saling sharing berbagai ilmu ekonomi khususnya akuntansi, semoga bermanfaat yaa teman-teman dan salam kenal. jangan lupa follow instagram adel_adelia21
Jumat, 25 November 2016
MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SISTEM
MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SISTEM
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATARBELAKANG
Dalam suatu manajemen terdapat suatu perencanaan yang dijadikan suatu tujuan organisasi. Perencanaan itu sendiri merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan menjadi proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan. Perencanaan itu sendiri, terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar).
Pendekatan kedua disebut dengan management by objective (MBO). Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan yang kedua yaitu Management By Objective (MBO) akan kami paparkan dalam makalah ini.
1. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Management By Objective (MBO)
2. Bagaimana tahap pelaksanaan MBO?
3. Bagaimana MBO yang Efektif itu?
4. Bagaimana MBO dalam pendekatan sistem ?
5. Apa saja kelebihan MBO?
6. Apa saja kelemahan MBO?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Management By Objective (MBO)
Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran. Pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management pada tahun 1954. Sejak itu MBO telah memacu banyak pembahasan, evaluasi, dan riset. Banyak program jenis MBO telah dikembangkan, termasuk manajemen berdasarkan hasil (manajemen by result), manajemen sasaran (goals manajemen), perencanaan dan peninjauan kembali pekerjaan (work planning and review), sasaran dan pengendalian (goals and controls), dan lain-lainnya. Walaupun artinya berbeda-beda program ini sama. Penggunaannya tidak hanya dalam dunia usaha saja tetapi telah semakin berkembang luas pada dunia nonbisnis, seperti organisasi pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan pemerintahan.
Management by Objectives (MBO) adalah metode penilaian kinerja karyawan yang berorientasi pada pencapaian sasaran kerja. Secara umum esensi sistem MBO, terletak pada penetapan tujuan-tujuan umum oleh para manajer dan bawahan yang bekerja bersama, penentuan bidang utama setiap individu yang hasilnya dirumuskan secara jelas dalam bentuk hasil-hasil (sasaran) yang dapat diukur dan diharapkan, dan ukuran penggunaan ukuran-ukuran tersebut sebagai satuan pedoman pengoperasian satuan-satuan kerja serta penilaian masing penilaian sumbangan masing-masing anggota. Pada metode MBO, setiap individu karyawan memiliki sasaran kerjanya masing-masing, yang bersesuaian dengan sasaran kerja unitnya untuk satu periode kerja. Penilaian kinerja dalam metode MBO dilakukan di akhir periode mengacu pada realisasi sasaran kerja.
MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan perencanaan.
1. Tahap Pelaksanaan MBO
1. Tahap Persiapan, yaitu tahap menyiapkan dokumen-dokumen serta data-data yang diperlukan.
2. Tahap Penyusunan, tahap ini menjabarkan tugas pokok dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi, agar seluruhnya terintegrasi mencapai visi dan misi yang dicanangkan oleh instansi. Merumuskan keadaan sekarang untuk membantu identifikasi dan antisipasi masalah atau hambatan serta kemudahan-kemudahan.
3. Tahap Pelaksanaan, yaitu tahap dimana pelaksanaan seluruh kegiatan dan fungsi manajemen secara menyeluruh seperti pengorganisasian, pengarahan, pemberian semangat dan motivasi, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
4. Tahap Pengendalian, Monitor, Evaluasi dan Penyesuaian, pada tahap ini bertujuan agar tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana stratejik melalui kegiatan keseluruhan dalam perusahaan.
3. MBO Yang Efektif
MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:
a. Kesepakatan pada Program.
Pada setiap organisasi, diperlukan keterikatan para manajer dalam pencapaian tujuan organisasi pada proses MBO agar program itu efektif. Banyak waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu program MBO yang berhasil. Para manajer harus mengadakan pertemuan dengan para bawahan, pertama untuk menetapkan tujuan-tujuan dan kemudian untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju tujuan tersebut. Tidak ada jalan pintas yang mudah, bila sasaran telah ditetapkan tetapi tidak dikaji kembali secara berkala, tujuan itu tidak mungkin akan tercapai.
b. Penetapan Sasaran Tingkat Atas
Program perencanaan yang efektif biasanya dimulai dengan para manajer tertinggi yang menetapkan sasaran pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi yang lain. Sasaran harus dinyatakan dengan istilah yang khusus dan dapat diukur, misalnya peningkatan lima persen dalam penjualan kuartal yang akan datang, tidak ada peningkatan dalam biaya-biaya eksploitasi pada tahun ini, dan sebagainya. Dengan cara demikian, para manajer dan bawahan akan mempunyai pengertian yang lebih jelas tentang apa yang diharapkan oleh pimpinan teratas untuk dicapai, dan mereka dapat melihat bagaimana pekerjaan mereka itu berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran organisasi.
c. Sasaran Individual
Dalam progaram MBO yang efektif, setiap manajer dan bawahan telah menetapkan dengan jelas tanggung jawab pekerjaan dan tujuan-tujuannya, misalnya manajer subunit A akan bertanggung jawab atas peningkatan 15% dalam jangka waktu dua bulan. Maksud dari penetapan tujuan dengan menggunakan istilah-istilah pada setiap tingkatan ialah untuk membantu para pegawai agar mengerti dengan jelas apa yang diharapkan untuk dicapai. Hal ini membantu setiap rencana individual secara efektif untuk mencapai sasaran yang ditargetkan.
Sasaran untuk setiap individu harus ditetapkan dengan konsultasi antara individu dengan atasannya. Dalam konsultasi bersama tersebut, para bawahan membantu para manajer mengembangkan tujuan yang realitas karena mereka mengetahui dengan baik apa yang mampu mereka capai. Para manajer membantu para bawahannya untuk meningkatkan pandangan mereka terhadap tujuan yang lebih tinggi dengan menunjukkan keinginan untuk membantu mereka dalam mengatasi rintangan serta kepercayaan pada kemampuan para bawahan.
d. Partisipasi
Peranserta bawahan dalam menetapkan tujuan sangat berbeda-beda. Para manajer kadang-kadang menetapkan tujuan tanpa mengetahui sepenuhnya tentang kendala di mana bawahan mereka harus bekerja. Para bawahan kemungkinan memilih tujuan yang tidak sejalan dengan sasaran organisasi. Sebagai kebiasaan, semakin besar peranserta para manajer dan bawahan dalam penetapan sasaran, semakin baik kemungkinannya sasaran itu akan tercapai.
e. Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana
Begitu sasaran telah ditetapkan dan disetujui, individu itu mempunyai kebijakan yang luas untuk memilih sarana-sarana guna pencapaian tujuan tersebut. Dalam kendala yang normal dari kebijakan organisasi, para manajer harus bebas mengembangkan dan melaksanakan program-program untuk mencapai sasaran tanpa penafsiran kembali oleh atasan langsung mereka. Dari berbagai aspek yang mereka plih dengan bebas dalam menentukan sarana dan kebijakan yang diberikan oleh organisasi, maka para pegawai bawahan merasa diuntungkan dengan program MBO atau otonomi dalam pelaksanaan rencana. Akan tetapi pegawai juga tidak bisa semaunya sendiri dalam menentukan kebijakannya, juga harus menyangkut pada peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Dan aspek dari program MBO tersebut, sangat dihargai oleh para manajer dan juga para pegawai bawahan.
f. Pengkajian Kembali Untuk Kerja
Para manajer dan bawahan secara berkala mengadakan pertemuan untuk mengkaji kembali kemajuan dalam menuju sasaran. Selama pengkajian kembali, mereka memutuskan masalah-masalah yang ada, dan apa yang dapat mereka lakukan masing-masing untuk memecahkannya. Bila perlu tujuan-tujuan itu dapat dimodifikasi untuk periode peninjauan kembali yang akan datang.
Agar adil dan berguna, pengkajian kembali harus didasarkan atas hasil unjuk kerja yang dapat diukur, bukan atas kriteria yang subjektif, seperti sikap dan kemampuan. Misalnya, daripada berusaha untuk menilai bagaimana giatnya seseorang di lapangan, seorang manajer seharusnya menekankan hasil penjualan nyata yang dicapai dan sebagai pengetahuan terinci mengenai pelanggannya.
Sistem MBO
Program-program MBO sangat bervariasi, banyak dirancang untuk digunakan dalam suatu kelompok kerja, tetapi banyak juga digunakan untuk keseluruhan organisasi. Metode-metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan para manajer dalam program MBO akan berbeda. Berikut ini adalah unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO:
a) Komitmen pada program. Program MBO yang efektif mensyaratkan komitmen para manajer disetiap tingkatan organisasi terhadap pencapaian tujuan pribadi dan organisasi serta proses MBO.
b) Penetapan tujuan manejemen puncak. Program-program perencanaan efektif dimulai dengan para manajer puncak yang menetapkan tujuan-tujuan pendahuluan setelah berkonsultasi dengan para anggota organisasi lainnya.
c) Tujuan-tujuan perseorangan. Setiap manajer dan bawahan merumuskan tanggung jawab dan tujuan jabatan mereka secara jelas. Maksudnya adalah untuk membantu para karyawan memahami secara jelas apa yang diharapkan agar dapat tercapai.
d) Partisipasi. Derajat partisipasi bawahan dalam penetapan tujuan sangat bervariasi. Sebagai pedoman umum, semakin besar partisipasi bawahan, semakin besar kemungkinan tujuan akan tercapai.
e) Otonomi dalam implementasi rencana. Setelah tujuan ditetapka dan di setujui, individu mempunyai keluasan dalam memilih peralatan untuk pencapaian tujuan. Manajer bebas mengimplementasikan dan mengembangkan program-program pencapaian tujuan tanpa campur tangan atasan langsung dengan batasan-batasan organisasi.
f) Peninjauan kembali prestasi. Manajer dan bawahan bertemu secara periodik untuk meninjau kembali kemajuan terhadap tujuan.
4. MBO Dalam Pendekatan Sistem
Dalam sistem dikenal istilah pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu proses pemecahan masalah yang mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan, 2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan masalah.
Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) dapat memberikan gagasan mengenai prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.
Penerapan MBO dalam tingkat sekolah misalnya, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana strategis sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO seperti:
a. Menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah
b. Menganalisis apakah hasil akhir itu berkaitan dengan tujuan sekolah
c. Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan
d. Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran
e. Menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran
f. Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan
g. Lakukan monitoring dan buat laporan.
5. Kelebihan MBO
Dalam suatu penelitian tentang para manajer, Tosi dan Carroll mencatat keuntungan-keuntungan utama dari program MBO antara lain:
a) program MBO memberi kesempatan kepada para individu untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.
b) program MBO membantu dalam perencanaan dengan membuat para manajer menetapkan sasaran dan waktu yang ditargetkan.
c) program MBO meningkatkan komunikasi antara para manajer dan bawahan
d) program MBO membuat para manajer lebih menyadari tentang sasaran organisasi
e) progaram MBO membuat proses manajemen lebih wajar dengan memusatkan pada suatu pencapaian. Program ini juga memberi kesempatan kepada para bawahan untuk mengetahui sebaik mana mereka bekerja dalam kaitannya dengan sasaran organisasi
Dari penelitian ini serta analisis lainnya, tampak jelas bahwa MBO mempunyai keuntungan bagi para individu dan organisasi. Bagi individu mungkin keuntungan utamanya ialah meningkatnya rasa keterlibatan dan pengertian tentang sasaran organisasi. Ini memungkinkan usaha dipusatkan di mana usaha itu sangat diperlukan dan sangat mungkin untuk diberikan penghargaan. Di samping itu tiap individu mengetahi bahwa mereka akan dinilai, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau prasangka atasan, tetapi berdasarkan sebaik mana mereka mencapai sasaran yang mereka sendiri telah membantu menetapkannya. Sebagai akibatnya, individu-individu dalam suatu proses MBO lebih besar kemungkinannya untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan penuh kemauan dan keberhasilan.
Semua keuntungan individu ini setidak-tidaknya secara tidak langsung akan memberikan keuntungan kepada perusahaan atau organisasi. Di samping itu ada keuntungan pada suatu program MBO yang dilaksanakan dengan berhasil yang berlaku langsung pada organisasi. Karena karena semua tingkat dalam organisasi membantu dalam penetapan tujuan, maka sasaran dan tujuan oraganisasi menjadi lebih realistis. Juga komunikasi yang bertambah baik sebagai akibat adanya MBO, dapat membantu organisasi untuk mencapai sasarannya dengan lebih baik. Artinya, seluruh organisasi mempunyai rasa kesatuan yang meningkat. Dan para pegawai bawahan lebih menyadari apa yang diharapkan oleh pimpinan puncak dan pada gilirannya aka membantu dalam penetapan tujuan yang dapat dicapai.
5. Kelemahan MBO
MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh para manajer.
Hampir semua masalah merupakan persoalan yang berulang-ulang terjadi yang dihadapi oleh para anggota organisasi, baik mereka mempunyai program MBO maupun tidak. Namun demikian, ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila program itu tidak berhasil, yaitu:
1. Gaya dan dukungan pimpinan
Bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat melaksanakan program MBO.
2. Adaptasi dan perubahan
MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah menyebabkan kegagalan program tersebut.
3. Kecakapan hubungan antarpribadi (interpersonal skill)
Penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan
4. Uraian tugas (job description)
Penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat.
5. Penetapan dan pengkoordinasian tujuan
Penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.
6. Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran
Frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini.
7. Konflik antara kreativitas dan MBO
Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan sasaran.MBO berkenaan dengan penetapan prosedur-prosedur formal, atau semi formal, yang dimulai dengan penetapan tujuan dan dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan (langkah) sampai peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan. Gagasan dasar MBO adalah bahwa MBO merupakan proses partisipatif, secara aktif melibatkan manager dan para anggota pada setiap tingkatan organisasi. Dengan pengembangan hubungan antara fungsi perencanaan dan pengawasan,MBO membantu menghilangkan atau mengatasi berbagai hambatan perencanaan.
Tahap Pelaksanaan MBO terdiri dari:tahap Persiapan,tahap penyusunan,tahap Pelaksanaan,tahap Pengendalian,monitor, evaluasi dan Penyesuaian.
MBO yang efektif, terdapat unsur-unsur yang lazim, sebagai berikut:Kesepakatan pada Program, Penetapan Sasaran Tingkat Atas,Sasaran Individual,Partisipasi,Otonomi Dalam Pelaksanaan Rencana,Pengkajian Kembali Untuk Kerja.
unsur-unsur umum sistem MBO yang efektif yang pada hakekatnya merupakan aspek-aspek proses pokok MBO: Komitmen pada program,Penetapan tujuan manejemen puncak,Tujuan-tujuan perseorangan,Partisipasi,Otonomi dalam implementasi rencana,Peninjauan kembali prestasi.
MBO Dalam Pendekatan Sistem mencakup 4 kegiatan. 1).perencanaan, 2).implementasi, 3).evaluasi 4).revisi. secara luas pendekatan sistem dpat diartikan sebagai alata atau cara berpikir yang menekannkan pada identifikasi masalah dan pemecahan masalah.
Penerapan MBO dalam suatu sistem dilihat dari objek permasalahan. Misalnya penerapan MBO dalam sistem pendidikan. Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) dapat memberikan gagasan mengenai prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan MBO misalnya kepala dinas yang memimpin tim beranggotakan pejabat dan fungsional dinas, dan stakeholders dalam merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.
▼ Januari (4)
MANAGEMENT BY OBJECTIVE (MBO) DALAM PENDEKATAN SIS...
Makalah Pola Kebijakan Pendidikan di Jepang
“Peran Pendidikan MultikuPengertian Flowchart dan Simbolnya
Bagan alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukan hasil (flow) didalam program atau prosedur sistem secara logika. Bagan alir digunakan terutama untuk alat bantu komunikasi dan untuk dokumentasi[1].
Flowcart adalah bagan-bagan yang mempunyai arus yang menggambarkan langkah-langkah penyelsaian suatu masalah. Flowcart merupakan cara penyajian dari suatu algoritma[2].
Pedoman dalam menggambar suatu bagan alir, analis sistem atau pemrograman sebagai berikut;
a. Bagan alir sebaiknya digambar dari atas ke bawah dan mulai dari bagian kiri dari suatu halaman.
b. Kegiatan didalam bagan alir harus ditunjukan dengan jelas.
c. Harus ditunjukan darimana kegiatan akan dimulai dan dimana akan berakhirnya.
d. Masing-masing kegiatan didalam bagan alir sebaiknya digunakan suatu kata yang mewakili suatu pekerjaan, misalnya;“persiapkan” dokumen “hitung” gaji.
e. Masing-masing kegiatan didalam bagan alir harus didalm urutan yang semestinya.
f. Kegiatan yang terpotong dan akan disambung ketempat lain harus ditunjukan dengan jelas menggunakan symbol penghubung.
g. Gunakanlah symbol-simbol bagan alir yang standar.
Ada 5 macam menurut jogiyanto bagan alir diantranya;
a. Bagan alir sistem (sistems flowchart)
Bagan alir sistem (system flowchart) merupakan bagan yang menunjukkan arus pekerjaan secara keseluruan dari sistem. Bagan menjelaskan urutan-urutan dari prosedure-prosedure yang ada dalam sistem. Bagan alir sistem menunjukan apa yang dikerjakan sistem. Bagan alir sistem digambar dengan simbol-simbol yang tampak sebagai berikut :
gambar flowchart sistem
b. Bagan alir dokumen (document flowchart)
Bagan alir dokumen (document flowchart) atau disebut bagan alir formulir (form flowchart) atau paperwork flowchart merupakan bagan alir yang menunjukan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-tembusannya. Bagan alir dokumen ini menggunakan simbol-simbol yang sama dengan yang digunakan di dalam bagan alir sistem.
c. Bagan alir skematik (schematic flowchart)
Bagan alir skematik (schematic flowchart) merupakan bagan alir yang mirip dengan bagan alir sistem, yaitu untuk menggambarkan prosedur di dalam sistem. Perbedaannya adalah bagan alir skematik menggunakan simbol-simbol bagan alir sistem , juga menggunakan gambar - gambar komputer dan peralatan lainnya yang digunakan. Maksud penggunaan gambar-gambar ini adalah untuk memudahkan komunikasi kepada orang yang kurang paham dengan simbol-simbol bagan alir.
d. Bagan alir program (program flowchart)
Bagan alir program (program flowchart) merupakan bagan yang menjelaskan secara rinci langkah-langkah dari proses program. Bagan alir program dibuat dengan menggunakan simbol-simbol sebagai berikut ini.
gambar flowchart program
e. Bagan alir proses (process flowchart)
Bagan alir proses (process flowchart) merupakan bagan alir yang banyak digunakan teknik industri. Bagan alir juga berguna bagi anilis sistem untuk menggambarkan proses dalam suatu prosedure. Bagan alir proses menggunakan lima buah simbol tersendiri. EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM MEMBELI
Sebelumnya, saya telah membahas mengenai “evaluasi alternatif sebelum mlakukan pembelian” terhadap konsumen. Judul tulisan kali ini adalah merupakan salah satu tahap dalam melakukan pengambilan keputusan dalam pmbelian. Evaluasi alternatif adalah suatu tahap dalam pengambilan keputusan dalam pembelian dengan sebelumnya mengetahui barang apa yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan dan selanjutnya mempertimbangkannya. Adapun evaluasi yang diterapkan oleh pembeli adalah : 1. Harga Harga adalah nilai dari suatu barang. Tentunya nilai suatu barang dapat menunjukkan kualitas serta harga dari barang itu sendiri. Barang berkualitas bagus, akan memiliki harga yang relatif mahal. 2. Brand atau nama Merek Nama merek biasanya merupakan tujuan dari perusahaan untuk mengenalan suatu produk mereka. Nama merek juga mencerminkan tujuan atau maksud dari kegunaan produk iu tersebut. 3. Negara Asal Negara asal yang dimaksud adalah dari mana produk tersebut dibuat. Contohnya Swiss, negara tersebut terkenal akan produk jamnya yang kualitasnya tidak diragukan lagi. 4. Saliensi kriteria evaluasi Konsep ini mencerminkan bahwa kriteria evaluasi kerap berbeda pengaruhnya bagi konsumen dan produk yang berbeda juga. Sering pula konsumen beraanggapan bahwa harga pada suatu produk adalah hal yang penting, tetapi tidak untuk produk yang lain.produk yang salient yang benar-benar mempengaruhi proses evaluasi disebut juga atribut determinan. 5. Nilai Tambah Nilai tambah dari suatu produk itu bisa meliputi kualitas, daya guna yang panjang, dan kegunaan atau manfaat lainnya. Tulisan ini saya buat dengan menggunakan sumber dari: http://www.wattpad.com/4248605-pengertian-perilaku-konsumen-evaluasi-alternatif
1.
gambar flowchart proses
ltural Dalam Menumbuhkan ...
MEMPERBAIKI KEPUTUSAN
Berbagai keterbatasan memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian dalam implementasi kegiatan. Akibatnya, masalah yang hendak diselesaikan belum juga dapat dipecahkan melalui alternative yang telah diambil.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keputusan yang telah diambil adalah sebagai berikut:
• Penggunaan aturan terhadap alternative keputusan
• Pengujian terhadap berbagai alternative keputusan
• Pengambilan keputusan secara tim atau berkelompok
KETERBATASAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Sekalipun keputusan yang diambil dalam setiap masalah yang dihadapi selalu diupayakan melalui proses sleksi yang cukup ketat dan sistematis. Akan tetapi berbagai keputusan yang diambil tidak memiliki kelemahan, bahkan dapat dikatakan dalam berbagai kasus memiliki banyak keterbatasan.
Keterbatasn-keterbatasan dalam pengambilan keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan umum dalam Pengambilan Keputusan
Salah satu keterbatasan yang dalam pengambilan keputusan yang rasional adalah diakibatkan olehkesalahan umum yang biasa terjadi, yang biasa dikenal “bias”. Bias ini dapat disebabkan karena pengambil keputusan terlalu melakukan generalisasi atau situasi yang dihadapi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor emosi yang terlibat, dan sebagainya.
2. Keterbatasan Rasionalitas
Factor rasio memiliki berbagai keterbatasan ketika apa yang mungkin dapat diperoleh dan dimiliki oleh pengambil keputusan tidak sejalan dengan kemampuan dari pengambilan keputusan itu sendiri. Diantara faktor penyebab keterbatasan rasionalitas adalah sumber daya yang terbatas, informasi yang berlebh, keterbatasan ingatan, dan masalah keahlian.
3. Factor Lingkungan Yang Berisiko
Risiko adalah salah satu faktor dalam setiap pengambilan keputusan dan kegiatan yang kita kerjakan. Sekalipun kita telah meminimalisir, tak jarang terjadi risiko yang terjadi diluar perkiraan kita, terlebih jika dikaitkan dengan faktor lingkungan yang bersifat makro dan diluar kendali perusahaan. Hal ini dapat mendorong keputusan yang diambil sering kali tidak sesuai dengan implementasi dan pencapaian tujuan yang diharapkan.
EVALUASI ALTERNATIF
Pengevaluasian alternatif meliputi pengukuran nilai-nilai masing-masing alternatif. Penilaian alternative meliputi pengujian konsekuensi (baik positif dan negatif). Pembuatan peringkat alternatif yang telah dianggap dapat diterima. Pembuatan peringkat alternatif-alternatif dimungkinkan dengan menggunakan keuntungan dan kerugian.
Anda harus mempertimbangkan apakah mereka yang bertanggungjawab menerapkanya atau mereka yang akan dipengaruhinya akan menerima alternative tersebut atau tidak. Evaluasi hendaknya ini meliputi penilaian resiko dan kerugian dari setiap arah tindakan alternatif.
Kepastian adalah lingkungan pembuatan keputusan dimana anda mengetahui segala sesuatu yang perlu anda ketahui. Pada dasarnya anda mempunyai informasi yang sempurna. Anda juga mengetahui hasil yang mungkin.
Risiko adalah lingkungan yang ditandai dengan kemampuan untuk menentukan tingkat resiko terhadap setiap setiap hasil alternative. Dalam lingkungan pembuatan resiko, anda dapat menggunakan probalitas. Misalnya, anada dapat memakai pengalaman masa lalu untuk menetukan tingkat kemungkinan jumlah barang yang ditolak dalam kondisi tertentu disuatu perusahaan pabrik. Sebagian besar keputusan anada cenderung dibuat dalam lingkungan seperti ini. Ketidakpastian adalah lingkungan pembuatan keputusan dimana anda tidak benar-benar yakin pada hasil alternative.
PROPOSAL KEWIRAUSAHAAN
Diberdayakan oleh Blogger.
hukum bisnis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon) tidak ada yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Maka diperlukan adanya hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain berupa perikatan, termasuk dalam pencapaian kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia satu dan manusia lainnya berbeda sesuai usia dan status sosialnya.
Dahulu kala, orang melakukan perikatan dengan yang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter (penukaran barang dengan barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan kemudian berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban cara hidup manusia memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melakukan transaksi (akad) secara langsung, tapi juga bisa dengan kredit, dan lain-lain bahkan ada perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perikatan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Akibat kian hari kian banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak diiringi dengan jumlah pendapatan, maka lahirlah ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah dibuat yang dinamakan Wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak kreditur, baik perjanjian itu berupa sepihak (cuma-cuma) maupun timbal-balik (atas beban). Perbuatan melawan hukum itu tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan kesusilaan, agama dan sopan santun Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dirasa perlu adanya penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam suatu perikatan. Sehingga setelah terjadinya perikatan, pihak debitur harus segera melaksanakan pemenuhannya.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja yang menjadi sebab dan akibat dari wanprestasi?
2. Bagaimana penyelesaian perkara wanprestasi di pengadilan?
3. Seperti apa sanksi dan ganti rugi terhadap wanprestasi?
4. perbuatan melawan hukum perspektif hukum perdata, pidana, administrasi negara
5. perbedaan perbuatan melawan hukum dan wan prestasi
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan mengenai wanprestasi baik segi pengertian, sebab-sebab, wujud maupun akibat hukum yang ditimbulkannya.
2. Untuk megetahui ketentuan mengenai perbuatan melawan hukum dipandang dari sudut hukum Perdata, meliputi pengertian, unsur-unsur, subjek hukum dan faktor penyebabnya dalam perikatan.
3. Untuk mengetahui penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum di dalam suatu perikatan.
1.4 Manfaat penulisan
1. Secara Teoritis Secara teoritis diharapkan pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan akan melahirkan pemahaman bahwa betapa penting diberikannya penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum di dalam suatu perikatan agar tidak terjadi kesalahan. Oleh karena itu pula, diharapkan agar dengan adanya pembahasan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum maka akan semakin disadari akan pentingnya diberikan suatu pembatasan sehingga apabila terjadi suatu kekeliruan dalam perikatan akibat tidak dilakukannya suatu kewajiban dapat menjadi pedoman dalam menentukan upaya hukum yang akan dilakukan.
2. Secara Praktis Secara Praktis, pembahasan diharapkan dapat menjadi masukan, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan menambah wawasan pengetahuan mengenai pentingnya penerapan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
BAB II
ISI
2.1 Sebab dan Akibat Wanprestasi
Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut:
a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
1. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
2. Faktor keadaan yang bersifat general;
3. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
4. Menyepelekan perjanjian.
b. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1. Perikatan tetap ada;
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa;
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata);
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata);
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.
2.2 Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang.
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau alpa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.
Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut:
1. Overmacht;
2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan
3. Kelalaian kreditur.
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut apa-apa dari debitur tersebut.
Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:
1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;
2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUHPerdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).
a. Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur;
b. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan
c. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.
3. Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.
4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;
5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat gugatan.
Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.
2.3 Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.
Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
a) Conditio Sine qua Non (Von Buri)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A;
b) Adequated Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.
Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.
2. 4 Perspektif Hukum Perdata,pidana,administrasi negara
Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut :
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang.Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan sebagai melawan undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
• Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untu berbuat atau tidak berbuat.
• Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.
Sehubungan dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan :
•
o Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu dilakukan dengan sengaja
o Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut dapat dituntut untuk keseluruhannya.
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa :
• Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
• Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup.
Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :
• Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).
• Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum
Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai berikut :
• Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.
• Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum, dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.
• Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, pertanggung jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW
Perspektif Hukum Pidana
Dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dipandang keliru, itu tidak masuk akal”. Mengenai ukuran daripada keliru atau tidaknya suatu perbuatan tersebut ada dua pendapat yaitu :
1. Yang pertama ialah apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada kekeliruan. Letak perbuatan melawan hukumnya sudah ternyata, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang pula. Dalam pendapat pertama ini melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang formal.
2. Yang kedua berpendapat bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum, karena menurut pendapat ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) adapula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang materiil.
Yang berpendapat formal untuk dapat dipidana perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam wet, jika sudah demikian biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan melawan hukum atau tidak.
Selanjutnya menurut Simons“hemat saya pendapat tentang sifat melawan hukum yang materiil tidak dapat diterima, mereka yang menganut faham ini menempatkan kehendak pembentuk undang-undang yang telah ternyata dalam hukum positif, dibawah pengawasan keyakinan hukum dari hakim persoonlijk. Meskipun betul harus diakui bahwa tidak selalu perbuatan yang mencocoki rumusan delik dalam wet adalah bersifat melawan hukum, akan tetapi perkecualian yang demikian itu hanya boleh diterima apabila mempunyai dasar hukum dalam hukum positif sendiri”.
Kiranya perlu ditegaskan disini bahwa dimana peraturan-perautan hukum pidana kita sebagian besar telah dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan laian-lain perundang-undangan, maka pandangan tentang hukum dan sifat melawan hukum materiil diatas hanya mempunyai arti dalam memperkecualikan perbuatan yang meskipun masuk dalam perumusan undang-undang itu toh tidak merupakan perbuatan pidana.
Akan tetapi jika kita mengikuti pandangan yang materiil maka bedanya dengan pandangan yang formal adalah :
• Mengakui adanya pengecualian atau penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan pandangan yang formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja.
• Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan perbuatan pidana juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut, sedang bagi pandanagan yang formal sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata nyata barulah menjadi unsur delik.
Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur perbuatan pidana, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum. Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan dengan nyata-nyata, jika dalam rumusan delik unsur tersebut tidak dinyatakan maka juga tidak perlu dibuktikan.
Adapun konsekuensi daripada pendirian yang mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik adalah sebagai berikut :
- Jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam rumusan delik maka unsur itu dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa.
- Jika hakim ragu untuk menentukan apakah unsur melawan hukum ini ada atau tidak maka dia tidak boleh menetapkan adanya perbuatan pidana dan oleh karenanya tidak mungkin dijatuhi pidana.
Menurut Jonkers dan Langemeyer dalam hal iu terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht vervolging).
Perspektif Hukum Administrasi Negara
“Perbuatan hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan peristiwa hukum, secara yuridis dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
• Yang bersifat perdata
Pihak aparat atau penguasa atau administrasi dapat bertindak sebagai salah satu pihak dalam perjanjian perdata atau sebagai individu perdata yang dapat membuat kontrak untuk melakukan perbuatan tertentu.
Contoh : tender pengadaan bangunan atau kontrak perjanjian.
• Yang bersifat publik
Bersegi satu atau sepihak
Unsur dalam membuat ketentuan secara sepihak yaitu :
- Dilakukan oleh administrasi Negara.
- Berdasarkan kekuasaan istimewa.
- Demi kepentingan umum.
Contoh : secara sepihak pihak yang berwenang berhak untuk menutup pabrik yang melanggar IPAL.
Bersegi dua atau dua pihak
Yaitu perbuatan hukum dimana terjadi perjanjian atau kesepakatan atau penyesuaian kehendak antara kedua belah pihak yang hubungan hukumnya tersebut diatur oleh hukum istimewa yaitu hukum publik.
Dalam hukum administrasi Negara perbuatan atau keputusan yang sewenang-wenang adalah suatu perbuatan atau keputusan administrasi Negara yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan dengan kasus yang bersangkutan secara lengkap dan wajar sehingga tampak atau terasa oleh orang-orang yang berpikir sehat (normal) adanya ketimpangan.
Sikap sewenang-wenang akan terjadi bilamana pejabat administrasi Negara yang bersangkutan menolak untuk meninjau kembali keputusannya yang oleh masyarakat yang bersangkutan dianggap tidak wajar. Keputusan tersebut dapat digugat pada Pengadilan Perdata sebagai “perbuatan melawan hukum” atau “onrechmatige over heidsdaad”.
Didalam hukum admininstrasi Negara Inggris-Amerika Serikat asas yang sangat penting dan dibahas secara luas adalah asas larangan “ultra vires” yakni penyalahgunan jabatan atau wewenang dalam segala bentuk. Di Indonesia istilah yang dipergunakan adalah “detournement de pouvoir” yakni bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan atau menyimpang daripada apa yang dimaksudkan atau dituju oleh wewenang sebagimana ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang (dalam arti luas, dalam arti materiil) yang bersangkutan.
2.5 Perbedaan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi
Orang sering mencampuradukkan antara gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum. Adakalanya, orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Namun dari dalil-dalil yang dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi. Ini akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya.
Membedakan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang susah. Sepintas lalu, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.
Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya.
Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan.
Beberapa sarjana hukum bahkan berani menyamakan perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dengan batasan-batasan tertentu. Asser Ruten, sarjana hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Menurutnya, wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan.
Senada dengan Rutten, Yahya Harahap berpandapat bahwa dengan tindakan debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak layak, jelas itu merupakan pelanggaran hak kreditur. Setiap pelanggaran hak orang lain berarti merupakan perbuatan melawan hukum. Dikatakan pula, wanprestasi adalah species, sedangkan genusnya adalah perbuatan melawan hukum.
Selain itu, bisa saja perbuatan seseorang dikatakan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum. Misalnya A yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati. Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B
Namun apabila kita cermati lagi, ada suatu perbedaan hakiki antara sifat perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Bahkan, Pitlo menegaskan bahwa baik dilihat dari sejarahnya maupun dari sistematik undang-undang, wanprestasi tidak dapat digolongkan pada pengertian perbuatan melawan hukum.
M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya yang berjudul "Perbuatan Melawan Hukum", berpendapat bahwa amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum.
Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan pembuktian, perhitungan kerugian, dan bentuk ganti ruginya antara tuntutan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.
Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim.
2. Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
3. Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya.Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan.
3.2 Saran
Diharapkan kepada semua pihak yang telah melakukan perjanjian untuk tidak melakukan wanprestasi yang telah nyata menimbulkan kerugian pada kreditur umumnya dan hakim diharapkan mampu untuk bersikap bijak dalam mencari keadilan pada perkara wanprestasi.
Daftar pustaka
Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Materil. 2004. Jakarta : Pradnya Paramita
Pramono, Nindyo, Hukum Komersil. 2003. Cetakan Pertama. Jakarta: Pusat Penerbitan UT
Subekti, Hukum Perjanjian. 1991. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: PT. Intermasa
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2005. Cetakan Ketigapuluh enam. Jakarta: Pradnya Paramita
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. 2002. Cetakan Kelima belas. Jakarta: PT. Intermasa
Sudarsono, Kamus Hukum. 2007. Cetakan Kelima. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dari Internet:
http://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/
http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/VARIA%20MEMBEDAH%20PMH%20DAN%20WANPRESTASI.pdf
http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html
soal dan jawaban akuntansi keuangan
1. Berikan definisi persediaan, pengakuan dan pengukuran berdasarkan standar akuntasi keuangan berbasis IFRS
2. Jelaskan jenis persediaan dan system pencatatan biaya persediaan pada perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur
3. Jelaskan system akuntasi dalam persediaan
4. Jelaskan metode kalkulasi biaya persdiaan
5. Jelaskan dampak metode tersebut terhadap harga pokok penjualan, laba kotor, dan persediaan akhir
Jawabannya :
Metode kalkulasi biaya persediaan biasanya akan menghasilkan jumlah yang berbeda untuk : 1. Persediaan akhir 2. Harga pokok penjualan 3. Laba kotor untuk periode berjalan. Selama periode harga meningkat, metode FIFO akan menghasilkan harga pokok penjualan paling rendah, laba kotor(laba bersih) yang paling tinggi.,dan persediaan akhir yang paling tinggi. Metode LIFO memberikan akan menghasilkan harga pokok penjualan paling tinngi, laba kotor(laba bersih) yang paling rendah,dan persediaan akhir yang paling rendah. Kalau harga menurun dampaknya terbalik dari yang sudah dijelaskan tadi. Metode biaya rata-rata memberikan hasil-hasil yang berada diantara metode FIFO dan LIFO.
6. Jelaskan bagaimana cara pemilik, manajer, dan investor dalam mengevaluasi persediaan suatu perusahaan
7. Jelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan keuangan
8. Tugas hal 393 kasus 1,2,3
Jawaban :
Permintaan 1
Duracraft corporation
Laporan laba rugi
31 desember
FIFO LIFO
Pendapatan penjualan 1.200.000 1.200.000
Harga pokok penjualan 585.000 645.000
Laba kotor 615.000 555.000
Beban operasi 200.000 200.000
Laba sebelum pajak penghasilan 415.000 355.000
Beban pajak penghasilan(40%) 166.000 142.000
Laba bersih 249.000 213.000
permintaan 2
metode yang menghasilkan laba bersih yang paling tinggi adalah FIFO. Yang menyebabkan perbedaan ini karena biaya per unit persediaan meningkat jadi:
- HPP FIFO adalah paling rendah karena didasarkan pada biaya paling lama yang rendah. Jadi laba bersihnya yang paling tinggi
- HPP LIFO adalah paling tinggi karena didasarkan pada biaya terkini yang tinggi. Jadi, laba bersihnya yang paling rendah.
9. Tugas hal 186 soal 11-5 ( sumber Efraim Ferdinan Giri)
Latihan 11-5
Berikut ini adalah data transaksi yang berhubungan dengan sediaan PT. Linda selama bulan April 2013
PEMBELIAN PENJUALAN
1 April 1200 @ 6,2
3 april 1000 @ 10
8 5000 @ 6,0 18 3000 @ 12
15 1600 @ 6,4 25 3000 @ 14
20 2400 @ 6,5
10.200 unit 7.000 unit
Hasil perhitungan fisik sediaan menunjukan jumlah 3.200 unit. Perusahaan menggunakan pendekatan perpetual dan fisik.
Instruksi :
Hitunglah nilai sediaan dan kos barang terjual pada akhir 30 april, dengan menggunakan asumsi aliran kos berikut imi : (a) LIFO (b) FIFO (c) Rerata!
JAWABAN :
SISTEM PREPETUAL
LIFO
Tanggal BELI JUAL SALDO
1/4 1200 X 6,2 = 7.440 - 1200 X 6,2 = 7.440
3/4 - 1000 X 6,2 = 6.200 200 X 6,2 = 1.240
8/4 5000 X 6,0 = 30.000 - 200 X 6,2 = 1.240
5.000 X 6,0 = 30.000
5.200 u’ = 31.240
15/4 1600 X 6,4 = 10.240 - 200 X 6,2 = 1.240
5000 X 6,0 = 30.000
1600 X 6,4 = 10.240
6.800 u’ = 41.480
18/4 - 1.600 X 6,4 = 10.240
1.400 X 6,0 = 8.400
3.000 u’ = 18.640 200 X 6,2 = 1.240
3.600 X 6,0 = 21.600
3.800 u’ = 22.840
20/4 2.400 X 6,5 = 15.600 - 200 X 6,2 = 1.240
3.600 X 6,0 = 21.600
2.400 X 6,5 =15.600
6.200 u’ = 38.440
25/4 - 2.400 X 6,5 = 15.600
600 X 6,0 = 3.600
3.000 u’ = 19.200 200 X 6,2 = 1.240
3.000 X 6,0 = 18.000
3.200 u’ = 19.240
FIFO
Tanggal BELI JUAL SALDO
1/4 1.200 X 6,2 = 7.440 - 1.200 X 6,2 = 7.440
3/4 - 1.000 X 6,2 = 6.200 200 X 6,2 = 1.240
8/4 5.000 X 6,0 = 30.000 - 200 X 6,2 = 1.240
5.000 X 6,0 = 30.000
5.200 U’ = 31.240
15/4 1.600 X 6,4 = 10.240 - 200 X 6,2 = 1.240
5.000 X 6,0 = 30.000
1.600 X 6,4 = 10.240
6.800 u’ = 41.480
18/4 - 200 X 6,2 = 1.240
2.800 X 6,0 = 16.840
3000 u’ = 18.040 2.200 X 6,0 = 13.200
1.600 X 6,4 = 10.240
3.800 u’ = 23.440
20/4 2.400 X 6,5 = 15.600 - 2.200 X 6,0 = 13.200
1.600 X 6,4 = 10.240
2.400 X 6,5 = 15.600
6.200 u’ = 39.040
25/4 - 2.200 X 6,0 = 13.200
800 X 6,4 = 5.120
3.000 u’ = 18.320 800 X 6,4 = 5.120
2.400 X 6,5 = 15.600
3.200 u’ = 20.720
RERATA
Tanggal BELI JUAL SALDO
1/4 1.200 X 6,2 = 7.440 - 1.200 X 6,2 = 7.440
3/4 - 1.000 X 6,2 = 6.200 200 X 6,2 = 1.240
8/4 5000 X 6,0 = 30.000 - 200 X 6,2 = 1.240
5000 X 6,0 = 30.000
5.200 X 6,01 =31.240
15/4 1600 X 6,4 = 10.240 - 5.200 X 6,01 =31.240
1600 X 6,4 = 10.240
6.800 X 6,1 = 41.480
18/4 - 3000 X 6,1 = 18.300 3.800 X 6,1 = 23.180
20/4 2.400 X 6,5 = 15.600 - 3.800 X 6,1 = 23.180
2.400 X 6,5 = 15.600
6.200 X 6,25 = 38.780
25/4 - 3.000 X 6,25 = 18.750
RINGKASAN NILAI SEDIAAN BERDASARKAN SISTEM SEDIAAN PREPETUAL DAN ASUMSI ALIRAN KOS/ BIAYA YANG DI ADOPSI :
METODA SEDIAAN BARANG 31/4/2013 KOS/BIAYA YANG TERJUAL
LIFO 19.240 44.040
FIFO 20.720 42.560
RERATA 20.030 43.250
SISTEM FISIK
KOS SEDIAAN AKHIR 30/4/2013
1/4 1.200 6,2 7.440
8/4 5.000 6,0 30.000
15/4 1.600 6,4 10.240
20/4 2.400 6,5 15.600
10.200 63.280
BARANG YANG TERJUAL 7.000 UNIT
LIFO
KOS SEDIAAN BARANG 30/4/2013
20/4 1.200 6,2 7.440
8/4 2.000 6,0 12.000
Total tersedia 3.200 19.440
Kos sediaan 31/4 adalah 19.440
Kos barang yang terjual = 63.280 – 19.440
= 43.840
FIFO
KOS SEDIAAN BARANG 30/4/2013
20/4 2.400 6,5 15.600
15/4 800 6,4 5.120
Total tersedia 3.200 20.720
Kos sediaan 30/4 adalah 20.720
Kos barang yang terjual adalah= 63.280-20.720
= 42.560
RERATA
KOS SEDIAAN BARANG 30/4/2013
1/4 1.200 6,2 7.440
8/4 5.000 6,0 30.000
15/4 1.600 6,4 10.240
20/4 2.400 6,5 15.600
10.200 63.280
Kos rata-rata bulan april = 63.280/ 10.200 u’ = 6,20
Hasil perhitungan fisik sediaan barang 30/4/2013 adalah 3.200
Nilai sediaan 30/4/2013 adalah 6,20 X 3.200 = 19.840
Kos barang yang terjual = kos / biaya barang tersedia di jual – kos/biaya sediaan akhir
= 63.280 – 19.840
= 43.440
RINGKASAN NILAI SEDIAAN BERDASARKAN SISTEM SEDIAAN FISIK DAN ASUMSI ALIRAN KOS/ BIAYA YANG DI ADOPSI :
METODA SEDIAAN BARANG 31/4/2013 KOS/BIAYA YANG TERJUAL
LIFO 19.440 43.840
FIFO 20.720 42.560
RERATA 19.840 43.440
MAKALAH AKHLAK MUSLIM DALAM BERBISNIS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Batasan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Pekanbaru, 07 Mei 2014
Penyusun
Dosen pembimbing
KHAIRIL ASRI, H. M.PD.I
MAKALAH AKHLAK MUSLIM DALAM BERBISNIS
DISUSUN OLEH :
1. ADELIA ( 11373201051)
2.ZIAN SEPTIANI (11373200910)
3. EFRIANINGSIH ( 11373200598)
JURUSAN AKUNTASI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2014
Kamis, 17 November 2016
KONSEP DAN PERSPEKTIF DALAM ILMU KEPRILAKUAN
Tugas Kelompok Dosen Pengajar
Akuntansi Keprilakuan Andi Irfan SE,M.Sc,Ak
KONSEP DAN PERSPEKTIF DALAM ILMU KEPRILAKUAN
Di susun Oleh ;
Adelia
Indriani
Islah Ulyana
JURUSAN AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami hadirkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” konsep dan perspektif dalam ilmu ekonomi “ ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen matakuliah perbankkan syariah sebagai bahan pembelajaran.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang kami peroleh dari buku panduan dan internet yang berkaitan dengan Perbankan Syariah.Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Perbankan Syariah atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat di selesaikannya makalah ini.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pasar Modal Indonesia, khususnya bagi kami.Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Pekanbaru, 21 Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang 5
I.2. Rumusan Masalah 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sikap 7
2.2. Teori terkait dengan sikap 10
2.3 Motivasi. 14
2.4 Teori Kontemporer Motivasi. 18
2.5.Persepsi 22
2.6.nilai 24
2.7 Pembelajaran. 25
2.8 Kepribadian 26
2.9 Emosi. 26
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 29
3.2. Saran 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial. Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor - aktor yang saling mempengaruhi satu sama lainn
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sikap dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
2. Bagaimana Teori terkait dengan sikap?
3. Bagaimana Motivasi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
4. Bagaimana teori Kontemporer dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
5. Bagaimana Persepsi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
6. Bagaimana Nilai dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
7. Bagaimana Pembelajaran dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
8. Bagaimana Kepribadian dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
9. Bagaimana Emosi dalam Persepktif Ilmu Keprilakuan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sikap
2.1.1 Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Definisi sikap adalah suatu tendensi atau kecenderungan dalam menjawab atau merespon dan bukan dalam menaggapi dirinya sendiri. Sikap bukanlah perilaku, tetapi sikap menghasilkan suatu kesiapsiagaan untuk tindakan yang mengarah pada perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan wahana dalam bimbingan perilaku.
Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan. Hal ini diketahui dengan memandang tiga komponen sikap, yaitu pengertian ( cognition ) , pengaruh ( affect )dan perilaku ( behavior ). Sikap diperoleh melalui pengalaman pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok sosial.
2.1.2 Komponen Sikap
Sikap disusun oleh komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri dari gagasan, persepsi, dan kepercayaan seseorang mengenai penolakan sikap. Komponen emosional atau afektif mengacu pada perasaan seseorang yang mengarah pada objek sikap. Hal positif yang dirasakan meliputi kegemaran, rasa hormat, atau pengenalan jiwa terhadap orang lain. Perasaan negatif meliputi rasa tidak suka, takut, atau rasa jijik. Mislanya, seseorang menikmati bekerja dengan komputer atau komputer membuat orang tersebut gelisa dan kaku. Komponen perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap objrk sikap. Contoh, seseorang bisa mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa perusahaan ini menyimpan data di komputer, maka ia akan segera meninggalkannya; orang tersebut juga bisa mengatakan bahwa ketika paket software yang baru sudah tersedia, ia belajar bagimana menggunakannya.
2.1.3 Konsep Terdekat Sikap
1. Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognetif dari sikap. Kepercayaan mungkin berdasarkan pada bukti ilmiah, berdasarkan prasangka atau berdasarkan intuisi. Apakah seseorang percaya atau tidak terhadap suatu fakta tertentu tidak memengaruhi potensi dari kepercayaan untuk membentuk sikap atau memengaruhi perilaku. Orang akan bertindak sebagai pemikir tunggal yang energik terhadap kepercayaan sebagaimana halnya terdapat kepercayaan ilmiah.
2. Opini
Opini didefinisikan sebagai sinonim dari sikap dan kepercayaan. Pada awalnya, opini dipandang sebagai konsep terdekat dengan sikap. Seperti kepercayaan, opini terkait dengan komponen kognitif dari sikap dan terkait dengan cara seseorang mempertimbangkan atau menevalusi suatu objek.
3. Nilai
Nilai merupakan tujuan hidup yang penting sekaligus standar perilaku. Nilai merupakan pijakan yang paling dalam dan sentiment dasar di mana orang-orang mengorientasikan dirinya menuju tujuan yang lebih tinggi dan di mana mereka membedakan sesuatu yang terbaik.
4. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan ketidakbimbingan, respon, otomatis, dan pengulangan pola dari respon perilak. Kebiasaan berbeda dengan sikap, sikap bukan merupakan perilaku.
2.1.4 Fungsi Sikap
Sikap memiliki empat fungsi utama, yaitu pemahaman, kebutuhan akan kepuasan, ego yang definitive, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi membantu seseorang dalam memberikan arti atau memahami situasi atau peristiwa baru. Sikap mengizinkan seseorang menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai situasi tersebut.
Sikap juga berfungsi sebagai suatu hal yang bermanfaat atau pemuasan kebutuhan. Misalnya, manusia cenderung membentuk sikap positif terhadap objek dalam menentukan sikap positif terhadap objek dalam menentukan sikap negatif. Selain itu, kebutuhan mereka juga mengarah pada objek tujuan yang mereka butuhkan. Sikap melayani fungsi defensif ego ( ego defensive fuction ) dengan melakukan pengembangan atau pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau dunianya. Akhirnya, sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
2.1.5 Sikap dan Konsistensi
Riset umumnya telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya. Ini berarti individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional dan konsiten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengembalikan individu itu ke keadaan seimbang terus digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun perilaku atau mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai penyimpangan tersebut.
2.1.6 Formasi Sikap dan Perubahan
Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada subtitusi sikap baru bagi seseorang yang telah ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter factor psikologis, pribadi dan factor sosial. Factor psikologis dan genetic dapat menciptakan suatu kecenderungan yang mengarah pada pengembangan sikap tertentu.
Hal pokok paling fundamental mengenai cara sikap yang dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman yang tidak menyenangkan maupun menyenangkan dengan objek tersebut, pengalaman yang traumatis, frekuensi atau berulangnya kejadian pada objek-objek tertentu, dan perkembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup baru, seperti memiliki kendaraan roda dua atau mobil.
2.2 Teori Terkait dengan Sikap
2.2.1 Teori Perubahan Sikap
Setiap hari, manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui pesan yang di rancang khusus untuk hal tersebut. Teori perubahan sikap dapat membantu memprediksi pendekatan yang paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.
Perlu diingat bahwa sikap dapat berubah tanpa dibentuk. Mislanya, jika seseorang terpapar informasi baru mengenai suatu objek, perubahan sikap dapat saja dihasilakn. Sebagai contoh, seorang karyawan setia yang bertugas di bagian keuangan persahaan perna melakukan penggelapan dana beberapa tahun lalu. Kejadian tersebut mengubahnya menjadi cenderung bekerja bagi dirinya sendiri di perusahaan tersebut.
2.2.2 Teori Penguatan dan Tanggapan Stimulus
Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana orang menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulang jika tanggapan tersebut dihargai dan dikuatkan. Teori-teori ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan tanggapan.
2.2.3 Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil dari perubahan mengenai bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam mempercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika manusia tersebut ingin memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah usaha untuk menyebabkan suatu perubahan utama dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Namun, sedikit perubahan dalam sikap masih dimungkinkan, jika orang mengetahui batasan dari perubahan yang dapat diterima.
Faktor utama yang memengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing didukung oleh komunikator. Jika komunikator memposisikan terlalu jauh dari jangakar internal, hasil yang dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikator semakin dekat dengan jangkar internal, maka asimilasi dapar dihasilkan karena subjek tidak memersepsikan komunikasi persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrim. Jadi, orang tersebut akan mengevalusi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.
2.2.4 Konsistensi dan Teori Perselisihan
Teori ini menekankan pada pentingnya kepercayaan dan gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai hal yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya kearah yang lebih baik.
Teori inkonsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur-unsur teori. Teori disonansi ada ketika seseorang mengamati dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan. Secara psikologis, perselisihan merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara menghindari itu.
2.2.5 Teori Disonansi Kognitif
Pada tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori disonansi kognitif. Teori ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang di persepsikan seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai akibatnya seseorang akan mencoba untuk menguranginya.
Disonansi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi. Oleh karena itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini. Festinger mengatakan hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu terhadap unsur-unsur itu, dan imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi.
Jika unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu relatif tidak penting, maka tekanan untuk mengoreksi ketidakseimbangan itu akan rendah. Tingkatan pengaruh yang diyakini dimiliki individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada bagaimana mereka bereaksi terhadap disonansi tersebut. Jika mereka mempersepsikan disonansi itu sebagai suatu akibat yang tidak bisa dikendalikan, maka mereka tidak memiliki pilihan. Hal ini akan membuat mereka menjadi reseptif terhadap perubahan sikap. Imbalan juga memengaruhi tingkat sampai sejauh apa seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Imbalan tinggi yang menyertai disonansi tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam dalam disonansi itu. Imbalan itu berfungsi mengurangi disonansi dengan meningkatkan sisi konsistensi dan individu tersebut.
2.2.6 Teori Persepsi Diri
Teori ini menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Dengan kata lain, teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap dibentuk setelah perilaku menjadi guna menawarkan sikap yang konsistensi dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap hanya akan berubah setelah perilaku berubah. Teori fungsional terhadap perubahan sikap mayakini bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap, manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif. Motivasi juga berkaitan dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini.
Motivasi adalah suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena efektivitas organisasional bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan untuk dibentuk. Manajer akuntan keperilakuan harus memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapakan dalam rangka memenuhi tujuan organisasi.
2.3.2 Teori Motivasi dan Aplikasinya
Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para manajer. Oleh karena itu, motivasi merupakan salah satu pokok pembahasan yang penting dalam manajemen. Sistem pengendalian akuntansi mensyaratkan adanya suatu pemahaman tentang bagaimana individu-individu dapat termotivasi oleh teori akuntansi. Kebanyakan dari teori-teori ini telah dibenarkan secara empiris dan berperan penting dalam mengakhiri pernyataan bahwa motivasi adalah masalah lengkap yang tidak dapat diatasi oleh satu teori pun.
2.3.3 Teori Motivasi Awal
Tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam mengembangkan konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesefik dirumuskan selama kurun waktu ini meskipun ketiga teori tersebut telah diserang denga keras dan saat ini validitasnya dipertanyakan. Ketiga teori ini adalah teori hirearki ( anak tangga ) kebutuhan, teori X dan Y, serta teori motivasi higiene. Kita mengetahui teori-teori bersifat awal, setiknya karena dua alasan: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.
2.3.4 Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Maslow mengembangkan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai beranekaragam kebutuhan yang dapat memengaruhi perilaku mereka. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan ini ke dalam beberapa kelompok yang pengaruhnya berbeda-beda. Secara ringkas, lima hirearki kebutuhan manusia oleh Maslow dijabarkan sebagai berikut.
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik, seperti kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar dan haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan kenyamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan, atau pemecatan.
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
4. Kebutuhan akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk menggunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai dengan dirinya.
2.3.5 Teori X dan Teori Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor. Pandangannya mengenai manusia menyimpulkan bahwa manusia memiliki dasar negatif yang diberi tanda dengan teori x, dan yang lain positif, yang ditandai dengan teori y. setelah memandang cara manajer menangani karyawan, Mcgroger menyimpulkan bahwa pandangan seseorang manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan manajer cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahannya menurut pengendalian-pengendalian tersebut.
2.3.6 Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990-an. Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor, yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi. Dalam teori prestasi, terdapat banyak kekakuan. Riset yang dilakukan oleh McClelland memberikan hasil bahwa terdapat tiga karakteristik berikut dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
1. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atau suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri dari pada bekerja dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih orang yang lebih kompeten dari pada sahabatnya.
2. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
3. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.
Dalam riset tersebut, McClelland menemukan bahwa uang tidak terlalu penting peranannya dalam meningkatkan prestasi kerja bagi mereka yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi.
2.3.7 Teori Dua Faktor
Pada pertengahan tahun 1960-an, Herzberg mengajukan suatu teori motivasi yang dibagi ke dalam beberapa faktor. Faktor-faktor ini meliputi kebijakan perusahaan, kondisi pekerjaan, hubungan perseorangan, keamanan kerja, dan gaji. Faktor motivasi meliputi prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi dan tanggung jawab. Semuanya bertujuan meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan motivasi.
Selain itu, Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukan terhadap 200 responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan kepuasan dan motivasi. Berikut kedua faktor tersebut.
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik, yang apabila tidak ada penyebab terjadinya ketidakpuasan diantara para karyawan. Kondisi ini disebut faktor penyebab ketidakpuasan atau factor hygiene karena kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja intrinsik, yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Namun, jika kondisi atau faktor tidak ada, maka hal tersebut tidak akan menyebabkan ketidakpuasan.
2.4 Teori Kontemporer Motivasi
2.4.1 Teori Keadilan
Teori keadilan dipublikasikan pertama kali oleh adam pada tahun 1963. Dalam teori keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu adalah jika orang tersebut membandingkannya dengan lingkungan lainnya. Secara umum, teori keadilan merupakan bentuk dasar dari konsep hubungan pertukaran sosial.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran motivasi yang merugikan satu sama lain. Jika para individu merasa kualitas dari suatu kejadian adalah tidak layak, maka ketidakpuasan akan menimbulkan kemarahan dan frustasi atas kejadian tersebut. Jika meraka merasa kulitas dari suatu kejadian adalah tidak baik atau tidak baik atau tidak menguntungkan , maka hal tersebut akan menghasilkan perasaan bersalah. Teori ini menggambarkan kenyataan bahwa pembayaran-pembayaran relatif tidak mutlak menjadi perhitungan yang mempunyai pengaruh kuat.
2.4.2 Teori ERG
Teori ERG menganggap kebutuhan manusia memiliki tiga hirearki kebutuhan yaitu, kebutuhan akan eksistensi, dan kebutuhan akan pertumbuhan. Teori ini mengandung suatu dimensi frustasi regresi. Ingat kembali bahwa Maslow berargumen seorang individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut terpenuhi. Teori ERG menyangkal dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat pertumbuhan dari urutan yang labih tinggi terhalang, maka timbul hasrat dalam individu itu untuk meningkatkan kebutuhannya di tingkat lebih rendah.
Teori ERG berargumen seperti Maslow bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan dengan tingkatan yang lebih tinggi. Namun, kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus halangan, di mana mencoba memuaskan kebutuhan dengan tingkat yang lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap pemuasan akan kebutuhan dengan tingkat lebih rendah.
2.4.3 Teori Harapan
Teori harapan mungkin telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi. Teori ini dikembanghkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Teori harapan disebut juga teori valensi atau instrumentalis. Ide dasar dari teori ini adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel kunci dalam teori harapan adalah usaha, hasil, harapan, instrument-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara prestasi dan imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan keinginan eseorang terhadap hasil tetentu.
2.4.4 Teori Penguatan
Teori penguatan memiliki konsep dasar berikut.
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur seperti jumlah yang dapat diproduksi, kualitas produksi,dll
2. Kontijensi penguatan berkaitan dengan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan.
3. Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan dengan pemberian penguatan, maka semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku.
2.4.5 Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke (1986). Teori ini menguraikan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan prestasi kerja. Konsep dasar dari teori ini adalah karyawan yang memahami tujuan akan terpengaruh perilaku kerjanya.
2.4.6 Toeri Antribusi
Teori ini mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab prilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa prilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu factor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan ekternal, yaitu factor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan.
Dalam riset keprilakuan, teori ini diterapkan dengan menggunakan variabel tempat pengendalian. Variabel tersebut terdiri atas 2 komponen, yaitu tempat pengendalian internal dan eksternal. Tempat pengendalian internal adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa dia mampu memengaperuhi kinerja serta perilakunya secara personal melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya. Sedangkan tempat pengendalian eksternal adalah perasaan yang dialami seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kendalinya.
2.4.7 Peran-peran Penentu Antribusi
Dalam menentukan penyebab prilaku secara internal atau eksternal, terdapat 3 peran prilaku :
1. Perbedaan
Perbedaan mengacu pada apakah seorang individu bertindak sama dalam berbagai keadaan.
2. Konsensus
Konsensus mempertimbangkan bagaimana prilaku seseorang individu dibandingkan dengan individu lain pada situasi yang sama. Jika setiap orang yang dihadapkan pada situasi yang sama menanggapi situasi tersebut dengan cara yang sama, kita dapat mengatakan prilaku tersebut menunjukkan consensus. Ketika consensus tinggi, satu antribusi eksternal diberikan terhadap perilaku seseorang. Namun, jika prilaku seseorang berbeda dengan orang lain maka dapat disimpulkan penyebab prilaku individu adalah internal.
3. Konsistensi
Seorang pengamat melihat konsistensi pada saatu tindakan yang diulangi sepanjang waktu.
2.4.8 Teori Agensi
Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakn teori agensi mendasarkan memikirannya atas perbedaan informasi antara atasan untuk dan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi yang memngaruhi penggunaan sistem akuntansi. Teori ini didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang teori agensi, principal (pemilik atau manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manager yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien.
2.4.8 Pendekatan Dyadic
Pendekatan dyadic menyatakan ada dua pihak yaitu atasan dan bawahan yang berperan dalam proses evaluasi kerja. Pendekatan tersebut juga mengakui bahwa atasan kemungkinan tidak memperlakukan seluruh bawahannya secara sama. Pendekatan ini dikembangkan oleh Danserau et al pada tahun 1975, Danserau menyatakan pendekatan ini tepat untuk menganalisi hubungan antara atasan dan bawahan karena mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.
2.5 Persepsi
2.5.1 Pengertian Persepsi
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar perspsi mereka mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan keadaan sebenarnya. Kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Definisi persepsi yang formal adalah proses dimana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan rangsangan kedalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti.
Menurut KBBI (1995) persepsi sebagai tanggapan langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera. Sementara itu, dalan lingkup yang lebih luas persepsi merupakan suatu proses yang melibatkn pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukkan oleh panca indra.
Dari beberapa definisi diatasfaktor dalam diri seseorang dapat disimpulkan bahawa persepsi setiap individu mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan dua faktor, yaitu (aspek kognitif ) dan faktor dunia luar (aspek stimulus fisual). Secara implisit, Robins (1996) mengatakan bahwa persepsi suatu individu sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama. Menurutnya, fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor yang apabila digambarkan tampak seperti gambar diatas.
2.5.2 Rangsangan Fisik Versus Kecenderungan Individu
Orang-orang merasakan dunia dengan cara yang berbeda karena persepsi bergantung pada rangsangan fisik dan kecenderungan individu tersebut. Rangsangan fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan seperti penglihatan dan sentuhan. Kecenderungan individu meliputi alasa, kebutuan, sikap, pelajaran dari masalalu, dan harapan. 4 faktor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah keakraban, perasaan, arti penting, dan emosi.
2.5.3 Pilihan, Organisasi, dan Penafsiran Rangsangan
Persepsi sebagaimana diatas, adalah proses dalam pemilihan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsangan. Manusia hanya mampu merasakan sesuatu yang kecil dan membagi semua rangsangan tersebut kearah yang diarahkan olehnya.
Pilihan untuk merasakan sesuatu secara khas tergantung pada rangsangan yang dialami, harapan dan alasan dari individu bersangkutan. Sifat dasar rangsanga meliputi hal-hal seperti faktor atribusi fisik dan desain serta bertentangan dengan rangsangan lainnya.
2.5.4 Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan
Para akuntan prilaku dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak aktifitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kerja. Resiko selalu ada dalam pengambilan keputusan bisnis. Para manager dalam membuat keputusan dipengaruhi oleh resiko yang mereka rasakan dan tingkat toleransi mereka terhadap resiko. Kesalahan persepsi seringkali disebabkan oleh permasalahan komunikasi dalam suatu organisasi. Kesalahan persepsi juga dapat mendorong kearah ketegangan hubungan natra pribadi karyawan.
2.5.5 Persepsi Orang: Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Persepsi manusia terhadap orang lain berbeda dari persepsi manusia terhadap objek mati, seperti meja, mesin, karena manusia menrik kesimpulan mengenai tindakan orang lain tersebut, sesuatu yang tidak dilakukan oleh objek mati. Namun, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada 3 faktor yaitu kekhususan (ketersendirian), consensus (jika semua orang menghadapi suatu situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama), konsistensi.
2.6 Nilai
2.6.1 Arti Penting Nilai
Nilai dinyatakan penting karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dank arena nilai memengaruhi persepsi manusia.
2.6.2 Nilai Dan Dilema Etika
Cara yang baik dan ideal dalam mengatasi dilemma adalah mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang ada, selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yang menjadi kekhawatiran didalamnya. Kesempatan dapat dilihat sebagai suatu standar etika yang diharapkan, dimana dapat dilihat setiap perubahan perilaku didalam organisasi itu sendiri serta setiap perubahan prilaku yang diharapkan dari yang lainnya.
2.6.3 Nilai-Nilai Sepanjang Budaya
Sejak dini, anak-anak diamerika diajarkan mengenai nilai-nilai individualisme dan keunikan. Sebaliknya, anak-anak jepang diajarkan menjadi pemain tim, bekerja dalam kelompok, dan harus saling menyesuaikan diri. Praktik-praktik sosialisasi yang berbeda ini mencerminkan budaya yang berbeda dan tidaklah mengherankan jika menghasilkan tipe karyawa yang berlainan.
2.7 Pembelajaran
2.7.1 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana prilaku baru diperlukan. Pembelajaran terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangan dalam merespon situasi. Kombinasi dari motivasi pengalaman, dan pengulangan dalamn merespon situasi ini terjadi dalam 3 bentuk : pengaruh keadaan klasik, pengaruih keadaan operant, dan pembelajaran sosial.
2.8 Kepribadian
2.8.1 Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah intisari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat konsisten dan kronis. Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah penting kerena memungkinkan untuk memprediksi perilaku.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan prilaku. Pengujian prilaku ditentukan oleh banyaknya efektifitas dalam tekanan pekerjaan, siapa yang akan menanggapi kritikan dengan baik, siapa yang bekerja dengan baik, semuanya itu merupakan bentuk pemahaman atas kepribadian.
2.8.2 Penentuan Kepribadian
Kepribadian seseorang terbentuk dari faktor keturunan dan lingkungan yang diperlunak oleh kondisi situasi.
2.8.3 Kepribadian Dan Budaya Nasional
Terdapat kepastian bahwa tidak ada jenis kepribadian umum untuk satu Negara tertentu. Namun, budaya Negara harus memengaruhi karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya. Terdapat bukti bahwa budaya berbeda dalam istilah dari hubungan orang-orang untuk lingkungan mereka.
2.9 Emosi
2.9.1 Pengertian Emosi
Emosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Emosi berbeda dari suasana hati (moods) yaitu merasakan kecenderungan yang kurang intens dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan kontekstual. Emosi merupakan reaksi terhadap suatu objek, dan akhirnya tidak bertahan pada ciri kepribadian.
Gambar dibawah ini menunjukkan enam emosi yang dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu kontinum. Semakin dua emosi dekat satu sama lain sering dianggap sama, sementara perbedaan antar kebahagiaan dan rasa jijik jarang membingungkan. Ingatlah bahwa faktor-faktor budaya juga dapat memengaruhi interpretasi dari ekspresi fasial.
2.9.2 Memilih Emosi : Emosi Para Pekerja
Seseorang terkadang harus mengatur emosinya. Tampilan emosi sedikit banyaknya diatur oleh norma-norma tempat kerja dan tuntutan dari keadaan tertentu. Contoh menangis umumnya dipandang sebagai suatu yang tidak pantas ditempat kerja, tangisan akan kebih dapat diterima jika seseorang baru diberi tau soal kematian keluarga terdekat.
2.9.3 Emosi Tenaga Kerja
Emosi tenaga kerja mengacu pada kebutuhan bahwa karyawan mengungkapkan emosi tertentu ditempat kerja (gairah atau kegembiraan)guna memaksimalkkan produktifitas organisasi. Awalnya, konsep emosional tenaga kerja dikembangkan dalam hubungannya dengan jasa pekerjaan. Saat ini, konsep emosi tenaga kerja tampak relevan hampir setiap pekerjaan.
2.9.4 Inteligensi Emosional
Inteligensi emosional mengacu pada berbagai keterampilan nonkognitif, kemampuan, serta kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam tuntutan lingkungan dan tekanan. Hal ini disusun dari 5 dimensi :
1. Kesadaran diri
2. Manajemen diri
3. Motivasi diri
4. Empati
5. Keterampilan sosial
Inteligensi emosional berbeda dengan emosi tenaga kerja karena emosi tenaga kerja merupakan satu kebutuhan pekerjaan (tuntutan untuk senyum), dan dipengaruhi oleh ciri kepribadian. Seseorang dengan intelegensi emosional yang rendah mungkin dikendalikan oleh emosinya karna permintaan dari seorang manager. Sementara jika tidak diminta maka hal itu tidak dilakukan.
2.9.5 Emosi Negative Ditempat Kerja
Emosi negatif dapat mengarah pada sejumlah penyimpangan perilaku ditempat kerja. Siapapun yang menghabiskan banyak waktu dalam suatu organisasi akan menyadari orang-orang sering terlibat dalam tindakan sukarela yang melanggar norma yang telah ditetapkan serta mengancam organisasi, anggota, atau keduanya. Tindakan ini disebut penyimpangan karyawan. Tindakan tersebut masuk dalam kategori, seperti produksi (sengaja meninggalkan tempat kerja lebih cepat), hak milik (pencurian, sabutase) politik (penggunjingan, menyalahkan rekan kerja), dan agresi pribadi (pelecehan seksual).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep keprilakuan dari psikologi dan psikologi sosial menelaah beberapa bidang utama dari konsep-konsep yang ada pada wilayah psikologi dan psikologi sosial dan juga menjelaskan konsep-kosep utama yang terdapat di dalamnya, dimana sikap perubahan sikap, motivasi, persepsi,pembelajaran, kepribadian, emosi dibicarakan. Bagaimana hal tersebut diterapkan terhadap sistem secara teoritis pada akuntansi keprilakuan. Dan membandingkan prilaku-prilaku lain dalam organsasi.
3.2 Saran
1. Seorang akuntan sebaiknya menerapkan akuntansi keprilakuan praktis melalui penggunaan riset ilmu keprilakuan untuk menjelaskan dan memprediksi prilaku manusia.
2. Seorang akuntan harus dapat memahami dan menerapkan akuntansi keprilakuan dan ilmu keprilakuan dalam mengambil suatu keputusan bisnis.
3. Dalam organisasi sebaiknya memberikan informasi yang akurat agar terciptanya organisasi yang kondusif dan efesien.
Daftar Pustaka
• Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keprilakuan.Salemba Empat: Jakarta
• http://dokumen.tips/documents/konsep-keperilakuan-dari-psikologi-dan-psikologi-sosial-55ab58e7b80b4.html
• http://irma-yuni.blogspot.co.id/2012/04/konsep-keperilakuan-psikologi-dan.html
Langganan:
Postingan
(
Atom
)