan intelegensi emosional yang rendah mungkin dikendalikan oleh emosinya karna permintaan dari seorang manager. Sementara jika tidak diminta maka hal itu tidak dilakukan.
2.9.5 Emosi Negative Ditempat Kerja
Emosi negatif dapat mengarah pada sejumlah penyimpangan perilaku ditempat kerja. Siapapun yang menghabiskan banyak waktu dalam suatu organisasi akan menyadari orang-orang sering terlibat dalam tindakan sukarela yang melanggar norma yang telah ditetapkan serta mengancam organisasi, anggota, atau keduanya. Tindakan ini disebut penyimpangan karyawan. Tindakan tersebut masuk dalam kategori, seperti produksi (sengaja meninggalkan tempat kerja lebih cepat), hak milik (pencurian, sabutase) politik (penggunjingan, menyalahkan rekan kerja), dan agresi pribadi (pelecehan seksual).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep keprilakuan dari psikologi dan psikologi sosial menelaah beberapa bidang utama dari konsep-konsep yang ada pada wilayah psikologi dan psikologi sosial dan juga menjelaskan konsep-kosep utama yang terdapat di dalamnya, dimana sikap perubahan sikap, motivasi, persepsi,pembelajaran, kepribadian, emosi dibicarakan. Bagaimana hal tersebut diterapkan terhadap sistem secara teoritis pada akuntansi keprilakuan. Dan membandingkan prilaku-prilaku lain dalam organsasi.
3.2 Saran
1. Seorang akuntan sebaiknya menerapkan akuntansi keprilakuan praktis melalui penggunaan riset ilmu keprilakuan untuk menjelaskan dan memprediksi prilaku manusia.
2. Seorang akuntan harus dapat memahami dan menerapkan akuntansi keprilakuan dan ilmu keprilakuan dalam mengambil suatu keputusan bisnis.
3. Dalam organisasi sebaiknya memberikan informasi yang akurat agar terciptanya organisasi yang kondusif dan efesien.
Daftar Pustaka
• Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keprilakuan.Salemba Empat: Jakarta
• http://dokumen.tips/documents/konsep-keperilakuan-dari-psikologi-dan-psikologi-sosial-55ab58e7b80b4.html
• http://irma-yuni.blogspot.co.id/2012/04/konsep-keperilakuan-psikologi-dan.html
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar