Tugas
Terstruktur: Dosen Pengampu:
Akuntansi
Keperilakuan dan Org Andi
Irfan, SE, M. Sc
“Dimensi
Perilaku dalam Pengendalian Internal”
Disusun
Oleh:
SARAH
EKA PUTRI HD
(11373200486)
SARI
KHAIRUN NISSA
(11373201531)
YUNI
IVA MILDIANA
(11373202162)
JURUSAN
AKUNTANSI/ VI/C
FAKULTAS
EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami sampaikan
kepada ALLAH SWT atas rahmat dan ridho-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan
sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi.
Makalah ini membahas kajian tentang Dimensi Perilaku dalam Pengendalian
Internal.
Selanjutnya, kami menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan pengajaran dan arahan yang telah
diberikan oleh Bapak Andi Irfan, SE., M.Sc. sebagai dosen pembimbing dalam mata
kuliah ini, serta kepada teman-teman yang telah membantu kami sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami
menyadari bahwa penulisan pada makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, dengan segala keterbatasan yang ada,
kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan guna memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya dalam
bidang Akuntansi Keperilakuan dan Organisasi. Dan kami juga sangat mengharapkan kritikan dan masukannya
demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih
Tim Penyusun
Pekanbaru,
15 Mei 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengendalian internal
merupakan suatu cara
untuk mengarahkan, mengawasi, dan
mengukur sumber daya organisasi. Pengendalian internal yang efektif dapat mengurangi adanya suatu
perilaku tidak etis. Pengendalian internal yang efektif dapat membuat peluang
untuk melakukan suatu perilaku tidak etis menjadi tertutup. Oleh karena itu,
perilaku tidak etis dapat dicegah dengan sistem pengendalian internal yang baik
dan efektif.
Sistem pengendalian
internal merupakan proses yang
dijalankan untuk memberikan
keyakinan memadai tentang
pencapaian keandalan laporan keuangan, kepatuhan
terhadap hukum, dan
efektivitas dan efesiensi operasi. Sistem pengendalian yang efektif
diharapkan dapat mengurangi adanya
perilaku tidak etis
yang dilakukan manajemen untuk memaksimalkan kepentingan pribadi.
Selain mengurangi adanya perilaku tidak etis, sistem pengendalian internal
diharapkan mampu mengurangi
adanya tindakan menyimpang
yang dilakukan oleh manajemen.
Manajemen cenderung melakukan tindakan menyimpang untuk memaksimalkan keuntungan
pribadi. Salah satu contoh
tindakan menyimpang yaitu
kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.
Membangun
dan memelihara sistem yang efektif pengendalian intern adalah tanggung jawab
penting dari manajemen, tetapi istilah "pengendalian intern"
sebenarnya diciptakan dan didefinisikan oleh auditor. Auditor memusatkan
perhatian mereka pada pengendalian yang digunakan dalam organisasi yang diaudit
karena mereka menyadari bahwa jenis dan lingkup pengujian yang mereka butuhkan
untuk melakukan dalam hubungannya dengan audit harus bervariasi dengan
efektivitas pengendalian organisasi gunakan untuk memastikan keakuratan data-data
akuntansi.
1.2
Rumusan Masalah
- apa yang dimaksud dengan pengendalian internal.
- bagaimana manfaat pengendalian internal bagi perusahaan.
- apa saja hal-hal bentuk dari tipe-tipe pengendalian internal perusahaan.
- situasi apa saja yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal.
1.3 Tujuan
- untuk mengetahui tentang pengendalian internal.
- untuk mengetahui manfaat pengendalian internal bagi perusahaan.
- untuk mengetahui bentuk-bentuk dari tipe pengendalian internal.
- untuk mengetahui situasi yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal.
BAB
II
PEMBAHASAN
DIMENSI PERILAKU DALAM PENGENDALIAN INTERNAL
2.1 Definisi Dan Lingkup Pengendalian Internal
Pertama kali pengendalian internal didefinisikan tahun 1949 oleh
komite American Institute of Accountants sebagai berikut:
Pengendalian internal terdiri dari rencana organisasi dan seluruh
metode koordinasi dan pengukur yang diadopsi didalam suatu bisnis untuk mengamankan
asetnya mengecek keakurasian dan reliabilitas data akuntansinya mendorong
efisiensi operasional dan mendukung dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.
Definisi ini mungkin lebih luas. Dalam hal ini diakui bahwa suatu
"sistem" pengendalian internal lebih luas daripada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan fungsi departemen akuntansi dan keuangan. Sistem
seperti ini mencakup pengendalian budgetair, standard costs, laporan
operasional periodik, analisis statistik dan diseminasinya, program pelatihan
yang didisain untuk karyawan memenuhi tanggung jawabnya, dan staf auditor
internal untuk memberikan jaminan tambahan pada manajemen tentang kecukupan
prosedur.
Tahun 1958, suatu komite baru dalam American Institute of Certified
Public Accountant (AICPA) mencoba untuk mengklarifikasi definisi pengendalian
internal, yaitu:
Pengendalian internal dalam pengertian yang luas meliputi:
a. Pengendalian akuntansi terdiri dari perencanaan organisasi dan
seluruh metode dan prosedur yang berhubungan langsung dengan keamanan
aset dan keandalan pencatatan keuangan. Pengendalian
ini termasuk "pengendalian sistem
otorisasi dan persetujuan, pemisahan tugas berkaitan
dengan operasi atau pengamanan aset, pengendalian fisik atas aset, dan audit internal.
b. Pengendalian administratif terdiri dari perencanaan organisasi dan
"seluruh metode dan prosedur yang berhubungan langsung dengan efisien
operasional dan dipatuhinya kebijakan manajerial dan biasanya berhubungan tidak
langsung dengan pencatatan keuangan. Pengendalian ini termasuk pengendalian
seperti analisis statistik, time
and motion studies, laporan kinerja, program pelatihan karyawan dan pengendalian
kualitas.
Revisi dan klasifikasi tahun 1958 tentang pendefisian pengendalian
internal kemudian membatasi lingkup auditor hanya pada
pengendalian akuntansi. Meski demikian,
setelah revisi 1958 masih ada kemungkinan untuk menginterpretasikan
secara luas "mengamankan aset dan keandalan pencatatan keuangan," dan hal ini kemudian menyebabkan auditor
harus menguji beberapa atau seluruh prosedur
pembuatan keputusan manajemen. Sebagai konsekuensinya pada tahun 1972 komite
AICPA menerbitkan interpretasi yang membatasi auditor pada: (1) mengamankan
aset dari kerugian yang muncul karena kesalahan baik yang disengaja maupun
tidak disengaja dalam memproses transaksi dan menangani aset yang berkaitan,
dan (2) keandalan pencatatan keuangan bagi tujuan pelaporan eksternal.
Securities and Exchange Commission (SEC) mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut:
Pengendalian internal terdiri dari perencanaan organisasi,
prosedur dan pencatatan yarg memperhatikan keamanan aset dan keandalan
pencatatan keuangan dan konsekuensinya didisain untuk menyediakan jaminan yang
beralasan (reasonable) bahwa:
- Transaksi dilakukan sesuai dengan otorisasi manajemen baik otorisasi umum maupun spesifik,
- Transaksi dicatat (1) untuk memungkinkan penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan generally accepted accounting principles (GAAP)/prinsip akuntansi berterima umum (PABU) atau kriteria lain yang dapat diterapkan pada laporan tersebut, dan (2) untuk memelihara akuntabilitas atas aset.
- Akses atas aset diizinkan hanya bila ada otorisasi manajemen
- Pencatatan akuntabilitas atas aset dibandingkan dengan aset yang ada pada interval yang reasonable dan bila terjadi perbedaan dilakukan tindakan yang dibutuhkan.
Intemational Federation of Accountant (IFAC) yang pada tahun 1981 beranggotakan 80 badan akuntansi dari 59
negara yang berbeda memilih definisi yang lebih luas. Sistem pengendalian
internal adalah perencanaan orgarisasi dan seluruh sistem koordinasi,
keuangan dan lainnya, yang dibentuk oleh manajemen entitas untuk
membantu pencapaian tujuan manajemen untuk menjamin bisnis yang tertib dan
efisien, termasuk dipatuhinya kebijakan manajemen, keamanan aset,
pencegahan atau pendeteksian kecurangan dan kesalahan, keakuratan dan
kelengkapan catatan akuntansi, dan penyiapan informasi keuangan yang
andal secara tepat waktu.
Siti Aisah (2010) menjelaskan dalam skripsi bahwa, pengendalian intern
adalah suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen
dan personal lain
entitas yang didesain
untuk memberikan gambaran
keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan laporan, efektivitas dan
efisiensi operasi, dan
kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang
berlaku.
2.1.1
Unsur-Unsur
Pengendalian Internal
Ada lima unsur-unsur dalam pengendalian internal perusahaan,
yaitu:
a.
Lingkungan
Pengendalian (Control Environment)
Terdiri dari kebijakan,
tindakan, dan prosedur yang mencerminkan sifat menyeluruh manajemen puncak,
direktur pelaksana, komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap
pentingnya pengendalian oleh satuan usaha tersebut. Faktor yang mempengaruhi
lingkungan pengendalian internal suatu perusahaan meliputi, falsafah manajemen
dan gaya operasional manajemen.
b.
Prosedur Pengendalian
(Control Procedure)
Adalah kebijakan dan
prosedur yang diterapkan oleh manajemen dalam lingkungan pengendalian untuk
memberikan cukup kepastian bahwa sasaran perusahaan dapat tercapai.
c.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian
adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen
dilaksanakan. Aktivitas tersebut memastikan bahwa tindakan yang diperlukan
untuk menanggulangi risiko pencapaian tujuan entitas sudah dilaksanakan.
d.
Informasi
dan Komunikasi (Information and Communication)
System informasi yang
relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi system akuntansi
terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas,
dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk
memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan.
Kualitas informasi berdampak pada kemampuan manajemen untuk membuat keputusan
semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan
keuangan yang andal. Komunikasi menyangkut penyediaan suatu pemahaman tentang
peran dan tanggung jawab individual yang berkaitan dengan pengendalian intern
terhadap pelaporan keuangan.
e.
Pemantauan
(Monitoring)
Pemantuan adalalah
proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.
Pemantauan ini mencakup desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan
pengambilan tindakan koreksi.
2.2 Manfaat Pengendalian Internal
Dari berbagai definisi di atas, tampak bahwa permasalahan
pengendalian internal merupakan masalah perilaku. Artinya permasalahan
pengendalian internal disebabkan oleh risiko bahwa personal yang seharusnya
bertanggungjawab dalam organisasi melakukan
tindakan tidak diinginkan atau mereka gagal melakukan tindakan yang diinginkan.
Oleh karenanya, pengendalian internal menjadi penting bagi organisasi karena
kemampuannya untuk (1) mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya
perilaku yang tidak diinginkan atau tidak dilakukannya suatu perilaku yang
diinginkan, dan (2) mengurangi biaya akibat terjadinya perilaku yang tidak
diinginkan atau perilaku yang tidak dilakukan.
Karena permasalahan pengendalian internal merupakan masalah
perilaku, maka pemahaman tentang bagaimana dan mengapa pengendalian internal
dapat berjalan perlu dilakukan dalam konteks perilaku, psikologi, (bukan
akuntansi atau ekonomi) yang mungkin merupakan dasar disiplin ilmu yang
paling penting yang mendasari teori dan praktik pengendalian internal. Fakta
penting tentang pengendalian internal ini seringkali tidak dinyatakan dalam
dokumen pengendalian internal, dan dokumen tersebut lebih banyak berorientasi
pada aspek teknis dan prosedural.
Pada beberapa orang yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan
harapan organisasi, terdapat kendala tidak dapat melakukan tugas secara sempuma
karena adanya keterbatasan kemampuan. Misalnya tugas yang diberikan mereka
sangatlah kompleks sehingga mereka tidak dapat mengingat informasi penting,
atau menjadi bingung dengan detil yang dihadapi. Karyawan juga mungkin tidak
dapat melakukan tugas dengan sempuma karena keterbatasan pengetahuan mereka
yang terjadi ketika karyawan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana
melakukannya. Misalnya, memberi tugas pada orang yang tidak terlatih untuk
menyiapkan laporan keuangan, atau melakukan rekonsiliasi bank, akan menyebabkan
orang tersebut memiliki probabilitas sukses yang sangat kecil.
Ketiga keterbatasan tersebut akan mungkin ada, baik pada tingkat
rendah atau tinggi, pada seluruh orang yang dipercaya organisasi. Sebagai
konsekuensinya, penting bagi manajer untuk memiliki suatu system pengendalian
internal yang kuat dan efektif; jika peluang untuk melakukan ketidakberesan (irregularities)
ada. cepat atau lambat kesalahan dan ketidakberesan akan terjadi dan cost
yang dikeluarkan akan signifikan. Lebih jauh lagi, tipe pengendalian yang
digunakan harus tergantung pada pengetahuan atau asumsi tentang tipe perilaku
menyimpang yang mungkin terjadi, dan bagaimana tipe pengendalian akan
mempengaruhi perilaku para pihak yang terlibat.
2.3 Tipe-Tipe Pengendalian Internal
Banyak cara untuk mengklasifikasikan pengendalian intemal,
misalnya pengklasifikasian yang tergantung pada tujuannya. Artinya, apakah
pengendalian tersebut bertujuan untuk mencegah atau untuk mendeteksi perilaku
yang tidak diinginkan. Pembedaan ini penting dilakukan karena ketika
pengendalian yang mencegah terjadinya kesalahan dan ketidakberesan dapat
dilakukan secara efektif, maka pengendalian ini sangat powerful karena
tidak ada cost yang harus dikeluarkan akibat terjadinya perilaku
menyimpang. Pengendalian internal dengan tipe pendeteksian berbeda dengan tipe
pencegahan karena tipe pendeteksian terjadi setelah terjadinya perilaku.
Karenanya tipe ini dapat efektif jika deteksi dilakukan secara tepat waktu dan
jika hasilnya dapat mengkoreksi efek dari tindakan menyimpang. Hasil
pengendalian internal dari tipe deteksi harus membuat individu tidak lagi
berniat untuk melakukan tindakan serupa.
Cara lain untuk mengklasifikasikan pengendalian adalah dikaitkan
dengan spesifikasi maksud atau tujuan pengendalian (specificity of intent).
Beberapa pengendalian internal didisain untuk mencapai tujuan pengendalian
yang spesifik. Bentuk ini disebut dengan pengendalian khusus/spesifik
(specific controls) atau pengendalian primer dan pengendalian aplikasi
pengendalian spesifik diterapkan pada proses transaksi dan dalam menangani aset
yang berpotensi memunculkan terjadinya satu atau lebih tipe kesalahan atau
ketidakberesan.
Tipe lain disebut dengan pengendalian umum (general controls), atau
pengendalian sekunder sebagaimana diistilahkan oleh John Willingham dan Douglas
Carmichael (1979), dan Gary Holstrum (1984). Pengendalian umum bertujuan
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengendalian internal
yang baik dan buruk, mendukung dan menjamin berfungsinya pengendalian
spesifik pembedaan antara pengendalian umum dan spesifik menjadi penting
karena auditor memeriksa pengendalian khusus pada seluruh tugas penting sebelum
mereka menyatakan bahwa sistem pengendalian internal adalah efektif,
kecuali pada kondisi yang tidak biasa.
Kedua cara pengklasifikasian pengendalian internal ini dapat
dibentuk dalam matriks, sebagai berikut:
Purpose
Prevention Detection
1
|
2
|
3
|
4
|
Specificity Specific
of Intent
General
Sel 1: Spesifik/Pencegahen
1.
Pembatasan
akses (baik secara fisik maupun administratif) pada area
2.
penyimpanan
aset yang bernilai atau catatan yang sensitif. Pemisahan tugas, terutama untuk
tugas-tugas yang sensitif.
3.
Validasi
data sebelum dimasukkan.
Sel 2: Spesifik/Pendeteksian
1.
Rekonsiliasi
penghitungan persediaan secara periodik dengan catatan persediaan
2.
Formulir
bernomor urut tercetak (prenumbered forms)
3.
Rekonsiliasi
jumlah dokumen yang ada di laporan dengan jumlah dokumen yang ada pada
departemen asal.
Sel 3: Umum/Pencegahan
1.
Kebijakan
perekrutan dan pelatihan secara efektif.
2.
Perencanaan
organisasi secara efektif.
3.
Code of
conduct.
Sel 4: Umum/Pendeteksian
1. Supervise personal secara ketat.
2. Penggunaan staf audit internal.
3. Pembandingan laporan finansial secara periodik.
2.4 Situasi yang Mempengaruhi Pemilihan Tipe Pengendalian Internal
Pilihan atas pengendalian bergantung pada empat faktor yaitu:
1.
Tipe
kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities) yang
dihadapi. Hal ini akan beragam tergantung tipe aset yang dimiliki perusahaan
dan tipe transaksi
yang terjadi. Misainya risiko hilangnya persediaan bukan merupakan hal yang signifikan pada perusahaan jasa, yang memiliki
persediaan dalam jumlah sedikit. Komputerisasi sistem akuntansi menyebabkan
perubahan besar dalam jumlah dan tipe orang yang
memiliki akses pada catatan keuangan, dan
perubahan ini memunculkan risiko.
2. Cost yang harus
ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih
kesalahan atau ketidakberesan, kontrol yang ketat
harus dilakukan pada transaksi atau aset yang
penting.
3. Kecenderungan terjadinya masing-masing tipe kesalahan dan ketidakberesan.
Hal ini akan beragam misalnya:
a. Tipe orang dalam aktivitas dikontrol. Risiko terjadinya kesalahan
pada orang yang terlatih baik dan berpengalaman lebih rendah daripada orang
yang tidak berpengalaman.
b. Tingkat kemudahan penjualan aset. Bisnis yang berhubungan
dengan kas memiliki risiko yang tinggi.
c. Kompleksitas aktivitas yang dikontrol. Proses yang sangat kompleks
akan mengakibatkan
kurangnya pemahaman pada sebagian orang yang mengerjakan
aktivitas tersebut.
d. Struktur organisasi. Sangatlah sulit bagi manajemen puncak untuk selalu
memantau seluruh aktivitas pada organiasi yang sangat
terdesentralisasi.
e. Filosofi manajemen. Lingkungan kerja yang tertekan akan cenderung
mendorong karyawan memanipulasi data untuk mencapai
target. Hal ini juga akan memunculkan perilaku
disfungsional seperti pencurian.
4.
Cost dan
potensi efektivitas dari masing-masing tipe "pengendalian yang
dapat digunakan. Seperti benda ekonomis lain,
pengendalian internal dapat diimplementaskan
bila potensi manfaatnya lebih besar dari pada cost-nya.
2.5 Permasalahan Dalam Pengendalian Internal
Kasus 1: Pencurian Persediaan
Pada akhir tahun fiskal
1982, auditor suatu perusahaan manufaktur penghasil kertas, melakukan
penghitungan fisik atas persediaan di gudang. Pada salah satu gudang, hasil
penghitungan fisik menunjukkan adanya kekurangan jumlah persediaan sebesar
kira-kira $ 120,000 dibandingkan dengan catatan persediaan perusahaan yang
menggunakan metode perpetual. Staf auditor internal perusahaan kemudian diminta
untuk menginvestigasi hal tersebut. Auditor internal menyatakan bahwa hilangnya
persediaan tampaknya karena pencurian dan mereka mendata personal yang diduga
mencuri persediaan kertas. Kasus tersebut akhirnya terselesaikan ketika kepala
bagian produksi mengaku setelah dikonfrontasikan dengan bukti. Dia mengakui
bahwa dia mencuri persediaan dengan cara bekerjasama dengan salah seorang
bagian truk yang mengangkut persediaan. Pencurian ini telah dilakukan
bertahun-tahun, dan pada tahun 1982 dilakukan pada jumlah yang lebih besar
karena meningkatnya kebutuhan financial para pencuri tersebut.
Solusi Untuk Contoh Kasus 1
Kasus pertama melibatkan
pencurian persediaan. Pencegahan secara absolut dari tipe masalah ini tidak
dapat dilakukan, kecuali akses terhadap persediaan harus dibatasi pada satu
karyawan yang terpercaya. Perusahaan dapat melakukan langkah-langkah berikut
untuk meningkatkan kontrol atas persediaan:
1.
Kepala
bagian produksi yang terlibat pencurian harus diganti oleh orang yang lebih
terpercaya.
2.
Prosedur
baru diperlukan untuk kepala bagian pengangkutan yaitu penghitungan kuantitas
persediaan yang diangkut masing-masing truk dan penandatanganan dokumen
pengangkutan yang mengindikasikan persetujuan antara kuantitas yang tercantum
dalam dokumen dan penghitungannya. Prosedur ini didisain untuk menyediakan
deteksi yang tepat bila terjadi perpindahan persediaan dari truk. Kepala bagian
pengangkutan juga perlu diingatkan bahwa pengangkutan yang tidak diotorisasi
tidak diperbolehkan.
3.
Penghitungan
persediaan dijadwalkan lebih sering. Penghitungan persediaan yang penting perlu
dijadwalkan lebih sering sehingga bila terjadi permasalahan dapat segera
terdeteksi secepat mungkin. Beberapa
bentuk persediaan cukup dihitung secara tahunan, namun staf auditor internal
perlu diberi instruksi untuk melakukan pemeriksaan mendadak untuk membandingkan
penghitungan kuantitas fisik dengan catatan persediaan secara perpetual.
Kasus 2: Manipulasi Data
Pada tahun 1979, suatu
perusahaan yang bangga atas pertumbuhan laba yang menaik terjadi konsisten
selama sepuluh tahun, mengungkapkan bahwa para
manajer pada beberapa divisi perusahaan telah
berkonspirasi untuk mentransfer income antar beberapa tahun fiscal. Skema transfer income telah
dimulai sejak 1974 ketika beberapa manajer
berupaya mengurangi profit mereka untuk menghindar dari berlebihnya batas rasio gaji dan kontrol harga pada
saat itu. Tetapi skema kemudian berlanjut
setelah kontrol harga dan gaji berlalu karena manajer menyadari bahwa mereka dapat menabung profit dan
menggunakan hal tersebut sebagai pelindung
mereka yang dapat menjamin mereka mencapai target laba tahunan.
Para manajer melakukan
transfer income tersebut yang totalnya mencapai jutaan dollar melalui
sejumlah prosedur, antara lain:
1.
Melebihi
pembayaran untuk vendor dan menerima potongan harga pada tahun depan.
2.
Meminta dan
mempermahal faktur untuk jasa yang baru digunakan pada tahun yang akan dating.
3.
Memperendah
nilai persediaan untuk mengantisipasi penurunan harga.
4.
Mengundur
pengiriman dokumen
Tim investigator
ekstemal menyimpulkan bahwa beberapa kondisi kerja tertentu di perusahaan turut
memberi kontribusi pada muncul dan berlanjutnya praktik transfer income. Pertama,
karena adanya kesenjangan komunikasi antara kantor pusat dengan divisi-divisi
operasi. Perusahaan sangat terdesentralisasi dan yang penting adalah kepala
divisi keuangan dan akuntansi bertanggung jawab langsung pada chief executive
officer (CEO) perusahaan. Hal ini berarti hanya terjadi kontak yang relatif
sedikit antara staf Keuangan di dalam divisi dengan kantor pusat. Faktor kedua
adalah organisasi beroperasi atas dasar filosofi meritocratic; yaitu
hanya orang-orang yang mencapai hasil yang diinginkan sajalah yang pantas
mendapatkan reward. Tetapi kantor pusat kadang-kadang memberi perintah
dan menyusun standar finansial tanpa mempertimbangkan apakah pencapaian target
mungkin dilakukan. Hal ini seringkali menyebabkan manajemen operasi tertekan.
Faktor ketiga adalah rencana insentif manajemen perusahaan. Perencanaan ini
sangatlah baik, menjanjikan reward hingga 40 persen gaji, namun hanya
menekankan pada hasil operasi jangka pendek (satu tahun). Ada juga ketentuan cutoff
batas atas bahwa tidak ada bonus yang dibayarkan pada income tahunan
yang lebih besar dari target yang telah ditetapkan. Investor merasa bahwa
masing-masing faktor iai meningkatkan motivasi manajer untuk mentransfer income
antar periode.
Solusi Untuk Contoh Kasus 2
Tahap-tahap yang ketat
perlu diambil untuk menjamin bahwa permasalahan terhenti dan tak akan terjadi
lagi. Beberapa tahap didisain untuk memperkuat system pengendalian internal,
dan tahap lain didisain untuk memperbaiki lingkungan kerja untuk mengurangi
motivasi manajer memanipulasi data. Tahap-tahap ini meliputi:
1.
Code of
conduct perusahaan perlu direvisi dan diperkuat dan perlu ditekankan pada
seluruh karyawan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini tidak akan ditolerir.
2.
Perekrutan
pejabat baru dan pemberian tanggung jawab bagi seluruh fungsi diperusahaan
terkait akuntansi keuangan, pengendalian dan pelaporan ekstemal.
3.
Seluruh
kebijakan, praktik, prosedur dan pengendalian yang ada dievaluasi untuk
memenuhi ketentuan perundang-undangan yang ada (dalam kasus ini adalah Foreign
Corrupt Practices Act) dan praktik bisnis yang baik. Langkah selanjutnya
perlu diambil bila ditemukan defisiensi.
4.
Manual
kebijakan akuntansi perlu disusun sebagai alat untuk membentuk, mendokumentasikan,
dan memperbaharui keseragaman kebijakan dan prosedur akuntansi. Manual ini
termasuk keseragaman deskripsi akun, kebijakan akuntansi yang mendefinisikan
kriteria waktu, penilaian dan pencatatan akuntansi; daftar format dan waktu pengungkapan
informasi finansial yang ditentukan peraturan; kebijakan tentang standar
minimum. prosedur dan sistem akuntansi; dan daftar batas otoritas personal
dalam transaksi yang telah diotorisasi. Manual ini bertujuan untuk menjamin
bahwa seluruh divisi memiliki sistem akuntansi yang memenuhi paling tidak standar
minimum, dan para pengguna laporan keuangan memahami karakteristik data yang
disajikan.
5.
Program
yang sedang berjalan ditujukan untuk memonitor kepatuhan pada kebijakan dan
prosedur, dan untuk menjamin bahwa kebijakan dan prosedur tersebut efektif
sepanjang waktu.
6.
Disusun
kebijakan baru yang mendorong perpindahan personal antara departemen keuangan
pada kantor pusat dan divisi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontak
personal antara dua kelompok ini dan mengurangi kesenjangan komunikasi.
7.
Fungsi
auditor internal perusahaan diperkuat, dan garis laporan diubah sehingga fungsi
ini bertanggung jawab langsung pada komite audit.
8.
Review
terhadap perencanaan insentif manajemen perlu dilakukan untuk menentukan
bagaimana memberlakukan insentif sambil mengurangi motivasi untuk praktik
transfer income. Beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan antara
lain pemberian award berdasarkan kinerja korporat (bukan divisi),
kinerja jangka panjang, atau kinerja diukur dalam indikator nonfinansial.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengendalian internal
merupakan suatu perencanaan organisasi, prosedur, dan pencatatan yang dilakukan
untuk mengamankan aset perusahaan (organisasi) agar tidak terjadi kesalahan
dalam melaporkan aset tersebut untuk memperoleh keyakinan yang memadai dalam
memberikan laporan perusahaan dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan tertib
dan efisien. Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengendalian internal,
ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam pengendalian internal, yaitu
lingkungan pengendalian, prosedur pengendalian, aktivitas pengendalian,
informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Adapun manfaat yang diperoleh dari
pengendalian internalini adalah pertama, untuk mencegah atau paling tidak
mengurangi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau tidak dilakukannya
suatu perilaku yang diinginkan, dan kedua mengurangi biaya akibat terjadinya
perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku yang tidak dilakukan. Adapun
tipe-tipe dari pengendalian internal dapat diklasifikasikan dengan tipe pendeteksian,
pencegahan, dan tipe pengendalian umum atau tipe pengendalian sekunder. Situasi
yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal meliputi, tipe kesalahan
(error) dan ketidakberesan (irregularities) yang dihadapi, cost
yang harus ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih
kesalahan atau ketidakberesan, kontrol yang ketat
harus dilakukan pada transaksi atau aset yang
penting, penghitungan persediaan dijadwalkan lebih sering, dan cost dan potensi
efektivitas dari masing-masing tipe "pengendalian yang dapat digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Pertanyaan:
1. Terkadang perusahaan hampir berada di tingkat
ketiadaan pengendalian, di mana hal tersebut dinilai bahwa adanya kekurangan
pengendalian. Bagaimana bisa terjadi kekurangan pengendalian di dalam suatu
perusahaan?
2. Jelaskan presepsi menurut anda apa itu pengertian
lingkungan internal dan sebutkan tujuan analisis lingkungan internal!
3. Jelaskan perbedaan tipe pengendalian pendeteksian dengan tipe
pengendalian pencegahan, beserta contoh nya!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar